Ia meminta kami memanggilnya Jay. Nama panjangnya adalah Jeremia Victor, lelaki berumur pertengahan 30 tahun yang memiliki pekerjaan sebagai pemadam kebakaran asal Kabupaten Bekasi. Ia dan teman-temannya pergi bersama menuju Surabaya, namun mereka diserang sejumlah zombi. Beberapa sudah berubah, beberapa berubah di kantor desa itu. Total, ia punya sepuluh orang teman perjalanan, dan hanya dirinyalah yang sampai saat ini bertahan hidup. Tentu saja ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Tentu saja ia merasa tak pantas hidup setelah gagal menyelamatkan teman-temannya.
Malam itu juga, kami meninggalkan Sukaresmi dengan pick-up empat pintu miliknya. Sayang, ternyata bensin yang ia miliki hanya mampu membawa kami sampai ke Semarang. Tapi, itupun bukan pusat kota. Kami masih sedikit kepinggir. Dan, sialnya, kami malah berhenti di depan kompleks pabrik besar di daerah Ngalian, Semarang. Malam dan pabrik bukan tempat yang bagus. Kami - tanpa Rei dan Jay - memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan.
"Cari rumah. Kita gerak begitu matahari terbit," ujar Kak Galaksi, seraya menarik tanganku untuk pergi menjauh dari kawasan pabrik. Ia membawaku ke arah utara.
"Hei! Lo serius?" sanggah Jay.
Kak Galaksi tak berhenti berjalan, hal itu membuat Jay mau tak mau menurut. Sejak kami berjalan bersama, Jay memiliki banyak perbedaan pendapat dengan Kak Galaksi. Dan, itu amat sangat tak bagus untuk suasana tim kecil kami ini. Dua lelaki yang sama-sama tak mau saling diatur. Dua lelaki yang sama-sama tak mau saling mengalah dan menganggap diri paling benar.
"Kalau satu pabrik punya seratus pekerja, bukannya kompleks pabrik jadi sarang zombi?" Itu Tante Nat, ia berbicara dengan lembut dan perlahan. "Aku, Galaksi, dan Alya. Kami pernah berhadapan dengan rombongan zombi di Karawang. Bahkan, di sana ada Zombizilla. Kalau nggak ada Alya, entah apa yang akan terjadi. Tapi, Alya sakit, jadi sebisa mungkin kami menghindari pertarungan melawan zombi," jelasnya.
Jay sebenarnya bukan orang yang keras kepala, ia hanya kaku dan tak suka dirinya disalahkan. Yah, aku merasa seperti itu saat melihatnya. "Kalau gitu, kapan kalian tiba di Surabaya kalau terus menghindari zombi -"
"Biar nggak mati!" potong Rei. "Om nyebelin banget, deh. Cerewet, ngalah-ngalahin Tante Nat. Kalau Om mau mati, sana! Udah bagus diselametin sama Kak Al."
"Bocah -"
"Ssh!" seruku.
"Ke-Kenapa?" tanya Rei yang menubrukku karena aku berhenti tiba-tiba.
Aku menatap Kak Galaksi, lalu berbalik menatap yang lainnya. "Ada zombie, 15. Sebagian Tipe II. Jangan berisik, oke? Ini malem, pergerakan kita sulit." Aku melirik sekilas menatap Jay, lalu aku berbalik kembali dan melanjutkan perjalanan kami mencari rumah.
Kami sudah seperti pencuri, harus berjalan sedikit mengendap-endap, tak boleh bersuara, tak boleh mengundang perhatian zombi di area pemukiman ini. Kami berjalan dan bersembunyi secara bergantian, berjalan saat aku memberi isyarat, berhenti saat aku memberi isyarat lainnya. Kami benar-benar harus berhati-hati. Aku mungkin akan baik-baik saja, tapi tidak dengan yang lainnya. Bertarung di malam hari tanpa pencahayaan sama seperti mencoba melawan kerumunan singa betina kelaparan.
Terdapat sebuah bangunan terbengkalai yang pekarangannya ditumbuhi rumput liar. Kak Galaksi memberi isyarat pada yang lainnya, dan kami pun bergegas masuk ke dalam pekarangan rumah itu dengan hati-hati. Selagi yang lainnya masuk menerabas sesemakan dengan gemerisik yang mengundang para zombi, aku berjaga dan memastikan bahwa tak ada zombi yang mendekat. Setelah itu, barulah aku yang masuk.
Rumahnya tentu saja berdebu. Barang-barangnya ditinggalkan begitu saja, berantakan. Sepertinya, pemilik rumah ini sangat panik dan tak sempat membawa barang-barang di rumahnya agar dapat langsung pergi. Aku bahkan menemukan seterika yang sudah terbakar, pakaian yang menumpuk, alat masak yang belum dicuci, dan lainnya. Meski begitu, tempat ini akan aman dari zombi, asalkan kami tak mengundang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-TEARS [COMPLETED]
Science FictionZombi dan monster bukan lagi sebuah mitos. Sekelompok teroris berhasil menciptakan senjata biologis yang mampu mengubah manusia dan hewan menjadi zombi dan monster. Tepat pada perayaan Tahun Baru 2021, dunia menghadapi krisis kemusnahan manusia dan...