Kadang perasaan ini tak bisa aku tahan lebih lama, lantas berikan aku sedikit ruang.
***
Metari menunduk menatap dalam senar gitar itu. Sudut bibirnya tersenyum samar lalu kembali menatap lekat manik Angkasa.
Gadis itu menarik napas dalam, membuang perlahan, sementara Angkasa pria itu menautkan alis sedikit penasaran dengan cerita Metari.
"Maksud lo Baruna yang dulu?" sekali lagi Angkasa mengulang kalimatnya.
"Iya Sa, dulu waktu gue kelas tujuh,"
"Oh waktu SMP gue emang gak satu sekolah sama Baruna, mama sengaja misahin kita biar kita berdua bisa berbaur sama yang lain," balas Angkasa pelan mengingat masa itu. Kembali ia menyuap salad buah yang tinggal setengah, membiarkan Metari kembali bercerita.
Jika seperti ini Angkasa seperti teman curhat yang paling baik.
"Iya dulu waktu SMP gue murid pindahan, cuma kelas tujuh semester awal, itu pun cuman tiga bulan aja bareng sama dia, terus semester genap gue pindah lagi, itu juga karena Papa kerjanya pindah-pindah. Dulu Baruna pernah bilang gue itu cantik tau, padahal gue gak cantik, maksud gue sekarang lebih cantik dari yang dulu, tapi sekarang Baruna malah bilang gue gak cantik sama sekali," resah Metari terus bercerita, mengingat masa lalunya.
Terkadang masa lalu tidak untuk dilupakan, namun dikenang, agar dimasa depan kita bisa menjadi versi lebih baik dari diri kita yang dulu.
Angkasa masih betah menanggapi. Pria itu menatap lekuk wajah Metari. Guratan tipis di sudut bibirnya sama sekali tidak pernah pudar.
"Terus?" ujar Angkasa pelan. Pria itu seolah ingin mendengar cerita Metari lebih banyak.
"Baruna itu selalu jagain gue, dia selalu nemenin gue kemana pun soalnya dulu gue suka diganggu sama anak cowok, dia juga pernah meluk gue waktu anak-anak cowok lemparin tomat ke gue." Angkasa sempat tersedak, namun sebisa mungkin menahan tawa agar tidak pecah.
"Gak nyangka gue Baruna sepahlawan itu," kagum Angkasa sampai menggeleng pelan.
"Tapi kenapa elo ditimpugin tomat?"
"Udah gue bilang kan karena gue gak cantik, tubuh gue dulu lebih besar dari Baruna. Mereka ngatain gue babi," sedikit resah Metari menjelaskan.
Angkasa tanpa sadar langsung membayangkan betapa besarnya tubuh Metari sampai-sampai dikatai seperti babi.
"Tapi Baruna bilang gue itu babi putih yang paling cantik, so sweet gak tuh?" Angkasa tersedak untuk kali kesekian.
Ia menelan kasar kunyahannya, tidak percaya dengan apa yang Metari bilang. Ia tidak langsung merespon, namun mengerjap beberapa kali memastikan jika Metari tidak berbohong, sedikit pun Angkasa tidak menemukan sorot kebohongan di mata Metari. Tatapan gadis itu sendu dengan senyum manis yang semakin mengembang.
"So sweet banget kan Sa?"
"So sweet, tapi miris, kaya gak ada nama lain aja." Metari hanya tersenyum tulus menanggapi, entah kenapa ia jadi rindu mendengar Baruna memanggilnya babi putih.
"Oke gue simpulin elo suka sama Baruna sejak SMP karena dia selalu jadi pahlawan elo, begitukan? Meskipun pertemanan kalian terbilang singkat"
"Iya serah lo deh mau nganggep apa," balasnya cepat.
"Dulu gue pernah diet ketat, biar kalau ketemu Baruna dia bisa suka sama gue dan gak malu-maluin, gue selalu berharap bisa ketemu lagi sama Baruna, sebut saja jodoh, gue bisa satu SMA sama Baruna lagi," sambung Metari jujur, ia masih ingat dengan jelas saat ia menjaga pola makan, dan mati-matian untuk tidak mengonsumsi cokelat dan ice cream agar berat badannya bisa turun. Rutin merawat wajah agar jerawat tidak tumbuh di wajahnya, itu juga sering menggunakan masker rambut agar rambunya tetap lembut dan harum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Teen Fiction#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...