2

51.7K 5.3K 233
                                    

Author PoV

Alicia merasakan sesuatu yang hangat di wajahnya. Ia membuka matanya perlahan.

Silau.

Jadi ia menutup matanya lagi.

"Oh maaf gue tutup dulu jendelanya." Alicia mendengar suara seseorang. Ia membuka matanya cepat lalu bangkit dari tidurnya.

"Si-siapa lo?!" Pekiknya langsung. Kepalanya rasanya nyut-nyutan karena tiba-tiba bangun seperti ini.

"Tenang dulu."

Tenang? Bagaimana bisa tenang ada di dalam ruangan entah apa bersama orang asing.

"Ini minum dulu. Lo kayaknya kaget banget. Tenang aja gue bukan orang jahat"

Dada Alicia masih berdebar rasanya. Tangannya gemetar menerima gelas dari orang asing itu.

Ia meminum air itu sampai tandas. Ia bahkan tidak memikirkan air apa yang dimimumnya. Bisa saja racun.

"Udah tenang?" Tanya orang itu. Mata Alicia memperhatikannya. Laki-laki berwajah manis itu tidak ia kenal. Sama seperti laki-laki di gerbang tadi.

Tunggu. Gerbang?, pikiran Alicia mengembara. Matanya membulat lalu menarik badge nama laki-laki di depannya.

"Lezio?" Gumamnya. Lezio sampai tidak bisa berkata apa-apa saking terkejutnya. Tidak ada perempuan yang pernah sedekat ini bahkan menarik seragamnya seperti ini.

"Ini gue mimpi kan?" Tanya Alicia sambil mendorong Lezio. Lezio berdehem.

"Lo butuh istirahat. Kebanyakan belajar emang gak bagus. Udah tidur lagi. Gue mau kasih tau Bara kalau lo udah sadar." Alicia langsung menahan tangan Lezio. Ia menatap Lezio dengan mata yang tidak bisa dikondisikan.

"Bara? Aldebaran? Bara yang itu? Ketua kedisiplinan? Yang pinter itu?" Tanya Alicia bertubi-tubi bahkan ia tidak sadar kedua tangannya mencengkram seragam Lezio.

Lezio berusaha melepas cengraman itu tapi tidak berhasil. Dalam cengkraman itu seperti ada tekad kuat yang tidak bisa diruntuhkan.

"I-Ini lepas dulu. Lo kenapa sih? Kayaknya lo di kelas diem-diem aja gak barbar gini." Ucap Lezio masih sambil berusaha tapi Alicia nampaknya tidak mudah goyah.

"Jawab gue!! Bara yang mana?!" Lezio diam diteriaki begitu. Ia yakin perempuan di depannya gila karena terlalu mengagumi Bara.

"Gue nanya yah sama lo. Bara yang mana?!" Lezio menghentakan tangan Alicia kencang sampai cengkraman Alicia lepas.

"Ada berapa Bara emang hah?! Satu doang! Lo kalau suka sama Bara jangan gila gitu dong! Gue jadi korban!!" Balas Lezio. Alicia mundur perlahan. Ia duduk di tempatnya tadi berbaring. Lalu mulai terisak.

"Hikss... gue dimana... hikss... Flo tolongin guee.." Lezio panik melihat Alicia menangis gitu. Harusnya ia tidak terlalu keras pada perempuan. Bodohnya dirinya.

"Lezio." Lezio menoleh ke arah pintu UKS. Ada Bara disana. Lezio langsung menghampiri Bara.

"Sumpah gue gak ngapa-ngapain dia. Dia sendiri gila narik-narik seragam gue. Nanyain lo. Terus dia tiba-tiba nangis gitu. Gua gak salah apa-apa Bar. Sumpah."

Bara mengangkat alisnya. Apasih maksud Lezio?, pikirnya.

Sedetik kemudian ia mendengar tangisan meraung-raung. Ia langsung menatap Lezio tajam.

Setelah kejadian di gerbang saat teman sekelasnya tiba-tiba pingsan, Bara membawa temannya itu ke UKS, lalu saat jam kosong Bara menyuruh Lezio menengoknya sebentar karena Bara di panggil ke ruang guru tadi. Tapi Lezio malah membuat ulah.

"Sumpah Bara!! Dia nangis sendiri! Gak gue apa-apain!" Bara diam tidak menanggapi lalu menatap temannya yang menangis itu. Tangisannya seperti anak kecil tidak dibelikan mainan. Menganggu.

Saat di depannya. Bara terdiam. Ia baru sadar. Ia tidak tau nama temannya itu. Ia tau mereka sekelas tapi kenapa ia tidak tau nama temannya ini?

"Namanya siapa Le?" Bisik Bara. Tidak jauh berbeda dengan Bara. Lezio juga sama. Tidak tau.

"Eum... lo gak apa-apa? Ada yang sakit?" Tanya Bara pelan.

Alicia tiba-tiba mendongak dengan wajah penuh air mata.

"Lo beneran Bara? Aldebaran? Eum... Aldebaran jantung deg-degan itu?" Tanya Alicia membuat Bara maupun Lezio terdiam.

Mereka berdua yakin ada yang salah dengan otak perempuan di depan mereka.

"I-Iya."

Jawaban Bara membuat tangis Alicia semakin kencang. Pikiran gila terus masuk ke otaknya. Ia tidak ingin percaya namun yang ada di hadapannya benar-benar.

"Lo Lezio te-temen Bara yang suka bi-bikin puisi aneh itu?" Lezio berdehem. Itu dirinya tapi tidak usah diungkapkan begitu jelas kan?

"Iya."

Jawaban Lezio pelan tapi balasan Alicia benar-benar seperti orang yang ditinggal pergi selamanya.

"Mau gue panggilin temen sebangku lo? Siapa tuh na-"

"Gak. Gue pengen sendirian. Hikss.." Bara dan Lezio saling tatap. Lalu mereka keluar dari sana. Meninggalkan Alicia yang harus menerima takdir dan keadaannya.

"Gue kebanyakan baca novel jadi begini. Gue harus banyak istirahat nih." Tekad Alicia setelah agak tenang. Ia tersenyum lalu berbaring mencari posisi nyamannya.

Ia membayangkan Flo dan berjanji tidak akan menganggu anak itu lagi setelah ia kembali pada kehidupan sebenarnya.

*****

Kelas Bara hari ini kosong sejak pagi. Seperti biasa kalau di jam kosong Bara berpatroli. Ia melihat seseorang yang tidak memakai seragam olahraga di lapangan. Bara bisa menebaknya pasti itu Radinka.

Bara lelah sekali berhadapan dengan anak nakal itu. Tidak pernah satu haripun Radinka tidak berulah.

"Yok yok obat tidur. Mana obat tidur. Gue harus tidur. Racun juga gak apa-apa deh." Bara menoleh.

UKS.

Ah, baru saja Bara teringat. Ada perempuan tak kalah aneh dari Radinka di dalam sana. Bara merinding mengingat perempuan itu pingsan setelah menyebut namanya bahkan sampai menangis meraung-raung setelah sadar.

"Marjo!" Teriakan samar terdengar di telinga Bara. Bara berdecak lalu berjalan cepat ke arah lapangan.

"Ada Bara!! Larii!!!" Teriakan itu menggema saat Bara menapakan kakinya di lapangan. Benar saja. Mereka semua berhasil melarikan diri. Kecuali satu orang. Radinka.

"Mau kemana? Ikut gue ke ruang  Bu Gina." Radinka masih berusaha melepaskan dirinya. Tapi tentu tenaganya Bara lebih dari Radinka.

"Wahai Aldebaran jantung deg-degan. Ampunilah Radinka hari ini. Radinka tidak membuat kesalahan." Seseorang membulatkan matanya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Radinka.

"Kok sama? Kok bisa sama sama dialognga? Ini beneran?" Radinka dan Bara saling memandang saat ada gangguan tidak diprediksi tiba-tiba datang.

"Kayaknya gue pernah liat lo." Ucap Radinka menunjuk Alicia.

Iya. Alicia.

Tadi ia ingin ke toilet sebentar tapi matanya disuguhkan sepotong adegan dalam novel. Benar-benar menyeramkan. Alicia takut.

"Lo yang tadi di rumah kan? Kenapa tadi gak mau bareng gue?" Tanya Radinka sambil melipat tangannya di dada.

Alicia langsung melihat badge nama Radinka. Jantungnya berdetak kencang. Tidak salah lagi. Sepertinya perkiraannya benar.

Ia masuk kedalam novel.

******

Heihooo!!!!

Terimakasihh yaa buat yang masih baca cerita ini. Kalian the best banget. Terharu aku 😭

Sehat sehatt yaa kaliannn semuaaa!!!!

INEFFABLE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang