"Lari!" seruku.
"Ng -"
"Aku bilang, lari, Kak! Lari!" potongku.
Kak Galaksi sempat ragu di tempatnya, tak mau meninggalkanku, tapi ia seakan tahu bahwa perintahku adalah untuk kebaikannya dan Tante Nat, juga kebaikanku sendiri. Bersama dengannya seminggu ini membuat hubungan kami seakan semakin erat, seperti memiliki ikatan batin.
"Sh*t!"
Meski sebenarnya aku masih belum terbiasa dengan umpatan Kak Galaksi saat kesal, tapi hal itu malah membuatku paham bahwa ia benar-benar berada di tengah dilema. Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk menuruti apa yang aku perintahkan tanpa bantahan.
"Kami tunggu di atap. Don't die!"
Aku terkekeh-kekeh saat mendengar ucapannya yang sebenarnya tak begitu jelas terdengar, sebab ia berbicara sambil berlari menaiki tangga. Namun, setelah aku mencoba mencari apa yang sebenarnya ia katakan, barulah aku terkekeh-kekeh.
Tidak, aku tidak gila. Berada di situasi ini, aku merasa sangat sadar. Rasa sakitku sebelumnya, sesak nafasku yang membuatku berkunang-kunang, jantung berdebar keras yang seakan menguras semua energiku, kini tak lagi ada. Hanya ada satu hal yang menguasaiku saat ini, debaran jantung yang cepat oleh kehausan akan pertarungan mendebarkan.
"Let's get start!"
Meski posisiku masih digantung diudara oleh Zombizilla yang lengannya sebesar kaki gajah, aku mengayunkan tubuhku dengan cepat, fokus pada otot perut untuk mengangkat kedua kakiku. Aku melingkarkannya pada leher Zombizilla, mengayunkan tubuh atasku dengan lemas untuk lepas dari ransel yang menjadi pegangan Zombizilla. Aku menjatuhkan tubuhku ke lantai, menahan tubuhku dengan kedua tangan, lalu menarik tubuh Zombizilla itu dengan kedua kakiku yang melingkar di lehernya yang tebal.
Entah aku belajar di mana, tapi hal yang aku lakukan berhasil membanting Zombizilla itu ke belakangku. Debumannya keras sampai lantai ini bergetar sesaat.
Aku menarik pisau di pinggangku seraya membalikkan badan, lalu bergerak cepat menuju Zombizilla yang masih berusaha berdiri itu. Sepertinya ia terkejut dengan hal yang aku lakukan padanya. Tapi, juga membuatnya terlihat sangat marah. Ketika ia membalikkan badan, ia terlihat benar-benar seperti hewan buas yang dibangunkan dari tidurnya dengan tidak nyaman.
"Waduh," gumamku.
"Graaaarh!!"
Zombizilla itu berteriak penuh amarah, sepertinya ia kesal karena berhasil dirubuhkan makhluk kecil sepertiku. Ia berlari dengan langkah besarnya menuju tempatku berdiri. Kedua tangannya yang kekar itu terentang ke depan, seperti hendak meremat tubuh kecilku. Bahkan, sepertinya tubuhku akan remuk hanya dengan genggaman satu tangannya.
Menggunakan pisau yang panjang ini, aku mengayunkannya dari samping kanan ke kiri, seraya menghindar ke samping kanan. Aku menebaskan pisau itu untuk memotong kedua lengan kekar dan besar itu. Well, aku tidak benar-benar berpikir untuk setiap gerakan dan keputusanku, semua terjadi begitu saja seperti insting. Bahkan, aku tak menyangka bahwa tebasanku yang rasanya tak seberapa itu berhasil memotong kedua lengan Zombizilla itu.
Darahnya bukan merah, tapi hitam kehijauan. Baunya busuk dan menjijikkan. Cipratan darahnya mengotori tubuhku, membuatku bergidik ngeri dan jijik.
Zombizilla itu jatuh di dekatku. Tak mau menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan bahwa aku harus membersihkan badan. Aku melangkah pelan menghampirinya dari belakang, lalu mengangkat pisauku tinggi-tinggi. "Maaf, ya." Dan, aku pun mengayunkannya turun, menancapkannya tepat di puncak kepalanya yang terasa lebih keras dibanding Zombi Tipe I ataupun II.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...