"Jadi, aku kenal Luciel."
"HAH?!" seru Kak Galaksi, Tante Nat, Rei, dan Jay dengan kompak.
Aku menatap mereka bergantian, lalu mengangguk untuk meyakinkan mereka bahwa ucapanku adalah kebenaran. "Luciel itu peneliti kayak Ayah, sama-sama dokter hewan."
"Peneliti? Tapi, dia juga X-Gen?" tanya Jay, seakan tak percaya.
Aku mengangguk. "Luciel sengaja nyuntikin diri sendiri pake bahan dari A-Tears waktu kami mau pergi dari LIPI. Gara-gara dia berubah, aku kedorong jatoh dari helikopter dan jadi santapan zombi, mulai dari situ aku hilang ingatan. Untung heli-nya belum terbang tinggi-tinggi amat, mayan, lah, dua meteran." Aku terkekeh-kekeh, namun yang lain tak berpikir itu sedikit lucu. Mereka serius sekali.
"Tujuannya apa, nyuntikin diri sendiri pake A-Tears? Mau mati?" tanya Tante Nat agak terdengar marah.
Aku menggeleng. "Selama sebulan sejak bom itu, dia menemukan kalau A-Tears memiliki substansi yang bisa menyebabkan mutasi genetik, menyebabkan seorang manusia memiliki kekuatan super, dan itulah X-Gen," jelasku.
"Dan, dia mau jadi X-Gen itu?" tebak Kak Galaksi.
"Iya," jawabku. "Luciel emang gila, sih. Jadi nggak aneh kalau dia berani nyuntikin diri sendiri," ungkapku. "Menurutnya, manusia super hasil mutasi genetik karena A-Tears bisa dijadikan sebagai senjata untuk ngelawan teroris itu sendiri, juga menjaga dunia dari wabah yang semakin parah. Tapi, nggak ada yang percaya sama penemuannya ini dan dia dianggap gila. Cuma Ayah yang menghargai usahanya, karena itu dia sengaja ngelepas zombi dan monster penelitian di LIPI untuk membunuh yang lain dan cuma nyelametin Ayah dan aku. Tapi, gara-gara kecerobohannya, dia malah dorong aku jatuh dari heli dan jadi santapan zombi," ungkapku.
"Gimana dia tahu kamu masih hidup?" tanya Kak Galaksi. "Dia nyari kamu karena tahu kamu masih hidup, 'kan?"
Aku mengangguk. "Aku nggak tahu gimana, tapi mungkin itu bagian dari kekuatannya," jawabku. "Jelasnya, Luciel ini sebenernya nggak jahat-jahat banget, cuma emang bego dan gila aja. Tapi, mungkin dia bakal jadi jahat. Dan, aku rasa, dia menyekap Ayah dan memaksanya untuk kerja sama. Dan, dia pasti menentang vaksin. Karna -"
"Vaksin malah bikin manusia nggak bisa bertahan hidup di zaman ini?" potong Rei dengan sebuah tebakan.
Aku mengangguk. "Vaksin itu ada untuk ngelawan A-Tears. Tapi, kalau vaksin itu diganti pakai hasil penelitian Luciel, dia berpikir manusia bakal bisa bertahan hidup di zaman ini. Makanya, Luciel mau menguasai Surabaya. Aku yakin, Surabaya adalah medan perang yang sebenarnya."
Tante Nat memeluk tubuhnya sendiri. Bukan karena kedinginan sebab di luar hujan, tapi lebih seperti karena ketakutan dengan cerita yang kuungkapkan.
"Terus, kenapa kamu minta kami anterin darahmu ke ayahmu? Kalau bener, berarti ayahmu ada sama Luciel, dan berarti Luciel yang jagain ayahmu. Terus, gimana kita bisa ketemu ayahmu?" tanya Jay. Bahkan ucapannya saja memperdengarkan bahwa ia bingung.
Aku terkekeh. "Makanya, aku yang lawan Luciel. Kalian urus anak buahnya Luciel sambil bawa darahku ke Ayah. Ayah pasti tahu apa yang harus dia lakukan," jelasku.
"Anak buahnya Luciel juga pasti X-Gen, 'kan?" tanya Tante Nat.
Aku mengangguk. Tentu saja sudah pasti seperti itu. "Makanya, aku mau buat harapan supaya kalian bisa ketemu Ayah dan bantuin Ayah."
Mereka bertiga diam. Bahkan, Rei yang masih kecil itu pun tampak serius sekali memikirkan masalah yang semakin rumit ini. Aku saja sudah pusing, sampai rasanya muak memiliki otak. Masalah ini benar-benar membuatku bingung.
"Pusing..." keluh Rei sambil menjambak rambutnya.
Aku terkekeh sambil mengusap kepala Rei. "Nggak usah dipikirin keras-keras. Kamu masih kecil, jadi nggak usah maksain diri. Nanti, kalau kamu dapet ide tiba-tiba, langsung ngomong aja," ungkapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...