5| Syarat

38 12 80
                                    

-Terkadang hanya untuk bisa memenangkan hati seseorang kamu juga perlu berjuang-

***

Metari bangkit berdiri, memilih meninggalkan UKS. Aroma mie ayam yang tadinya berhasil menggugah rasa lapar, kini sudah tidak mampu menarik minatnya hanya sekedar mencicipi. Gadis itu betah melangkah menuju taman dekat UKS. Tidak banyak orang di teman itu, namun setidaknya di bawah pohon mahoni ia bisa menyembunyian rasa sesaknya.

Langsung saja ia mendaratkan bokong di salah satu bangku kayu. Ditatapnya lama mie ayam dan es jeruk kesukaan Baruna. Sudut bibirnya tersenyum getir, mengingat Yessy yang dengan leluasa bisa memeluk Baruna, tanpa penolakan atau pun bentakan yang Baruna lontarkan.

Ia memang banyak tahu tentang Baruna tapi tidak dengan pria itu. Bila diingat-ingat hatinya bertambah sesak.

Memang benar ya patah hati sesakit itu.

Metari masih betah menatap lurus ke arah UKS, dari duduknya ia bisa melihat dengan jelas Baruna yang tersenyum begitu hangat, meski nyatanya senyum itu tidak pernah ia dapatkan dari Baruna. Sesaat pandanganya Baruna dan Metari terkunci namun dengan cepat Baruna memilih untuk memutus pandangan mereka. Lebih menyakitkan Baruna memilih untuk menutup gorden. Metari masih betah menatap, tersenyum getir, masih tidak berniat mengakhiri aksi bodohnya.

***

Angkasa yang berdiri di dekat balkon kelas, membuang napas malas, dari tempatnya ia bisa melihat Metari duduk sendiri di bawah pohon mahoni. Ia ingat betul, gadis itu ingin menemui Baruna namun entah kenapa malah duduk di sana, merusak pamandangan saja.

"Ngapain itu bocah duduk disana sendirian?" celetukan itu berhasil membuat Angkasa menoleh.

Ia mendengus pelan mendapati Carel tengah menggulung buku yang awalnya ia gunakan mengipasi diri menjadi bentuk teropong melihat ke arah taman dekat UKS. Deffan yang sibuk memakan mie lidi kini ikut-ikutan melihat ke arah taman.

"Lah, gak takut kesambet tu orang?" cetusnya pelan.

"Kasihan juga ya Metari, suka sama Baruna, sampai sebegitunya,"

"Dia aja yang bego," ucap Angkasa sarkas. Pria itu langsung pergi setelah mengatakan kaimat itu. Carel dan Deffan hanya bisa terperangah melihat kepergian Angkasa. Sama sekali tidak berniat mengejar.

***

Dengan langkah cepat Angkasa pergi ke UKS ia tahu betul Baruna pasti masih ada disana. Jujur saja ia sendiri malas jika sudah ikut campur dengan permasalah Baruna, tapi hatinya juga tidak bisa menerima jika Baruna terus-terusan mengabikan Metari. Rasa bersalah Baruna seolah berpindah dalam dirinya, terkadang ia juga merasa malu dengan Metari bagaimana pun gadis itu selalu mau membantu dirinya menyelesaikan tugas lukis. Lebih parahnya otaknya terus saja teringat dengan kalimat Carel.

-Dendam cewek yang patah hati itu seram banget-

Angkasa semakin mempercepat langkah, jemari tebal pria itu membuka kasar pintu UKS. Yessy terkejut, namun Baruna tidak. Sudut bibir Angkasa tersenyum miring, ia tidak melihat Yessy seolah gadis itu tidak ada di sana.

"Angkasa elo buat-"

"Gue mau ngomong sama elo," potong Angkasa cepat. Pandangannya menatap lurus Baruna yang betah menyandar pada tembok.

"Ngomong aja,"

"Tapi gue gak mau ada orang lain di sini?" sarkas Angkasa cepat. Baruna berdecak menahan kesal.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang