Galaksi's POV
Demi apapun. Kalau bisa nyambat kencang tanpa mengundang zombi, aku akan melakukannya.
Dari empat orang dalam tim, kenapa aku harus bersama Jay? Laki-laki paling bodoh dan paling menyebalkan yang aku temui seumur hidupku! Lebih baik aku bersama Rei daripada lelaki tak bisa diatur yang selalu mementingkan diri sendiri. Lelaki yang sangat tidak cocok menjadi pemadam kebakaran.
Jay memutuskan menetap bersama kami setelah diceramahi Tante Nat hingga diajak pindah rumah untuk berbicara berdua. Tapi, bukannya menjadi lebih baik, ternyata masih sama bodoh dan menyebalkannya. Aku yakin, dia hanya ingin Tante Nat, bukan benar-benar ingin berada di tim ini untuk alasan yang lebih mulia.
Semua berawal dari ketidaksengajaan kami iseng-iseng masuk ke dalam Lawang Sewu, seakan kami sedang berwisata. Semua sepakat, termasuk aku. Melihat Alya semangat karena sejauh ia mengingat ia tak pernah memasuki bangunan bersejarah itu, aku tentu setuju saat ia mengajak kami memasuki bangunan itu. Namun, siapa sangka? Tempat itu malah menjadi labirin penuh jebakan untuk kami. Dan, herannya, Alya tak menyadarinya.
Selama ini, berkat Alya kami bisa menghindari zombi-zombi agar tidak bertarung. Tapi, untuk pertama kalinya sejak aku memulai perjalanan dengan Alya sebulan lalu, baru kali ini Alya tak bisa merasakan kehadiran zombi di dalam bangunan ribuan pintu tersebut. Dan, karena itulah, kini kami terpisah dengannya, Tante Nat, dan Rei. Aku tidak menyalahkan Alya, karena meski ia X-Gen, tak selamanya ia selalu bisa merasakan kehadiran zombi. Pasti ada kalanya ia lengah.
Kami terpisah entah sejak kapan. Aku bahkan tidak tahu kami di mana. Semua terasa gelap karena cuaca mendung di luar. Masalahnya, kegelapan adalah situasi menguntungkan bagi para zombi. Meski sejauh ini, setelah kami berpisah selama 30 menit, hanya Tipe I yang kami temukan, dan tak sulit mengalahkan mereka. Namun, entah ke depannya bagaimana.
"Apa kekuatan X-Gen Alya menurun, sampai nggak bisa deteksi zombi di sini?" tanya Jay. Kini, kami sedang berjalan menuju arah kami datang. Meski pertanyaannya menyebalkan, aku akui aku berterima kasih pada otaknya yang bisa menghafal jalan dengan baik.
"Gue nggak tahu, ini baru pertama kali," jawabku tanpa menatapnya. Jujur, sikapku pun masih dingin. Aku masih membencinya. Tapi, mementingkan egoku saat ini dalam situasi seperti ini sungguh bukan hal baik. "Kalaupun kondisi Alya memburuk, biasanya masih bisa deteksi keberadaan zombi. Gue takutnya ada sesuatu di dalam sini yang buat Alya kayak gitu."
Jay tak langsung memberi tanggapan. "Lo suka sama Alya, 'kan?"
"Bukan urusan lo," jawabku cepat. "Sekarang, kita harus temuin mereka. Alya memang X-Gen, tapi dia sakit. Ada Tante Nat pun belum tentu bisa apa-apa, karna dia nggak bisa bertarung jarak deket dan mudah panik. Rei masih terlalu kecil, dia juga belum begitu lihai."
Jay lagi-lagi tak langsung menjawab. "Ya, lo bener."
Demi Alya, Tante Nat, dan Rei, aku akan mencoba menahan emosiku pada Jay. Prioritas kami saat ini adalah mereka. Aku yakin, mereka akan sangat kesulitan jika dibiarkan lebih lama. Waktu 30 menit sudah sangat lama untuk Alya. Aku harap, mereka baik-baik saja.
☣
Alya's POV
Ruangan yang sempit ini membuatku merasa seperti berebut oksigen dengan para zombi yang mengepung kami. Kami terpojokkan. Sudah 30 menit, dan aku mulai kehabisan tenaga. Dua jam berjalan non-stop dari tempat bermalam, lalu langsung dihadapkan seperti ini selama 30 menit, tentu saja jantungku memberontak.
"Uhuk! Uhuk!"
Ini memang salahku. Aku yang membuat semuanya menuruti kemauanku untuk masuk ke bangunan bersejarah di Semarang ini tanpa aku mampu merasakan kehadiran zombi di dalam bangunan bak labirin ini. Aku pun tak tahu kenapa radar X-Gen-ku tidak dapat mendeteksi zombi di dalam bangunan ini dari bagian luar, seakan ada barrier yang mengelilinginya. Lalu, begitu kami masuk, barulah kami sadar bahwa tempat ini adalah Labirin Zombi. Saat ingin kabur, kami terlambat. Ratusan zombi mengepung kami, membuatku, Tante Nat, dan Rei terpisah dengan Kak Galaksi dan Jay.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...