54. Rindu

8.5K 549 70
                                    

“Lo istirahat dulu. Besok pagi baru ke rumah mama.” Ujar Ezya. Memberikan tiga lembar uang berwarna merah untuk Tiara.

“Pesen g*food aja ya.” Tiara mengangguk. “Makasih ya zya.” Ujar Tiara dengan tulus. Ezya tertawa. “Iyaa. Sekarang lo istirahat dulu. Gue cabut ya.” Ezya keluar dari apartemennya Tiara. Tiara memandangi tiga ratus ribu ditangannya.

Hanya ini uangnya. Semua uangnya ia bawa ke jogja. Bahkan ponselnya tidak bisa ia gunakan. Tunggu! Jadi gimana mesen G*foodnya?!

Bodohnya Ezya.

Tiara berjalan menuju dapurnya. Menyadari bahwa masih ada persediaan mie instant di dalam lacinya.

Jujur saja, sebagai dokter, Tiara tidak begitu banyak mengkonsumsi mie instant. Hanya sesekali, apalagi saat hujan.

Ditambah telur dan irisan cabai! Oh enaknya!

Tiara melirik kulkasnya, atau masak nasi goreng aja?

Ah ribet. Mau masak nasi lagi. Lagian, Tiara tidak begitu bisa masak nasi goreng. Kebanyakan di rumah sakit membuatnya jarang dirumah. Kalau mie instant dia bisa.

“Ayuk bertahan untuk semalam dulu.”

Cahaya matahari masuk melewati gorden kamarnya Tiara. Suara pisau yang beradu dengan papan potong membuat Tiara perlahan membuka kedua matanya. Mengerjapkannya beberapa kali.

Aroma harum makanan membuatnya tersadar.

Pintunya dalam keadaan terbuka. Tiara sontak bangkit dalam keadaan duduk.

Apa ada pencuri yang menerobos masuk kedalam apartemennya?!

Tiara meraih standing lampnya dan memunculkan kepalanya. Melihat punggung seseorang sedang memasak.

Silly her.

Siapa lagi yang akan memasak disini kalau bukan Vano?

Tiara keluar dari kamar dan merebahkan dirinya di sofa.

“Morning kak!” Sapa Vano dengan ceria. Ia tersenyum manis sampai kedua matanya membentuk segaris.

“Lo ngapain disini? Mama tau gue hilang?” Vano keluar dari pantry dapur sembari tertawa.

“Kenapa ketawa?” Vano melempar dompet dan ponsel Tiara. Membuat Tiara terdiam untuk beberapa saat.

“Lo dokter kan? Kok bego?” Tiara berdecak sebal. Baru bangun uda dibikin kesel!

“Apa sih ah!” Sebal Tiara. Mengaktifkan ponselnya.

“Lo kira dengan lo melarikan diri kaya gitu, mama gabakalan tau? Kalau lo mikirnya gitu, berarti lo underestimate mama banget sih kak.” Tiara mengerucutkan bibirnya.

Sudah menduganya. Mereka melarikan diri dengan begitu smooth.

“Uwaaa!” Suara itu mengagetkan Vano yang baru saja akan kembali ke dapur.

“Apa sih! Ngagetin aja!”

“ini bian nelpon gue ratusan kali tau! Mana manis banget pesan-pesannya.”

Mama, kangen.”

“Bian kangen, theo juga.”

“Mama, maafin papa dong.”

“Ma, kapan pulang?”

Tiara mengusap air matanya. Sedikit terisak membaca puluhan pesan yang dikirimkan Fabian.

Namun ia terdiam saat membaca pesan terakhir yang ia terima. Baru saja. Beberapa detik yang lalu.

Tiara. Untuk yang kesekian kalinya, kamu benar-benar tidak mau surat izin kamu kembali? Kamu sudah bolos berapa hari ini? Cepat kembali.”  Tiara terdiam dan membaca kembali dari siapa pesan ini dikirim.

Mas Mahardika dan Tiara. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang