I'm Sick

406 73 4
                                    

Aku meninggalkan kawasan LIPI untuk pergi menuju Surabaya. Tentu saja aku tidak tahu jalan. Aku bahkan tak tahu harus memulai langkahku ke arah mana. Aku pun tak tahu arah timur atau barat saat ini. Aku tak tahu waktu berdasarkan posisi matahari.

Tak jauh dari LIPI, terdapat sebuah pusat perbelanjaan. Aneh, tapi aku bisa merasakan keberadaan zombi dalam jumlah banyak di gedung itu. Entah kenapa, tak ada rasa takut yang aku rasakan ketika mengetahui itu. Bahkan, saat aku berdiri di depan pintu masuk kaca dan melihat mereka ada di setiap sudut lantai dasar ini, aku tak merasakan apapun. Getaran takut sama sekali tak ada, hanya rasa gugup yang membuat jantungku berdebar.

Listrik di gedung ini tampaknya sudah terputus. Pintu yang seharusnya terbuka otomatis, mau tak mau harus kubuka manual dengan cara menariknya. Ada dua pintu yang dapat dibuka dengan cara didorong dan ditarik, tapi sudah kucoba membuka pintu yang didorong namun tak bisa, mereka terkunci entah alasannya. Pintu kaca otomatis itu terbuka selebar tubuhku, lalu aku masuk begitu saja.

Atensi para zombi pun teralihkan padaku. Aku berdiri tegang di tempatku ketika mereka menghampiriku dengan gerakan cepat. Aku sampai menahan napas. Aku kira mereka akan menerkamku, tapi ternyata yang mereka lakukan hanya mendekat dan mengendusku seperti yang biasa dilakukan hewan-hewan ketika bertemu sesuatu. Setelahnya, mereka berbalik dan menjauh, seakan aku sama seperti mereka. Jujur, saat itu aku merasa jantungku seperti berhenti berdetak untuk sesaat.

Aku menghela napas. "Untunglah."

Pusat perbelanjaan ini besar dan luas. Aku merasa pernah datang ke sini, entah kapan, dengan siapa, dan untuk apa. Aku berkeliling mencari pakaian. Entahlah, aku merasa senang melakukan hal seperti ini. Memilih baju sepuasnya, mencobanya sambil bercermin, bahkan tak perlu membayar untuk semua pakaian yang aku ambil. Benar-benar seperti surga.

Dari toko-toko pakaian, aku pergi ke toko perlengkapan kegiatan outdoor. Aku mengambil backpack yang tak begitu besar untuk menyimpan dua pasang baju ganti dan pakaian dalamnya. Aku juga mengambil perlengkapan survival, seperti survival kit, pisau lipat berukuran sedang, kompas, peta Jawa, jam tangan pintar dengan baterai solar, alat makan, sleeping bag, jaket, jas hujan, P3K, hingga sepatu dan sandal gunung. Tasku hampir penuh karena semua barang yang sudah aku kumpulkan. Hanya satu yang masih aku perlukan, yaitu alat sholat.

Entahlah. Sejujurnya aku tak ingat agamaku, tapi sepertinya aku Islam.

Aku berkeliling lagi hingga akhirnya aku menemukan toko muslim. Aku mengambil mukena dan sajadah berbahan parasut yang tipis dan efisien tempat. Aku menyelipkannya di sisi samping backpack, berlawanan dengan tempat aku menyimpan tumbler berbahan stainless. Mengingat rambutku yang putih ini akan sangat mencolok, aku pun mengambil tiga helai kerudung pasmina berwarna hitam. Aku hanya menutupi kepala ala kadarnya, sekedar menjadi tudung. Aku tak tahu cara memakai pasmina.

Memang aku sudah punya P3K dari toko outdoor, tapi aku pun butuh obat-obatan. Meski sebenarnya agak ragu dapat menemukan obat-obatan di toko obat, takut sudah dijarah habis, tapi ternyata tidak. Toko itu berantakan, tapi tak banyak barang yang hilang. Yah, siapa yang berani masuk ke sarang zombi seperti ini?

Banyak obat-obatan yang aku ambil. Bukan hanya yang dijual di bagian depan, tapi obat-obatan yang membutuhkan resep pun aku ambil. Dan, saat itulah keanehan kembali terjadi. Sekelabat ingatan melintas di otakku, membuat tubuhku bergerak sendiri menuju sebuah rak yang menyimpan obat-obatan khusus.

Amiodarone... (3xsehari)
Furosemide... (2xsehari)
Sotalol... (2xsehari)

...

Arrythmogenic Right Ventricular Cardiomyophaty with Left Ventricular...

Seperti ditampar oleh kenyataan. Aku jatuh terduduk di atas lantai dengan lemas. Jantungku berdebar keras dan cepat, sepertinya sudah siap untuk meledak kapanpun. Sesak napas membuat mataku berkunang-kunang. Perasaan tak nyaman dan sensasi sakit di dada ini terasa tak asing, namun otakku sulit untuk menerima, meski kelabat memori tersebut sudah menjadi satu petunjuk lain tentangku.

A-TEARS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang