Jay perlahan berdiri sambil mengusap belakang kepalanya. Rasanya kepalanya mau pecah.
"Duh sakit banget." Gumamnya masih sambil mengusap kepala belakangnya.
Setelah sakitnya mereda, Jay meregangkan tubuhnya. Tubuhnya tidak boleh keseleo hanya karena terpeleset di toilet.
Ngomong-ngomong sepertinya ia agak familiar dengan kejadian ini. Ah iya, Alicia juga pernah terpeleset di toilet sampai pingsan sampai dirinya dan teman-temannya harus ke rumah sakit untuk membawa anak itu.
Jay menatap anak yang membawa tas hendak masuk ke dalam toilet.
"Lo mau bolos?" Tanya Jay. Anak di depannya hanya menatap Jay bingung.
"Udah bel pulang." Ucap anak itu lalu melewati Jay begitu saja. Wajah Jay berubah aneh.
"Udah pulang? Perasaan baru istirahat pertama." Gumam Jay. Jay kemudian melangah ke luar. Ia melihat anak-anak sudah memakai tas masing-masing. Sedetik kemudian mata Jay membulat.
"Jangan-jangan gue pingsan dari istirahat pertama sampai jam pulang? Wah! Masa sih gak ada yang nemuin gue?" Gumamnya. Ia berkacak pinggang memperhatikan anak-anak yang berlalu lalang.
Untung saja Jay tidak kenapa-napa. Kalau ia punya masalah serius saat jatuh tadi, sudah dipastikan ia akan meninggal di toilet sekolah karena tidak ada yang menemukannya tepat waktu.
"Gara-gara Radinka jarang main basket, adek kelas jadi berani pake lapangan pas pulang sekolah. Baguslah" Gumam Jay sambil memperhatikan anak-anak yang sedang bermain basket.
Tiba-tiba emosinya datang lagi. Ia masih sangat marah tadi mendengar kabar kepindahan Radinka. Ia akui ia bersikap agak aneh belakangan ini. Tapi itu ada alasannya. Walaupun begitu, seharusnya Radinka setidaknya memberitahukan dirinya lebih dulu.
"Argh sial." Umpat Jay.
Jay memutuskan untuk pergi ke kelasnya.
Mata Jay berdecak ketika beberapa anak melihatnya dengan tatapan aneh. "Iya gue tau gue ancur banget abis dipukul Bara. Tapi gak usah gitu dong ngeliatinnya." Gerutu Jay pelan. Jay bisa bernafas lega saat ia sudah sampai di kelasnya.
Tersisa beberapa anak di kelasnya. Jay berjalan santai mengabaikan tatapan-tatapan anak lain. Ia mengambil tasnya yang diletakkan di kursi paling belakang sana.
"Eh itu..." Jay sempat mendengar salah satu perempuan mengatakan sesuatu namun Jay tidak memperdulikannya. Ia tetap berjalan lurus ke depan.
Grap
Bahu Jay ditahan oleh seseorang. Jay menghentikan langkahnya. Suasana hatinya sedang buruk. Kenapa sih ada yang mengganggunya?
"Apa?" Tanya Jay galak.
"Apa lo? Mau bawa tas gue kemana?" Jay terdiam. Tas? Tas apa maksudnya?
"Ini tas gue. Lo mau maling?" Jay gelagapan saat orang itu mengambil tas yang ia pegang.
"Itu tas gue. Gue baru ambil dari kelas." Ucap Jay. Orang itu membuka tasnya dan mengeluarkan buku bernama 'Muhammad Dirga' dari sana. Jay berdehem.
"Sorry. Kirain tas gue. Ada di meja gue soalnya." Ucap Jay. Si Muhammad Dirga tadi tidak menjawab dan langsung pergi bergitu saja.
"Wah kurang ajar banget. Anak kelas mana sih dia? Kayaknya gue gak pernah liat dia." Ucap Jay kesal.
"Halah gak tau lah. Sebodo amat sama tas. Isinya gak penting juga." Gumam Jay lalu memutuskan untuk pulang ke rumahnya tanpa tas.
Jay mengeluarkan ponselnya lalu menyalakannya. Ia mematikan ponselnya dari semalam karena ia tidak ingin diganggu. Beberapa panggilan tak terjawab muncul. Kebanyakan dari Evan. Evan menghubunginya pasti karena ia tidak ada di rumah tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE [COMPLETED]
Teen FictionMULAI REVISI PELAN-PELAN ************* Alicia menyukai semua bacaan fiksi. Mulai dari novel sampai komik. Menyukai semua genre mulai dari horror sampai romantis. Yang paling ia suka adalah fiksi remaja. Di umurnya ke 18 ini ia memang sedang mendamba...