39| Untuk Calon Pacar

24 7 6
                                    

Perlu perjuangan untuk mencapai titik bahagia.



***

Pagi ini Metari sudah duduk di depan kelas 12 IPA 3 sesekali menatap ke arah lorong berharap Baruna segera datang.

Malam kemarin Baruna bahkan tidak mau membalas pesannnya, dibaca saja tidak, saat Metari hendak menelpon dirinya panggilan telepon pria itu langusng saja tidak aktif, entah ponselnya sengaja di matikan atau memang daya baterainya sudah habis. Dan masalahnya pagi ini nombernya masih tidak bisa dihubungi.

"Elo kenapa lagi sama Baruna?" suara bariton itu berhasil membuat Metari sedikit mendongak.

Menatap malas Deffan dan Carel yang sudah menikmati mie lidi. Dirinya sampai heran mereka berdua pagi-pagi begini sudah menikmati mie lidi.

Carel langsung saja duduk di sebelah Metari menatap intens gadis itu.

"Marahan lagi lo ya," tebaknya. Mulai memajukan sedikit wajahnya pada Metari. Gadis itu mendengus, membuang muka melihat apa saja asal bukan manik Carel.

"Sudut bibir elo kenapa lebam gitu Ta?" celetuk Deffan tiba-tiba. Dirinya yang paling peka berhasil menyadari Metari yang semakin tidak nyaman. Gadis itu sampai berdiri membelakangi Deffan dan juga Carel.

"Bukan karena Baruna kan?" sela Carel cepat. Pria itu bahkan mencoba melihat luka di sudut bibir Metari namun, gadis itu terus-terusan membelakangi dirinya.

"Udah ya gue duluan," pamit Metari cepat.

Gadis itu langsung memilih melangkah menjauhi mereka. Metari yang berjalan menunduk, tanpa ia sadari keningnya berhasil menabrak keras tubuh kerar yang ada di depannya. Gadis itu mengerjap bebarapa kali menyadari Baruna yang sudah berdiri di depannya. Pria itu diam saja masih kesal dengan sikap Metari kemarin malam.

"Bar gue-" belum sempat gadis itu melanjutkan kalimatnya Baruna sudah kembali melangkah meninggalkan dirinya dengan Angkasa. Metari menghela napas panjang, menatap dalam punggung Baruna yang semakin menjauh.

Angkasa melangkah menyentuh pelan pundak Metari. Sorot mata teduhnya menatap dalam manik Metari, mengguratkan senyum tipis menyadari luka di sudut bibirnya yang terlihat semakin membiru.

"Baruna udah kasih tau gue, kalau semalem ada orang yang berusaha ganggu elo," celetuk Angkasa mengingat kejadian kemarin malam yang sempat Baruna ceritakan.

"Maafin dia ya Ta, mungkin dia ngerasa gak bisa lindungin elo. Elo jadi luka kaya gini," sambung Angkasa cepat. Metari diam.

Kalimat Angkasa seolah mengatakan jika Baruna tidak mengatakan yang sebenarnya, atau pria itu sengaja menyem bunyikan sebagian cerita. Jemari tebal Angkasa langsung menarik cepat pergengan Metari membuat gadis itu sedikit tersentak.

"Lukanya biar gue obatain." Metari diam, menatap dalam tatapan teduh Angkasa.

"Baruna yang nyuruh," tambahnya berhasil membuat Metari kembali menatap punggu Baruna yang sudah lenyap di ambang pintu kelas.

"Kenapa Baruna nyuruh elo?"

"Karena dia tau elo enggak akan obatin luka elo," balas Angkasa cepat. Metari diam saja mengikuti langkah Angkasa yang sudah membawa gadis menuju ruangan UKS.

***

"Elo sebenernya suka gak sih sama Metari?" pertanyaan itu keluar mulus dari bibir tebal Deffan. Pria itu sudah duduk di bangku menatap lekat Baruna yang terlihat memainkan rubik yang selalu ia bawa.

"Elo kenapa lagi sama si Meta?" kali ini Carel ikut menimpali. Pandangannya jadi menatap lekat Baruna yan telihat sama sekali tidak tertaik dengan obrolan mereka.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang