11| Abu-Abu

44 11 86
                                    

Bagaimana aku bisa paham, kamu terlalu abu-abu dan tak terbaca

***

Metari masih saja betah menatap punggung Baruna yang semakin menjauh. Sudut bibirnya tersenyum getir memilih melangkah melewati Angkasa-Carel-Deffan yang betah diam di tempatnya.

Carel yang berada di sebelah Metari sontak saja menepuk cepat punggung Metari membuat gadis itu memekik hebat. Gadis itu memunggungi mereka menyembunyikan buliran bening yang masih keluar, ia tidak ingin terlihat lemah, namun nyatanya ia sangat rapuh.

Gadis itu merintih menahan sakit, sebisa mungkin tetap melangkah melewati mereka. Bukannya pergi mereka bertiga betah mengikuti Metari.

"Rel elo jangan kasar dong nepuknya," tegur Angkasa membuat Carel membelalak.

"Gue cuma begini doang," ucapnya menepuk pelan punggung Angkasa dan Deffan. "Emang segitu buat kalian sakit, gak kan?!" sambung Carel cepat.

"Punggung lo sakit banget ya Ta," Deffan bertanya, namun Metari sebisa mungkin menahan getaran suaranya.

"Gue gak pa-pa kok, cuma kaget aja," balasnya cepat.

Mereka yang mendengar tentu saja tidak percaya, jelas-jelas gadis itu terlihat sangat kesakitan, ditambah wajahnya terlihat begitu pucat. Dengan gerakan cepat Metari langsung mengusap cepat buliran bening yang membekas dipipi, ia langsung berbalik menatap ke arah meraka. Senyum termanis yang ia punya kembali ia tunjukan.

"Gue gak pa-pa kok udah biasa juga digituin," ucapnya penuh yakin. Mereka bertiga kompang memasang wajah tidak percaya.

"Serius, gue gak pa-pa," sambungnya dengan senyum yang lebih lebar. Sorot matanya teduh. Angkasa tersenyum getir, mengangguk mencoba untuk percaya.

"Di balik kata gak pa-pa ada hati yang kenapa-napa."

Angkasa dan Carel terperangah. Kalimat yang baru saja Deffan lontarkan berhasil membuat keadaan sedikit kaku.

"Makin lama makin peka aja si Deffan," kelakar Carel menggoda.

Jemari Angkasa terjulur mengusap pelan punggung gadis itu. Sentuhan hangat Angkasa sedikit membuat dirinya gugup.

Carel menganga kecil melihat perlakukan lembut Angkasa.

"Sa barusan elo enggak modus kan?" celetuk Carel menyela. Angkasa tidak menanggapi, betah menatap sendu manik Metari.

"Kalau elo perlu apa pun elo bisa hubungin gue," pesan Angkasa begitu hangat. Metari hanya berdehem. Gadis itu langsung merogoh saku tas mengambil cokelat putih batangan yang sudah terbalut dengan pita merah hati.

"Tadinya mau gue kasih ke Baruna tapi kayaknya dia gak mau, elo mau gak cokelat putihnya Sa?" tanya Metari pelan. Angkasa mengangguk langsung mengambil cokelat putih batang itu.

"Pitanya merah hati, kesannya maksa banget ya, sama kaya cinta lo ke Baruna, terkesan-maksa-banget!" cetus Carel menyela.

"Diem deh lo," pekik Deffan sewot.

"Gak bisa apa elo sukanya sama Angkasa aja jangan sama Baruna?" pertanyaan itu keluar mulus dari bibir Carel. "Kalian keliatan cocok," tambahnya.

"Elo pikir perasaan orang itu ada programnya yang bisa elo setting sesuka hati lo," cibir Deffan sedikit sewot. Carel berdecak, masih betah menunggu balasan Metari.

"Gimana ya gue udah terlanjur suka sama dia, kecuali dia buat gue kecewa mungkin gue bakal milih buat ngubur perasaan gue dalam-dalam," balas Metari lirih. Senyum di sudut bibirnya tidak pernah pudar. "Gue duluan ya," sambungnya memilih pergi meninggalkan mereka.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang