Happy Reading❤
¤¤¤¤"Saya mau bicara sama kamu."
Syella terperangah. Dian tak pernah mau berbicara dengannya, kecuali saat memarahinya. Syella tersenyum kecil lalu mengangguk.
"Suami saya mau pindah kesini, dan kamu! Jangan bikin malu saya."
Syella mengernyitkan alisnya, tunggu apa? Suami? Maksudnya siapa? Bukankah Dian sudah bercerai dengan Bram?
"Suami?"
"Ya, saya sudah menikah lagi."
Syella mengangguk sembari tersenyum, tak apa, jika dengan itu Dian bisa bahagia kenapa tidak.
"Hari ini kamu gak usah sekolah." Syella kembali mengangguk.
Bel rumah berbunyi, dengan cepat Dian membuka pintu rumahnya dan nampaklah seorang laki-laki paruh baya yang menggunakan jas.
"Mas, ayo masuk." Laki-laki itu mengangguk.
"Nama saya Jovan, kamu Syella anaknya Dian?"
"Iya."
"Kamu seumuran sama putri saya, kamu sekolah dimana?"
"Sma Trisakti."
"Wah kebetulan, putri saya juga sekolah di sana."
Syella tersenyum, itu berati Syella akan mempunyai Saudara tiri kan? Jika kebanyakan orang tak menyukai saudara tiri, berbeda dengan Syella.
"Anak kamu dimana?" tanya Dian.
"Masih di jalan."
Semua pasang mata menoleh kala pintu rumah terbuka, terdapat seorang gadis yang cantik. Senyuman dari bibir Syella memudar kala mengetahui siapa gadis itu.
"Iren?"
Jovan menoleh kearah Syella. "Kamu mengenal anak saya?"
Syella mengangguk ragu. Tak mungkin Syella tak mengenal Iren, perempuan yang merebut sahabatnya dan juga kekasihnya, lalu sekarang?
Iren tersenyum sinis, namun tak ada yang melihatnya. "Syella? Lo anaknya Mama Dian?"
Syella saja tak boleh memanggil Dian dengan sebutan Mama, sedangkan Iren? Syella ingin mengakui satu hal sekarang, Syella iri.
"Iya."
"Wah, bagus dong berati kita saudara." Iren merangkul bahu Syella seperti sudah akrab dengannya.
Jovan tersenyum melihat kedekatan mereka. Sedangkan Dian, ia terlihat tak suka saat Iren dekat dengan Syella.
"Udah, Iren kamu mandi dulu ya setelah itu kita keluar makan-makan bareng."
Iren mengangguk. "Siap Ma, Iren mandi dulu."
Dian terkekeh melihat perilaku Iren. Syella menatap Dian tak percaya, bahkan Dian tak pernah senyum saat bersamanya.
Iren bersiap, memakai polesan make up dan gaun hitam diatas lutut. Iren keluar, menemui Dian.
Syella juga keluar dengan gaun putih namun dengan panjang dibawah lutut dan polesan make up yang tipis.
Dian tersenyum melihat Iren yang nampak cantik di matanya. Senyumannya hilang saat menatap Syella, Dian menarik tangan Syella menuju kamar.
"Kamu mau kemana?!"
"Syella mau ikut Mama." Syella tersenyum namun senyuman itu membuat Dian muak.
"Siapa yang ajak kamu! Kamu gak usah ikut! Saya gak mau pergi sama pembunuh!"
"Tapi Ma--"
"Kamu berani membantah saya?!" Dian mendorong bahu Syella kuat hingga punggungnya terbentur pinggiran kasur, ringisan keluar dari bibir kecilnya.
"Saya benci kamu." Dian menginjak telapak tangan milik Syella, hingga membuat jari-jarinya memerah. Syella meringis kesakitan karena injakan itu.
"Bilang kalau kamu gak mau ikut!" Dian beranjak pergi, tapi sebelumnya ia menendang kaki Syella kuat.
Syella tersenyum miris, kejadian kala itu membuat Dian benar-benar membencinya. Bolehkah ia menangis sekarang? Hatinya terasa sesak kala sang Ibu lebih menyayangi Iren yang baru ia temui.
"Syella kemana?" tanya Jovan.
"Dia tidak ikut, mau tidur katanya," balas Dian.
"Baiklah, mari kita pergi."
Syella menatap punggung ketiganya yang sudah berjalan menjauh. Sungguh mereka seperti keluarga yang sangat bahagia, tak dapatkah Syella mendapatkan secuil kebahagiaan.
"Tuhan, kenapa kau tak adil padaku?! Aku ingin seperti yang lainnya, mereka punya keluarga yang sayang pada anaknya. Aku tak menyalahkan Mu, aku hanya ingin bertanya."
"Apa jika aku mati Mama akan bahagia? Jika jawabannya iya, aku mohon ambil nyawaku Tuhan."
Syella tak kuasa menahan air matanya. Ia pergi ke kamar mandi, menyalakan keran dan mengguyur tubuhnya.
▪▪▪▪
Disisi lain keempat laki-laki tengah berbincang membahas soal gadis, mereka tak membolos, ini memang sudah jam istirahat.
"Ar, lo masih pacaran sama Syella kan?" tanya Adit dengan menghisap benda yang ada di sela jari tengah dan telunjuknya.
"Hm."
"Tapi lo kemana-mana sama cewek gatel itu."
Dengan cepat Arya menoleh menatap Adit tajam. "Dia bukan cewek gatel!"
"Terus apa dong? Cewek uler?"
Bugh!!
Arya memberikan Adit pukulan tepat di pelipisnya. "Jangan pernah lo hina Iren!"
"Huh, bahkan lo belain dia? Lo gak inget apa yang dia lakuin dulu?!"
Arya mengalihkan pandangannya, tak mau membahas hal itu. Pembicaraan itu terlalu sensitif untuknya.
"Ar lo terlalu peduli ke Iren. Lo gak mikirin perasaannya Syella? Dia cewek bro, cewek mana yang gak sakit hati saat pacarnya deket sama cewek lain?" Eza memberi nasihat pada sahabatnya.
"Kenapa gue harus peduli sama Syella?" Arya mengernyitkan alisnya.
"Karena Syella pacar lo!"
"Kalian gak inget--"
"Ya ya ya, gue inget. Syella cuma jadi pacar lo selama tiga bulan. Tapi lo pikirin perasaannya Syella juga dong, di embat Diego tau rasa lo!" ujar Adit melirik Arya malas, saat membahas masalah Syella pasti dia yang akan disalahkan.
"Gue ngerasa Syella cocok sama Diego," ucap Vino menambahi. Vino sengaja melakukan itu untuk memanas-manasi Arya. Dia tau Arya memiliki sedikit perasaan untuk Syella, hanya saja Arya terlalu bodoh untuk menyadari itu.
"Lagian Syella anak baik-baik, Diego juga baik, bahkan dia jadi Ketos."
"Maksud lo apa hah! Gue brengsek?!"
Vino menghedikkan bahunya. "Gue gak bilang gitu, lagian lo kenapa marah? Bukannya lo gak suka Syella?"
"Tapi dia tetep pacar gue!"
"Ngakuin juga lo. Lo suka kan sama Syella?"
"Gue gak suka sama dia! Dan gak akan pernah!"
🍰TBC🍰
867 work.
Vote🌟 & Komen💬
Next?👉
See You🍃
Kamis, 04 Maret 2021🍃
Salam dari,
hrlnmnca
KAMU SEDANG MEMBACA
Sofferenza [END]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum membaca🤗] Jika keluarga berpotensi menorehkan luka, lantas apa gunanya rumah yang kalian sebut sebagai tempat berbagi suka duka? ____________ Sofferenza dalam bahasa Italia yang memiliki arti penderitaan. Penasaran sama cerita...