58| Pembelan Baruna

21 5 1
                                    

Jika dia sudah membencimu, maka semua kebaikanmu hanya lah omong kosong semata.

***

Satu minggu setelah sidang perceraian.

Metari memilih duduk di joglo rumah, menikmati secangkir the cemomile hangat di tengah hujan senja ini. Jemari lentiknya masih memetik senar gitar—gitar Angkasa yang belum juga ia kembalikan.

Dari sini ia bisa melihat Clara yang tengah memasak dengan rambut yang di gulung rapi. Wanita itu tidak lagi terlihat sedih, hampir seminggu ini Lanang selalu berhasil membuat pikiran Clara teralihkan. Metari senang melihatnya setidaknya Clara tidak lagi memilih mengurung diri dalam kamar.

Percikan air hujan berhasil membuat Metari menoleh, menggerutu mendapati Lanang memilih duduk di sebelahnya.

“Bengong aja lo,” cetus Lanang sedikit sewot. Metari masih belum mengalihkan pandang dari Clara, gadis itu masih tersenyum membuat Lanang mengikuti arah pandangnya.

Menghela napas berat, sampai akhirnya Lanang lagi yang memilih memecah keheningan.

“Gue seneng liat Mama kaya gitu Ta,” cetus Lanang lembut. Metari yang mendengar tersenyum manis.

“Sama, mungkin bener pisah sama Papa, buat Mama jauh lebih baik,” balas Metari masih betah mengukir senyum.

“Gue pernah bilang kan Ta, sejak Abian gugat cerai Mama, elo sama Mama jadi tanggung jawab gue,” sendu Lanang masih betah menatap Clara yang terlihat sibuk kala itu. sudut bibir Lanang tertarik kembali memperlihatkan seulas senyum.

“Menurut lo gimana kalau gue yang ngurus perusahaan Mama?” cetusnya pelan.

Metari diam, perlahan menoleh menatap lekat manik Lanang. Pria itu masih betah mempertahankan senyumya, membalas tatapan tidak percaya yang Metari tunjukan.

“Elo?”

“Ya gue mau ngurus perusahaan Mama, gue udah hubungi pak Ridwan buat ngajari gue, gue janji, ga akan main-main,” tegas Lanang berusaha meyakinkan Metari.

“Tapi elo belum lulus kuliah—“

“Gue bakal belajar atur waktu, gue juga bakal ngejar mata kuliah gue, sebisa mungkin gue berusaha buat bantu perusahaan Mama, gue tau elo ragu sama gue, tapi gue pingin ngurus perusahaan Mama, setidaknya gue buat Mama bangga, gu—“

“Gue percaya,” potong Metari cepat. gadis itu menatap dalam manik elang Lanang. Sedikit pun tak terlihat kebohongan dalam manik matanya. Ia masih betah tersenyum haru mendengar niat Lanang yang tulus. Setelah sekian lama Lanang ingin membuat Clara bahagia kembali.

“Selain bangain Mama, gue juga mau banggain elo Ta,” cetus Lanang tulus.

Metari diam, senyum tulus Lanang berhasil membuat hatinya berdesir. Kenangan lima tahun lalu  terlintas kembali dalam ingatannya. Lanang yang lama ia rindukan kini telah kembali. Metari tersenyum getir, menatap nanar manik Lanang yang telihat memerah. Jemari lentiknya langsung menarik Lanang dalam pelukan. Metari terisak, menangis haru merasakan jemari tebal Lanang mengusap lembut punggungnya.

“Makasih ya, udah balik jadi kakak yang selalu gue rindukan,” lirih Metari dengan suara yang semakin gemetar.

“Gue udah banyak nyakitin elo Ta, sekarang waktunya gue nebus kesalahan gue,” balasnya tak kalah getir.

Lanang masih betah menahan isaknya. Membiarkan Metari menenggelamkan wajah dalam lengan tebalnya. Gadis itu tersedu, hanya medengar kalimat sederhana yang baru saja Lanang lontarkan.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang