Happy Reading❤
¤¤¤¤Dokter dengan balutan seragam hijau menghela nafas sekejap. "Maaf..."
Diego menatap lurus, hanya mendengar kata 'maaf' saja ia sudah tau apa yang terjadi. Ia tau kelanjutan dari kata itu. Diego menggeleng, tubuhnya melemas, matanya memerah bersiap mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya.
"Ga-gak mungkin." Diego menggeleng cepat.
"Maaf, kami gagal. Pasien meninggal dunia, pada hari, Rabu, 31 Maret 2021 pukul 21:00 WIB. Kami turut berduka cita, kami akan memindahkannya keruangan lain." Dokter tersebut melangkah menjauh, memberikan waktu agar mereka bisa menerima kenyataan.
"Gak mungkin." Dian menitikkan air matanya, wanita itu membuntuti Suster yang memindahkan jenazah putrinya, Syella.
Diego, laki-laki itu terdiam dengan pandangan kosong. "Ke-kenapa lo ninggalin gue Syel? Kenapa?!" Diego bersimpuh, air matanya sudah menetes sedari tadi.
▪▪▪▪
"Bangun! Kamu mau saya tampar?! Bangun! Dasar anak pembawa sial!" Dian mengguncang tubuh Syella, ia menatap wajah pucat pasi milik Syella.
"Kenapa kamu gak bilang kalo kamu punya penyakit ini! Kamu mau jadi sok kuat?!"
"Bangun! Saya bilang bangun! Saya sudah besarin kamu susah payah, dan kamu harus balas semua itu! Jadi kamu harus bangun!" Dian mengusap kasar cairan bening di pipinya.
"Kamu mau buat saya menyesal atas perlakuan saya selama ini? Ya, kamu berhasil! Saya menyesal, itu kan yang kamu mau? Kamu harus bangun, bangun buat Mama..." Dian terisak pilu, ia mengingat jelas perlakuan kasar yang selalu ia berikan pada gadis di depannya.
"Mama janji akan selalu ada buat Syella, Mama janji gak akan ungkit masalalu lagi, Mama janji buat ajarin Syella belajar naik sepedah, Mama janji akan peluk Syella erat, Mama akan suapin Syella saat makan, pokoknya Mama akan turutin semua keinginan kamu. Tapi kamu harus bangun. Maafin Mama..."
"Dia gadis yang baik Tante, jadi seburuk apapun perilaku Tante dulu, pasti Syella maafin," ucap Diego yang berada di ambang pintu. Pria itu hanya mendengar bagian dimana Dian meminta maaf.
"Kamu, kamu temennya gadis ini kan? Suruh dia bangun, dia gak boleh pergi." Dian menatap Diego penuh harap.
"Saya gak bisa Tante." Diego menunduk dalam menyembunyikan kesedihan.
"Putri Mama harus bangun, putri Mama kan kuat, ayo bangun. Nanti kalo kamu bangun, Mama ajak kamu jalan-jalan kemana pun. Hanya berdua, atau kamu mau sama Papa kamu juga? Nanti Mama bilang sama Papa juga. Tapi kamu harus bangun." Dian memeluk tubuh Syella erat. Bahkan pelukan itu, pelukan pertama yang Syella dapat.
"Ayo bangun. Bangun gadis kuat," ucap Dian yang masih terisak, bahkan suara tangisannya memenuhi ruangan.
Diego tak sanggup mendengarnya lagi, laki-laki itu melangkah keluar.
"Maafin, maafin Mama..."
Cairan bening keluar dari pelupuk mata gadis yang sedang terpejam.
Dian memandang mata Syella tanpa kedip. "Dokter!"
Tanpa pikir panjang, Dian berdiri dan berjalan keluar. "Dokter!"
"Ada apa?" tanya dokter yang sudah berdiri dihadapan Dian. Diego yang sebelumnya duduk dikursi tunggu berjalan mendekat.
"Anak saya! Tadi dia mengeluarkan air mata."
Dokter tersebut mengangguk dan langsung melangkah untuk memeriksa pasien. Namun tak lama dokter kembali.
"Bagaimana Dok?"
"Maaf, itu hanya respon terakhir dari pasien."
▪▪▪▪
Diego menatap gundukan tanah didepannya dengan sendu. Jika Diego bisa, ia berharap bahwa ini hanyalah mimpi.
"Hai, lo udah bahagia ya? Lo udah gak ngerasain sakit lagi kan? Lo pasti seneng ketemu Kakak lo disana." Diego mengelus batu nisan yang bertuliskan nama orang yang mengisi hari-harinya akhir-akhir ini.
Suasana pemakaman sudah sepi, orang-orang sudah pergi. Termasuk Dian, wanita itu pulang bersama Rini. Tak banyak yang mendatangi pemakaman gadis ini, karena memang Diego menyembunyikan kabar kematian Syella dari anak-anak SMA Trisakti.
"Gue seneng lo bahagia, tapi kenapa lo harus pergi? Gue salah, harusnya lo gak usah lakuin operasi itu, semuanya salah gue Syel, salah gue..."
"Lo tau Syel, gue cinta sama lo. Awalnya setelah lo putus dari Arya, gue pikir gue bisa buat lo jatuh cinta sama gue. Gue pikir masih ada kesempatan buat gue, tapi sekarang?" Diego menghela nafasnya, mengusap cairan bening di pipinya. "Sekarang gak ada lagi kesempatan buat gue ya? Kita udah beda."
"Lo orang pertama yang bikin gue jatuh cinta, dan lo juga orang pertama yang buat gue tau rasanya kehilangan orang yang gue sayang."
"Jangan lupa datang ke mimpi gue ya? Se-enggaknya dengan itu, bisa ngobatin rasa kangen gue."
"Gue pergi, bahagia selalu Syella, makasih waktunya. Selamat tinggal." Diego mengecup singkat batu nisan gadis itu, sebelum benar-benar melangkah pergi.
Dan ya..
Gadis itu benar-benar pergi.
Dia tersenyum untuk terakhir kali.
Dia pergi membawa semua lukanya.
Gadis yang selalu menampilkan senyuman, sudah tiada lagi.
Dengan kepergiannya, mungkin akan membuat semua orang menyesali perbuatannya.
Penyesalan yang mereka alami tak akan pernah sepadan dengan semua deritanya.
Dia terluka dan juga kecewa.
Ini yang semua orang inginkan, dia pergi untuk selamanya.
Selamat jalan Syella Luvena, gadis dengan sejuta senyuman.
🍰TBC🍰
803 word.
Maaf kalo feel nya gak dapet ^ ^
Tinggalkan jejak untuk part ini.
Masih ada part selanjutnya..
See You🍃
Jum'at, 02 April 2021🍃
Salam dari,
hrlnmnca~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sofferenza [END]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca🤗] Jika keluarga berpotensi menorehkan luka, lantas apa gunanya rumah yang kalian sebut sebagai tempat berbagi suka duka? ____________ Sofferenza dalam bahasa Italia yang memiliki arti penderitaan. Penasaran sama cerita...