16| Metari Itu....

31 10 45
                                    

-Gue gak suka sama elo, tapi kenapa gue kesel elo deket sama yang lain-


***

Baruna sama sekali tidak berniat mendekati mereka, pria itu hanya diam di seberang jalan. Matanya masih betah menatap punggung itu, dari tempatnya ia bisa melihat dengan jelas apa yang Metari dan Angkasa lakukan, suara mereka yang terdengar bersahutan menambah rasa kesalnya.

Hati dan otaknya tidak mau singkron, otaknya merintah pergi namun hatinya masih ingin tetap di sana. Sedetik pun Baruna tidak melepas setiap gerakan kecil yang Metari lakukan.

Menyebalkan, gadis itu terlihat sangat bahagia bersama Angkasa.

***

“Gimana sih Sa kok gue gak ngerti?” kesal Metari dengan tawa samar. Padahal Angkasa sudah memberi tahu dengan sangat jelas, namun tetap saja gadis itu gagal paham dibuatnya.

“Elo itu ya,” kesal Angkasa tertahan. “Gak gitu, jempol lo di sini, terus terlunjuk elo taruh di senar ketiga, paham?!” gemasnya memindahkan jemari lentik Metari ke senar yang Angkasa maksud.

Metari mengulum senyum, sadar Angkasa masih betah menggenggam jemari lentiknya.

“Cie pegang-pegang tangan gue, suka lo sama gue?” goda Metari gemas. Gadis itu sampai mengerling centil, membuat Angkasa berdecak, pria itu langsung memukul pelan kening Metari.

“Males ah gue ngajarin elo,” kesal Angkasa. Pandangannya tidak sengaja melihat ke seberang jalan mendapati Baruna tengah memainkan skate board pergi menjauh meninggalkan danau itu.

Jangan sampai Baruna salah paham sama gue, batin Angkasa pelan.

“Udah ah besok-besok aja lanjut belajarnya,” sambungnya, langsung bangkit berdiri. Secepat itu juga Metari menarik jemari pria itu memintanya untuk berhenti namun Angkasa tidak mau pria itu terus saja melangkah, mengabaikan permohonan Metari.

Angkasa bahkan menyeret tubuhnya membuat Metari ikut terseret. Pria itu menepik cepat jemarinya, dan secepat itu juga Metari menarik kuat celananya.

Deg...

Angkasa kelu, sementara Metrai sudah menutup wajah, gadis itu langsung membalikkan tubuh. Bibirnya bergetar hebat, detak jantungnya juga bergemuruh lebih cepat. Angkasa celingukan cepat-cepat pria itu menaikan celananya yang melorot. Jemarinya terkepal kuat, rasanya ingin sekali ia memukul Metari saat ini juga.

“Mesum lo ya!” kesal Angkasa membuat Metari menahan tawanya.

“Maaf Sa, gue gak ada maksud kayak gitu, celana lo itu yang kegedean,” balasnya tidak tahu malu.  Suara tawa milik Metari masih terdengar nyaring, tenggelam dalam hembusan angin malam.

“Jangan pergi Sa, gue gak bakal gitu lagi, gue serius janji, gue harus bisa main gitar secepetnya Sa, gue mohon—“

“Berisik!” potong Angkasa cepat. Metari sebisa mungkin menahan tawanya, memperlihatkan puppy eyes andalannya. Biasanya ia selalu berhasil melakukan itu pada Angkasa.

Pria itu membuang napas panjang. “Jangan masang muka melas kaya gitu, karena gue gak suka,” hardiknya cepat. Metari menahan senyum melihat Angkasa kembali duduk di sebelahnya.

“Sa, yang  tadi maaf—“

“Bisa gak sih elo gak usah bahas bagian itu?” potong Angkasa cepat. Metrai mengangguk pelan, sebisa mungkin menahan senyum melihat wajah Angkasa yang memerah.

Pria itu dengan telaten memainkan gitar, mengajari Metari sampai gadis itu menghapal kunci gitar, jika Metari salah, jemari tebal Angkasa tidak pernah ragu memindahkan jemari lentik gadis itu, tidak seperti tadi Metari tidak pernah menggodanya lagi.

Metari sadar Angkasa juga punya senyum semanis Baruna. Gigi  rata itu terlihat rapi seperti dipahat dengan sempurna. Sesekali Metari menatap lekat wajah Angkasa, ia menjadi canggung sendiri saat Angkasa menatap maniknya begitu dalam.

“Kenapa lo?” ketus Angkasa cepat, tersadar gadis itu sedari tadi menatap dalam wajahnya. Metari menggeleng, memamerkan senyum lebar. Kembali Angkasa  mengamati Metari yang berusaha menghapal kunci gitar.

“Buah kesukaan elo apa Sa?” tanya Metari tiba-tiba, gadis itu bahkan sampai mendekatkan wajahnya pada Angkasa, mencium aroma mint yang keluar dari tubuh pria itu.

“Pepaya!”

“Oke, besok gue buatin salad buah dengan pepaya aja, anggap aja bentuk ucapan terimakasih,”

“Terserah lo aja, lakui apa yang buat elo bahagia,”

“Kenapa?”

“Gue gak suka elo sedih karena gue alasannya,”

Angkasa langsung menarik gitar itu memainkan melodi yang ia ciptakan sendiri.

Metari diam. Dadanya semakin berdetak tidak karuan. Bersama Angkasa ia seperti bermain jungkat-jungkit, terkadang Angkasa membuat dirinya jatuh lalu tiba-tiba dia seolah di bawa terbang. Sudut bibirnya tersenyum tipis, ia sadar Angkasa sudah tidak sedingin dulu.

“Elo tunggu di sini dulu,” pinta Metari cepat, gadis itu sudah bangkit berdiri berlari meninggalkan Angkasa.

“Elo mau kemana?”

“Tunggu aja Sa, gue gak akan lama, gue bakal balik ke sini lagi, jangan pergi ninggalin gue karena itu buat gue sedih, elo gak mau kan gue sedih karena elo alasanya?!” balas Metari meninggikan suaranya, tanpa menunggu balasan Angkasa Metari sudah pergi menghilang di ujung jalan. Angkasa mendengus.

Harusnya tadi Angkasa tidak seperti itu, Metari mungkin saja salah paham atau mungkin menjadi besar kepala.

***

Sedari tadi yang Baruna lakukan hanya mondar mandir memainkan skate boar-nya. Pria itu masih enggan meninggalkan danau. Tadi ia sempat menyadari Angkasa melihatnya namun secepat itu juga Baruna memilih membuang muka dan beranjak dari sana. Pria itu langsung menghentikan permainan skate boar melihat Metari berjalan ringan sambil bersenandung kecil. Baruna menjalarkan pengelihatannya tidak jua melihat sosok Angkasa, berarti Angkasa tidak ikut bersama Metari. Gadis itu pergi sendirian.

Di tengah jalan yang sepi kemana Metari akan pergi.

Kesempatan yang bagus, ah tapi gak nanti tu cewek kegeeran lagi, batin Baruna menggerutu kesal. Ia tidak memanggil Metari namun mengikuti gadis itu dengan jarak yang terpaut jauh.

Baruna menatap was-was melihat gerombolan pria di dekat persimpangan, dari tempatnya ia bisa melihat kumpulan pria itu mencoba mendekati Metari, dan lebih menyebalkan lagi Metari melangkah mendekati mereka. Metari. Gadis itu terlihat mengatakan sesuatu namun tidak biasa ia dengar. Baruna sampai berdecak melihat kelakukan.

“Caper!” cebiknya. Baru juga ingin membalikan tubuh berusaha untuk tidak peduli namun terikan kasar itu berhasil membuat dirinya membeku.

***



Metari itu.....
(isi sendiri boleh menurut kalian aja)

Pendek ya?
Aku bingung motong partnya gimana, kalau nyambung sama pert selanjutnya jadi panjang hehe:)

Dah lahh

Gimana perasannya--------->

Kirim purple love(💜) biar gak jadi silent readers--------->

Langsung next aja aku post 2 part:)

Terimakasih telah membaca Luplup

Jangan lupa vote.
Trims Luplup💜
09.04.2021

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang