Air adalah benda pertama yang harus aku temukan. Aku tak ingat sudah berapa lama aku tertidur di tengah jalan di antara onggokan daging-daging busuk itu. Yang jelas, aku merasa telah kehilangan setengah berat badanku. Aku tak bisa merasakan massa otot di lengan dan pahaku. Yah, meski aku tak ingat seberat apa aku dulu.
Di antara bangunan-bangunan miring seperti Menara Pisa itu, pastilah ada kran yang mengeluarkan air. Aku tidak akan masuk ke dalam bangunan, terlalu berbahaya dan beresiko. Aku tidak mau mati konyol tertimpa bangunan dalam situasi seperti ini. Bagian depan pasti ada kran yang biasa dipakai untuk selang penyiram tanaman. Um... Aku tidak tahu dapat ingatan ini darimana, tapi aku merasa yakin tentang ini.
Gedung yang aku datangi adalah gedung milik LIPI. Aku hanya berjalan sampai melewati gerbang dan pos satpam. Terdapat kran di dekat pos satpam itu. Saat aku membukanya, yang kudengar hanya suara pipa kosong yang memgeluarkan udara. Aku menunggu sedikit lebih lama. Seperti ledakan air dari pipa tersumbat. Air cokelat berbau anyir besi berkarat keluar dengan deras. Jelas bahwa kran ini sudah lama tidak digunakan. Aku akan sakit perut jika meminum langsung air dari kran ini. Jadi, aku menunggu sekitar lima menit sampai air benar-benar jernih.
Kesegaran terasa sampai dada dan perut setelah menelan beberapa teguk air. Keringnya tenggorokan langsung teratasi saat itu juga. Tapi, kini aku merasa lapar. Hanya saja, dalam situasi seperti ini, aku yakin tak akan ada restoran yang buka. Mini market atau sejenisnya pasti sudah kosong oleh orang-orang yang datang untuk mengumpulkan persediaan makanan. Aku harap, aku tak mati kelaparan.
Aku hendak berbalik untuk pergi dari sana, mencari sesuatu untuk dimakan. Tapi, perhatianku teralihkan pada sekelabat bayangan di dalam pos satpam. Aku mengurungkan niatku dan berbalik. Kaca transparan dengan bagian dalam ruangan yang gelap memantulkan bayanganku sendiri yang membuat mataku terbelalak lebar. Aku mendekat demi memperjelas penglihatanku. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang aku lihat.
Rambut gelombangku begitu berantakan. Tapi, bukan masalah tatanan rambutku. Warna rambutku yang seharusnya cokelat gelap, kini menjadi putih sempurna seperti orang tua di atas 50 tahun. Mataku yang cokelat gelap pun berubah menjadi merah darah, benar-benar merah yang mengerikan seperti darah. Dan, satu lagi yang membuatku lebih tercengang. Taring yang panjang seperti taring hewan karnivora, panjang dan tajam, memang diperuntukkan untuk mengoyak mangsa.
Aku menarik sejumlah rambutku yang panjangnya sepunggung. Benar-benar putih seperti orang tua, bukan silver, bukan pula blonde seperti bule-bule. Aku mengangkat kedua tanganku yang berkulit sawo matang, rambut-rambut kecil di sana pun berwarna putih. Saat aku kembali bercermin, ternyata alisku juga putih. Ini tidak masuk akal.
Apa ini Sindrom Marie Antoinette?
Sekejap aku sadar, ini bukan masalah penampilan yang harus aku fokuskan. Taring! Benar. Kenapa aku punya taring sepanjang ini? Apa para monster dan zombi itu bisa mengubahku menjadi vampir? Tidak. Ini masih terang, dan kulitku tidak terbakar matahari seperti vampir dalam film-film yang entah bagaimana bisa kuingat.
Saat masih fokus pada penampilanku, aku mendapati sesuatu di balik kerah kemeja putih berlogo OSIS SMA. Aku menarik sedikit bagian itu, lalu menatap pantulannya di kaca. Bekas gigitan yang besar di sana. Aku hampir tercekat. Kapan aku mendapatkan luka mengerikan seperti ini? Aku sampai merabanya, tapi tak terasa sakit meski bekas darah ada di sana. Lukanya sepertinya sudah menutup, tapi meninggalkan jejak jelas.
Mau tak mau, aku pun memeriksa seluruh tubuhku. Terdapat luka gigitan pada lengan kiriku. Aku membuka semua kancing kemeja putih yang compang-camping dan banyak lubang koyakan ini. Apalah arti dadaku yang tak lagi tertutup oleh bra yang sudah hampir putus talinya. Terdapat luka gigitan di pinggang kananku. Aku bahkan menyincing rok abu-abuku yang sudah tak jelas bentuknya. Luka gigitan di paha kanan luar dan betis kiri. Aku babak belur begini tapi aku baik-baik saja. Dan, hanya satu pelaku yang bisa melakukannya.
Zombi dan monster!
Kesal dengan penampilanku yang buruk rupa ini, aku memukul kaca di depanku secara emosional.
PRANG!
"Hah?"
Bukan, bukan! Aku tidak bermaksud membuatnya pecah. Pukulanku pun pelan, apalagi aku tak punya tenaga karena tubuhku kehilangan setengah berat badanku. Aku menatap tanganku dengan bingung.
"Apa yang terjadi?" gumamku.
"Alya!"
Aku mengerjap cepat. Suara seorang laki-laki terlintas di kepalaku begitu saja. Seruan nama yang penuh kekhawatiran. Entah suara milik siapa. Tapi, aku merasa nama yang ia serukan sangat tak asing.
Apa itu namaku?
Aku memejamkan mata. Rasanya pening sekali. Lututku sampai lemas. Aku berlutut dan bersimpuh. Kedua tanganku meremat kepala dan menjambak rambutku. Aku tak bisa mengerang. Sakit sekali, seperti ada yang memaksa otakku keluar dari tempurung. Aku tak mengerti kenapa seperti ini. Ini tiba-tiba.
"Alya, lari!"
"Alya, jangan berhenti! Jangan nengok! Lari terus! Lari!"...
Mutasi adalah perubahan materi genetik atau DNA dan kromosom. Mutasi dapat diwariskan secara genetik pada keturunannya. Mutasi adalah perubahan acak yang bersifat merusak, tapi dapat menguntungkan pada lingkungan tertentu. Mutasi dapat terjadi akibat paparan tertentu, mungkin dapat diturunkan, mungkin tidak.
"Hah?!"
Aku membuka mata lebar-lebar. Pipiku basah oleh air mata dan keringat. Sesuatu pun mengalir dari hidungku. Saat aku menyekanya, ternyata itu darah. Tapi, tak lama. Hanya kuseka dua-tiga kali, darah itu sudah berhenti. Sepertinya ingatan barusan membuat kepalaku sakit. Ternyata, amnesia itu menyakitkan.
Entah bagaimana, aku seakan paham dengan semua ini. Aku pun baru sadar kalau aku bisa menanggapi situasi ini dengan sangat tenang, seakan aku sudah paham semuanya. Ini aneh, karena aku masih SMA. Tak seharusnya aku paham semua ini sampai bisa membuatku tenang.
Who am I?
Sindrom Marie AntoinetteKalau kalian pernah nonton Tokyo Ghoul, maka kalian tahu apa yang terjadi sama Kaneki, 'kan?
Yup, itulah Sindrom Marie Antoinette.
Sindrom itu terjadi dalam kondisi autoimun yang termasuk dalam salah satu varian alopesia areata, sehingga tubuh gagal menjaga pigmen rambut.Penyakit ini datang tiba-tiba, seperti kejadian Marie Antoinette dan Kaneki. Hal ini disebabkan oleh tingkat stres yang tinggi, sakit dan sedih yang berlebihan, dan emosi negatif berlebihan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Fiksi IlmiahZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...