Part 27🌼

13.8K 807 33
                                    

Happy Reading❤
¤¤¤¤

Syella tengah bersiap, ia akan menepati perkataannya bahwa hari ini ia akan melakukan kemoterapi. Diego mengatakan bahwa ia mengetahui tentang penyakitnya dari dokter Radit. Syella juga baru menyadari bahwa kemarin dirinya dirawat di rumah sakit dimana Radit bekerja.

Syella melangkahkah keluar, ia tersenyum miris melihat rumah yang hanya terdapat dirinya. Selalu saja ia sendiri.

"Mau kemana kamu?!" tanya Dian, yang baru memasuki rumah.

"Ma-mau kerja ma."

"Kerja apa?" Dian menatap Syella remeh.

"Pelayan di cafe," ucap Syella tersenyum. Setidaknya ia mendapat pekerjaan bukan?

"Pelayan? Gajinya kecil, mau buat apa!" Dian mendorong pundak Syella.

"Saya gak mau tau, kamu cari pekerjaan yang gajinya besar!"

"I-iya ma, nanti Syella cari tambahan pekerjaan."

"Yaudah sana pergi!"

Syella dengan cepat melangkahkan kakinya keluar rumah. Di hari sabtu, seharusnya ia menikmati hari liburnya seperti yang lain. Tapi tidak, Syella harus tetap bekerja dan melewatkan hari liburnya.

Syella berjalan kaki, menyusuri jalan yang menuju ke arah cafe dimana ia bekerja. Jaraknya tidak terlalu jauh, itu salah satu yang membuat Syella senang karena tidak perlu memakai kendaraan.

"Syella."

Syella menoleh, mendapati Diego di depan cafe yang duduk santai di atas motornya. Syella melangkah mendekat. "Kenapa kak?"

"Lo gak inget?" Syella berpikir keras, apa yang di maksud Diego.

"Oh iya, tapi aku harus kerja dulu."

"Gausah, gue udah ijinin."

"Tapi kan gaenak kak, masa baru kerja udah ijin," ucap Syella merasa tak enak.

"Gak pa-pa, udah ayok gausah banyak alesan."

Syella menghela nafasnya lalu mulai menaiki motor Diego setelah memakai helm. Diego mulai melajukan motornya membelah jalanan.

Diego berjalan berdampingan bersama Syella memasuki rumah sakit. Syella sudah tak asing lagi dengan tempat ini.

"Hai Syella, apa kabar?" tanya Radit.

"Seperti yang anda lihat."

Radit terkekeh, ia tahu mengapa Syella berkata jutek. "Udah siap kemo?"

Syella mengangguk pasrah. "Iya."

"Semangat Syella!" ujar Diego menyemangati. Syella tersenyum lalu melangkah mengikuti Radit.

Dua jam Diego menunggu dengan sabar, bahkan ia tak peduli walau waktunya terbuang dengan sia-sia.

"Gimana dok?" tanya Diego pada Radit.

"Syella lagi istirahat, kamu boleh masuk, saya percaya kamu bisa menjaganya." Radit berlalu meninggalkan Diego.

Diego memasuki ruangan Syella, menatap Syella yang terbaring. Dengan langkah pelan ia duduk di samping brankar. "Lo harus sembuh."

Diego mengangkat tangannya hendak menyentuh rambut hitam Syella. Ia menemukan helaian rambut Syella yang rontok, dengan cepat ia membuangnya, Diego tak mau Syella melihatnya, takutnya hal itu bisa membuat Syella sedih. Bukankah rambut adalah salah satu mahkota berharga bagi seorang perempuan.

Syella terbangun membuat Diego menghentikan aktivitasnya. "Gue ganggu lo ya?" Syella menggeleng lemah.

"Mau apa?" Syella kembali menggeleng.

Sofferenza [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang