Sebenarnya, aku ingin kami langsung berangkat hari itu juga, hari ketika aku akhirnya bangun. Tapi, aku kalah suara. Well, memang kenyataannya aku masih lemah. Aku bahkan harus dipapah Tante Nat atau Kak Galaksi saat aku ingin buang air. Baru berjalan dua meter saja nafasku sudah Senin-Kamis. Jadi, kami baru bisa berangkat dua hari kemudian.
Dari Bojonegara, kami berjalan ke arah selatan mengikuti Sungai Cipunagara. Kami memilih masuk ke hutan daripada berjalan di jalan yang umum dilewati dan memasuki pemukiman. Bukan karena takut bertemu zombi, tapi kami harus berjalan melihat sungai untuk menemukan jembatan. Sebab, kami percaya bahwa yang dikatakan kakak dari X-Gen Mesum itu adalah bohong. Dan, benar. Kami menemukan jembatan yang amat sangat layak pakai, Jembatan Sukaresmi. Lokasinya jauh sebelum Indramayu yang dikatakan lelaki itu.
Setelah menyeberangi jembatan itu, rasanya kami sudah benar-benar lega. Bukan hanya aku, tapi yang lain pun berpikir bahwa kami harus benar-benar berjalan jauh ke selatan hanya untuk menemukan jembatan. Waktu yang kami butuhkan ke Surabaya akan menjadi semakin lebih panjang jika seperti itu. Aku tak mau berlama-lama seperti ini. Aku takut tak bisa mengendalikan nafsuku.
Sejak perjalanan kami kembali dilanjutkan, aku tak mau berjalan dekat dengan mereka. Aku takut nafsuku kembali dan tidak bisa kukendalikan. Aku bahkan sampai menutupi hidung dan mulut dengan ujung pasmina, berharap aku tak mencium sesuatu yang mungkin akan memicu nafsu haus darah itu kembali.
Kami masih di Subang, tepatnya di Mekarjaya, Compreng. Padahal, jarak yang kami tempuh mungkin tak sampai 10 kilometer, tapi waktu yang kami butuhkan sampai enam jam lebih. Berkali-kali kami istirahat karenaku, mungkin hampir setiap setengah jam. Setiap kali berjalan, energiku seperti menguap begitu saja. Tentu saja, hal itu membuat Kak Galaksi, Tante Nat, dan Rei terlihat lebih lelah karena banyak berhenti daripada berjalan.
"Itu kayaknya kantor desa," kata Rei tiba-tiba.
Jujur, saking teriknya matahari dan lokasi kami di kelilingi hamparan sawah dan ladang yang kering, aku tak bisa fokus melihat. Berkunang-kunang, berputar, atau memburam.
"Yaudah, kita istirahat di situ, sekalian bermalam. Al kacau banget," kata Kak Galaksi, seakan tak melibatkanku dalam pembicaraan, seakan aku sudah tak berdaya. "Al, masih bisa nafas?"
Aku menyikut pinggangnya, lemah. Bahkan mungkin itu rasanya seperti menggelitik saja. Ia menarik tangan kananku, melingkarkannya di lehernya, lalu membantuku berjalan menuju kantor desa tersebut. Kalau tidak dibantunya, aku pasti akan jalan mengesot saking lemasnya.
"Wah!" seru Rei, terdengar kagum. Langkah kami terhenti di depan gerbang kantor desa itu. Bukan gerbang yang umum dijumpai. "Ini zombi-zombi dijadiin kayak orang-orangan sawah. Maksudnya apa coba?" Ia terkekeh-kekeh.
Tengah berdiri lima zombi dengan kedua kaki dirantai dan terikat pada sebuah pembatas beton. Zombi yang meronta-ronta, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Meski tangannya mencoba meraih kami, tapi tak bisa. Mereka jadi terlihat bodoh. Mereka hanya Zombi Tipe I, tapi yang ini tak agresif. Um... Mungkin karena aku mereka jadi tak agresif.
"Mungkin buat ngusir zombi lain," jawabku. "Tapi, bodoh banget zombi-zombi itu kalau sampe keusir dengan carah kayak gini. Temennya dijadiin budak, mereka cuek." Aku terkekeh-kekeh, meski lemas.
Tante Nat dan Rei ikut tertawa, tapi tidak dengan Kak Galaksi. Ia tetap dingin seperti biasa. Namun, kali ini aku lihat matanya memandang ke satu arah, fokus sekali, serius, dan terlihat penuh kecurigaan. Lalu, aku mengikuti arah matanya memandang. Sebuah mobil pick-up empat pintu.
Aku pun melirik ke arah lain, mencari. Mobil itu tampak seperti terpakai, jejak ban di bawahnya, jejak air seakan mobil itu habis dicuci, dan betapa kinclongnya mobil itu. Aku tahu ada kehidupan di kantor desa itu, hanya satu orang. Tapi, aku juga merasakan kehadiran zombi di dalam sana. Apa ia hidup berdampingan dengan zombi? Unik sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...