Resurrection

158 46 9
                                    

Saat Raja Zombi itu memergokiku di ujung lorong buntu, ia menggunakan matanya. "Berhenti melawan dan turuti semua perintahku." Seketika, tubuhku seperti sulit digerakkan, otakku terasa kosong bahkan aku seperti antara sadar dan tidak ketika tubuhku bergerak dengan sendirinya. Dan, entah bagaimana, aku tahu bahwa matanya itulah yang membuatku menuruti semua perkataannya.

Membiarkannya menggandengku, ia menarikku dari ujung lorong buntu itu untuk kembali ke kamarnya. Aku kembali duduk di tepi kasur dan diam melamun, tak peduli dengan semua tindakan lelaki itu padaku. Satu sisi, aku tak bisa melakukan apa-apa. Tapi, di sisi lain, aku seperti tak bisa berpikir jernih tentang semua yang terjadi. Sulit sekali dijelaskan. Tapi, ini seperti saat kalian sadar bahwa kalian sedang tidur, padahal kalian sudah harus bangun dari tidur nyenyak.

"Namaku Edmund," begitu sebutnya, ketika ia memunggungiku untuk menuangkan sesuatu yang terdengar sedikit kental pada wadah aluminium. "Kamu akan menjadi Ratuku, Ratu Kerajaan Zombi kita. Jadi, sebutkan siapa namamu agar aku dapat memanggilmu dengan lebih akrab?" Lalu, ia berbalik dan mendekat dengan dua gelas di kedua tangsnnya.

Lagi-lagi otakku sadar bahwa aku berada dalam pengaruhnya, tapi aku tak bisa melawan. Otak dan tubuhku kompak untuk menuruti semua perkataannya. Bahkan, saat ia menyerahkan gelas di tangan kanannya, aku menerimanya tanpa pikir panjang. "Alya. Namaku Alya."

"Alya. Nama yang cantik," gumamnya. "Minum itu. Itu akan membangkitkan seluruh kekuatan yang terpendam. Itu akan membantu kondisi jantungmu menjadi jauh lebih baik."

Aku mendekatkan gelas di tangan kananku pada wajah, lalu aku menatap isi gelas berwarna gelap pekat dan kental itu. Beberapa detik aku masih mengamatinya, seiring dengan semakin dekatnya tanganku membawa gelas itu mendekat pada bibirku. Hidungku dapat mencium aroma amis yang sangat menggoda. Otakku semakin kosong, pandanganku semakin terhalang oleh nafsu yang selama ini kutahan mati-matian demi menjaga sisi manusiaku. Aku ingin menolak, tapi aku tak bisa. Aku bergerak dengan sendirinya. Dan, detik berikutnya, aku telah menandaskan segelas darah yang meleleh di mulut bagaikan susu coklat.

Saat darah itu memenuhi lambungku, tubuhku mulai terasa panas. Panas yang bersumber di lambungku, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Mataku semakin gelap, otakku semakin tak bisa kukendalikan. Hanya sedikit harapan aku dapat melawan monster. Namun, aku tak tahu apa yang terjadi saat itu. Entah berapa lama, tapi aku seperti berada di dalam ruang hampa.

Aku rasa ini mimpi, atau mungkin alam bawah sadarku. Tapi, aku bisa merasakan segalanya dengan sangat jelas dan detil. Udaranya dingin, tapi bukan dingin yang menusuk sampai tulang, melainkan dingin yang mengancam dan membuatku merinding. Sekelilingku gelap, tapi bukannya aku tak bisa melihat apa-apa. Aku masih bisa melihat tangan dan kakiku dengan jelas.

"Hei."

Aku menoleh cepat ke arah suara yang terdengar seperti suaraku sendiri. Namun, suara itu bukannya datang dari dalam kepalaku, tapi dari belakang. Aku terkejut, tapi aku tak bereaksi berlebihan. Seorang perempuan yang wajah dan penampilannya sama sepertiku. Aku sampai berpikir bahwa aku sedang bercermin. Tapi, meski aku bergerak, perempuan itu tak melakukan hal yang sama. Bahkan, ia tersenyum padaku saat aku tak berekspresi apa-apa.

"Kamu aku?" tanyaku.

Dia mengangguk. "Aku monster-mu. Darah yang kamu minum adalah darah manusia. Lelaki narsis itu berbohong padamu kalau itu darah hewan." Ia terkekeh-kekeh. "Tapi, aku berterima kasih padanya. Aku bangkit berkatnya."

Aku menatapnya cukup lama, lalu aku mendekat dan mengangkat tangan kananku ke hadapannya.

"Apa?" tanyanya, sedikit terdengar sinis. "Mau ngajakin kerjasama? Mau kabur?"

A-TEARS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang