Kamu tidak pernah tahu, dengan siapa kamu berakhir.
***
Baruna masih betah memilih diam meski teman-temannya menyuruh untuk mengobati luka di lekukan jemari. Ia tidak mengatakan apa pun, namun Angkasa yakin ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Baruna tetap diam, membuang muka setiap kali ada yang bertanya akan luka di lekuk jemarinya.
"Elah Bar, gue tau elo kuat, kuat banget malah, tapi ni y ague kasih tau luka itu jangan di pelihara nantik nyusahin diri elo sendiri," celetuk Carel yang tengah menikmati syomai yang baru saja ia pesan.
"Kenapa lagi lo Bar, cerita sama kita," sela Deffan yang kini ikut menimpali. Masih sama Baruna tetap diam, memilih menatap dalam syomai yang sama sekali belum ia sentuh.
"Elo kaya gini gara gara Metari?" Baruna tersenyum kecut mendengar tuturan Angkasa. Lewat guratan wajahnya saja Angkasa tahu Baruna seperti itu karena Metari.
"Lah itu oranganya," celetuk Carel meyadari Metari baru saja memasuki pintu kantin. Baruna menoleh, memilih membuang muka ketika Metari melempar senyum tulus.
"Ta, sini gabung," ajak Angkasa semakin membuat Baruna diam. Pria itu masih betah mengalhkan pandang sampai Metari berdiri di dekan meja mereka.
"Gue-" kalimat Metari terpotong.
Ia langsung diam mendengar bangku yang sengaja di dorong kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Baruna bangkit berdiri melangkah meninggalkan tempat itu. Dia bahkan tidak melihat Metari seolah gadis itu memang tidak ada.
"Sa gue pergi dulu ya," pamit Metari canggung memilih pergi meningalkan mereka.
**
Metari melangkah cepat mengikuti Baruna, meneriaki nama pria itu namun tetap saja Baruna enggan untuk berhenti. Di tatapnya dalam luka yang masih terlihat dalam lekuk jemari pria itu. Metari semakin mempercepat langkah berusaha mengimbangi langkah pria itu.
"Lukanya kenapa enggak elo obatin," tanya Metari cepat membuat Baruna tersenyum kecut. Pria itu tidak menjawab memilih menabrak pundak Metari sampai gadis itu kehilangan keseimbangannya.
"Obatin dulu luka elo Bar," cetus Metari membuat Baruna menatap jengah. Sudut bibirnya tersenyum samar.
"Elo siapa? Sok ngatur-ngatur,"
"Pacar bukan, gebetan juga bukan--"
"Lupa kalau gue mantan lo?!" potong Metari mengingatkan.
Baruna tetap tidak mendengarkan pria itu memilih melangkah meninggalkan Metari yang terlihat seperti gadis bodoh.
***
Pulang sekolah hujan turun derasnya. Baruna masih terlihat mengatup bibir sejak pagi tadi, pria itu memilih untuk pulang lebih awal dari Angkasa yang katanya ada taruhan game online bersama Deffan dan juga Carel.
Lorong koridor yang telah terlihat lengang, membuat Baruna berjalan cepat di lorong itu. Niatnya ingin cepat-cepat pulang sebelum hujan semakin deras. Langkah Baruna berhenti tepat di depan loker berniat mengambil mantel hujan. Ia membuang napas pelan, menatap dalam plester luka yang tergeletak rapi di dalam loker lengkap dengan selembar kertas yang tertempel di pintu loker.
Gue minta maaf kalau kata-kata gue tadi pagi bikin elo tersinggung, setidaknya obatin luka elo:"
Salam hangat:
Mantan
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Teen Fiction#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...