Tidak masalah jika aku dikecewakan, asalkan bukan aku yang mengecewakan.
***
Baruna tidak langsung meninggalkan rumah Metari. Ia mengintip lewat celah kecil di pagar. Pagar itu sudah terlanjur Metari kunci, memanjat pun rasanya tidak mungkin. Pagar itu terlalu tinggi, ditambah tembok yang sama tingginya tidak mungkin ia panjat, satu-satunya cara ia harus mengintip, berharap bisa mendengar kejadian di dalam sana.
“Pa jangan lakuin itu pa,” pekikan itu terdengar samar. Baruna semakin penasaran ia yakin itu suara Metari. Tapi apa yang gadis itu lalukan. Tak hanya pekikan itu, kini mulai terdengar suara pecahan lagi.
Baruna semakin penasaran, apa yang terjadi di dalam sana.
Ting...
Dering ponselnya terdengar mengudara, langsung saja ia merogoh saku celana mengambil benda pipih yang terselip di dalam sana. Panggilan dari Angkasa.
“Halo,”
[Elo dimana]
“Baru aja nganterin Metari pulang,”
[Kalau gitu sekarang pulang, Mama khawatir sama elo]
“Iya nanti,”
[Sekarang Bar,]
“Elo itu selain tukang ngadu, juga suka ngatur-ngatur gue ya,”
Setalah mengatakan itu Baruna langsung memutus panggilan secara sepihak. Ia menatap ke dalam rumah itu, kegaduhan di dalam sana masih terdengar. Menolong pun juga tidak bisa, ia juga tidak begitu dekat dengan Metari dan tidak baik mencampuri urusan gadis itu. Baruna kembali menyalakan mesin motor, memilih meninggalkan tempat itu.
***
Dalam rumah itu, Metari betah sesenggukan, punggungnya sampai bergetar menahan isak. Gadis itu bersandar pada dinding, rasa dingin dari dinding sudah tidak bisa ia rasakan lagi. Perih di hatinya terasa begitu pelik.
Dulu hal yang selalu ia nantikan kepulangan ayahnya-Abian. Metari akan sangat senang, namun tidak untuk kali ini. Pulangnya Abian sudah seperti mimpi buruk, ia sampai hafal apa yang akan terjadi jika Abian memilih untuk pulang ke rumah. Selama ini Abian memang memilih tinggal di flat dekat kantornya.
“Papa boleh sakitin aku, tapi jangan sakitin mama,” lirih Metari perau. Gadis itu terlihat semakin kacau, air matanya sudah berlinang, dadanya semakin lama terasa sangat perih.
“Hanya kau yangku sayang,” ucap ibunya penuh sesak. Metari hanya bisa diam, melihat kedua orang tuanya. Ayahnya yang terlihat marah dan ibunya yang terlihat lemas. Wajah ibunya sampai pucat pasi.
Kalimat yang baru saja terlontar selalu ayahnya katakan pada ibunya. Fakta yang sangat menyakitkan Metari harus bisa menerima kenyataan jika ayahnya mengancurkan keluarga itu.
“Ma cukup, Ma cukup, Metari mohon,” lirihnya memohon. Matanya tidak henti-henti mengelurkan air mata.
“Kau punya banyak uang, jadi bebas melakukan apa pun, dimana wanita itu ha? Dasar jalang!”
Metari berhasil dibuat kelu, hatinya ikut berdesir, namun Abian memilih untuk diam, mengabaikan istrinya-Clara. Merasa diabaikan Clara melempar gelas kaca yang berada di dekatnya. Sebisa mungkin Abian memilih untuk diam, geretakan giginya sampai terdengar, jemarinya sudah terkepal begitu kuat, menahan emosi yang berhasil meluap-luap.
“Hanya aku yang bisa memuaskanmu di ranjang,” teriak Clara dalam isak. Abian masih betah diam, masih berusaha menahan emosi agar ia tidak kehilangan kontrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Teen Fiction#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...