Setelah membiarkan kami beristirahat, mandi, berganti pakaian, dan memberi kami makan, Luciel mengajak kami ke Laboratorium Anatomi di kampus itu. Hanya dari namanya saja, aku sudah dapat menduga apa yang ada di sana. Benar. Begitu banyak kadaver zombi, monster, dan X-Gen yang dijadikan bahan penelitian. Ya, aku dapat merasakan perasaan khas yang membuatku mampu membedakan mereka. Aroma daging busuk bercampur formalin memyeruak di hidung ketika kami masuk ke dalam laboratorium luas yang dinginnya menusuk sampai ke tulang.
"Kamu jangan masuk." Tiba-tiba Luciel menahan tubuh Kak Galaksi agar tak melangkah masuk lebih dalam. "Di sini terlalu banyak virus. Kamu manusia, terlalu beresiko berada di sini tanpa pakaian khusus."
Kak Galaksi tampak tak suka mendengar ucapan Luciel yang di telingaku pun terdengar seperti tak menyukai Kak Galaksi. Tapi, aku paham maksud Luciel memang baik dan demi kepentingam Kak Galaksi. Kak Galaksi juga tak membantah ataupun melawan, karena ia paham dunia seperti ini. Jadi, Kak Galaksi berbalik dan keluar ruangan setelah memberikan tatapan lembut padaku. Entah apa maksudnya.
Ada beberapa orang dengan pakaian astronot yang bekerja di sekeliling kadaver-kadever itu, setidaknya dua atau tiga orang untuk satu kadaver. Memang, virus A-Tears pasti tersebar luas di seluruh ruangan ini. Melihat orang-orang itu berpakaian astronot, berarti mereka adalah manusia seperti Kak Galaksi. Memang, perlakuan orang-orang di sini tak membedakan manusia atau X-Gen. Itulah yang membuatku berpikir bahwa Luciel tak punya niat buruk, selain untuk menjaga eksistensi manusia.
Sekalipun orang-orang itu memakai pakaian astronot, tapi aku hafal satu sosok yang wajahnya tak bisa kulihat jelas. Langkahku mencepat tanpa aku sadari, bahkan aku melewati Luciel begitu saja. Sosok yang kucari selama ini. Sosok yang kerap menyerukan namaku dalam mimpi. Sosok yang begitu berarti untukku semenjak Ibu meninggal dunia setelah melahirkanku. Sosok yang tak pernah sekalipun memarahiku. Ayah.
Grep!
"Woah!" serunya dengan tubuh membeku sesaat karena aku memeluknya tiba-tiba.
"Ayah."
Ia memaksaku melepaskan pelukanku, lantas ia berbalik dan kini memelukku dengan amat sangat erat. Tubuhku mengingat jelas ukuran tubuh Ayah terakhir sebelum kami terpisah oleh kecerobohan Luciel. Ukuran pinggangnya mengecil, membuatku menduga-duga bahwa ia begitu menderita selama ini, menderita oleh pekerjaan, menderita oleh wabah dan hasrat untuk menolong kemanusiaan, juga menderita karena terpisah dariku.
"Ini beneran Alya?"
Aku terkekeh-kekeh. "Menurut Ayah? Apa ada orang yang tahu jelas ukuran andeng-andeng di punggung Ayah?" ungkapku. Aku ingat jelas, dulu aku sering mengukur daging tumbuh itu setiap bulannya, terutama ketika Ayah memintaku untuk memijitnya saat pegal-pegal dan lelah oleh pekerjaan.
"Alya..." Aku bisa mendengar suaranya bergetar.
Aku mengeratkan pelukanku. "Ayah kurusan." Aku pun terkekeh-kekeh. "Tapi, aku seneng bisa ketemu Ayah lagi. Perjuanganku nggak sia-sia."
Tiba-tiba saja Ayah mendorong pundakku dan menatapku dari balik kaca helm astronotnya itu. Tatapannya serius, mengamati sampai ke bagian dalam, dan keningnya berkerut jelas bahwa ia mencemaskan banyak hal. "Kamu udah berubah jadi X-Gen? Jantungmu gimana? Kamu ke sini sama siapa? Apa Luciel yang menemukanmu?"
Aku terkekeh-kekeh. "Satu-satu aja, Yah, nanyanya," ujarku. "Kita ngobrol di tempat lain, yuk. Aku mau lihat wajah Ayah tanpa penghalang. Dan, aku juga mau ngenalin Ayah ke orang yang selama ini bantuin aku."
Dengan semangat, Ayah menganggukkan kepala.
Terdapat sebuah lapangan yang membatasi gedung Kedokteran dan Kedokteran Gigi. Lapangan itu kini rimbun oleh tetumbuhan yang dibiarkan begitu saja. Kami bertiga - dengan Kak Galaksi - duduk di sana, di bangku semen yang jelas sudah lama berada di sana. Tadinya, Kak Galaksi menolak, karena berpikir aku butuh waktu berdua dengan Ayah. Tapi, tidak. Waktu untuk saling merindu hampir tidak ada. Ada hal yang lebih darurat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...