Jika ada cara tanpa melakukan kekerasan, maka hal itulah yang akan kami pilih. Namun, jika dengan cara berbicara dan berdiskusi malah tidak memberikan solusi, dan jika mereka meminta kami untuk bertarung, maka kami siap menerima tantangan mereka. Lagipul, aku yakin Monochrome akan kalah melawan kami.
Tampaknya, Monochrome tahu bahwa mereka tidak akan menang melawan kami jika bertarung menggunakan kekuatan. Bahkan, mereka sepertinya sudah menyerah diawal saat sadar bahwa kekuatan di pihak kami sangat besar. Bukan karena kami memiliki Presiden di pihak kami, tapi juga seluruh masyarakat yang semula berpihak padanya beralih pada kami.
Monochrome mundur. Tindakan mereka dianggak melanggar hukum, meski dalam situasi seperti ini penegakan hukum pun sulit. Sehingga, Presiden Yoga menghukum para petinggi Monochrome dengan kurungan, dan antek-anteknya dijadikan pekerja untuk membantu pembangunan kembali Indonesia di tengah situasi ini.
Luciel?
Ah, tentu aku harus berusaha keras untuk membujuknya agar mau membantu pemerintah dalam menciptakan vaksin yang sebenarnya. Tentu akan butuh waktu lama untuk menciptakan vaksin tanpa mengubah manusia menjadi X-Gen atau Setengah X-Gen. Setidaknya, kami percaya bahwa Luciel dapat menciptakan vaksin yang tak akan mengubah manusia menjadi setengah zombi seperti yang dilakukan Monochrome.
"Jadi, gimana kita bisa membebaskan orang-orang yang jadi korban Vaksin Monochrome?" tanya Presiden Yoga.
Saat ini, kami sedang berkumpul di ruang rektor yang menjadi kantor kerja Presiden Yoga. Kami yang aku maksud adalah aku, Kak Galaksi, Ayah, Luciel, dan Jin-ae. Sudah seminggu berlalu semenjak aksi penyelamatan Presiden Yoga yang aku dan Kak Galaksi lakukan. Sudah seminggu juga Monochrome dibubarkan. Kami sedang memulai persiapan pembuatan vaksin, termasuk di dalamnya untuk membicarakan cara terbaik membebaskan orang-orang yang diubah menjadi setengah zombi oleh Monochrome sejak mereka menerima darahku.
"Manusiawi, nggak, sih, kalau menjadikan mereka relawan untuk uji vaksin?" tanyaku menanggapi.
"Nggak, sih, harusnya," jawab Kak Galaksi. "Kalau ada perubahan baik dari mereka karna vaksin, berarti vaksin yang dibuat itu punya efektivitas yang bagus, 'kan?"
"Benar," jawab Ayah. "Tapi, apakah masyarakat akan terima itu? Pandangan masyarakat bisa aja membuat kita seperti Monochrome. Mereka bisa mikir macem-macem."
"Ya, tinggal dijelasin aja, 'kan?" sahut Luciel degan Bahasa Indonesia beraksen. "Daripada cari relawan manusia sehat, mending pakai mereka. Toh, pada akhirnya mereka harus dimusnahkan, 'kan? Mereka akan menjadi sumber penularan A-Tears kalau dibiarkan. Tapi, kalau ternyata bisa menyembuhkan mereka - meski mustahil banget - masyarakat tetap akan diuntungkan dan mempercayai kita," jelasnya.
Luciel tidak salah, dan memang itulah yang aku pikirkan saat menanggapi pertanyaan Presiden Yoga.
"Baiklah," ujar Presiden Yoga. "Kasih ke saya data-data yang diperlukan untuk bicara dengan masyarakat. Kita akan berdiskusi dengan perwakilan rakyat, karena gimana pun juga, korban-korban itu adalah keluarga mereka."
Luciel, Ayah, dan Jin-ae mengangguk.
Ya, mereka kini adalah satu tim. Meski Jin-ae sebelumnya ada di pihak Monochrome, tapi aku yakin dia berguna, dan kami pun memutuskan untuk memperkerjakannya, karena dia paling tahu apa yang dilakukan Monochrome dengan darahku. Awalnya Luciel menolak, tapi aku berhasil meyakinkannya. Bahkan, kini Luciel tampak lebih dekat dengan Jin-ae. Cinta lokasi, kuyakin.
"Bagaimana perkembangan pembuatan vaksin? Apakah bisa nggak mengubah manusia jadi X-Gen?" tanya Presiden Yoga, melanjutkan pembicaraan ini.
"Bisa," jawab Luciel yakin. "Tapi, kasih kami waktu sedikit lagi. Maksimal seminggu. Aku nemuin sesuatu yang menarik dari darahnya Alya."
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...