35| Tak Lagi Sakit

26 7 0
                                    


-Aku tidak akan membeci, karena aku tahu bagaimana rasanya dibenci-

***
"Elo enggak pa-pa Yes?" tanya Metari pelan. Gadis itu tidak menjawab, melainkan tersenyum kecut. Jemari Metari terjulur namun ditepik kasar oleh Yessy.

"Enggak usah sok baik!"

Yessy membentak, menabrak kasar punggung Metari membuat gadis itu kehilangan keseimbangannya.

Metari hanya diam, memilih melangkah duduk di bangkunya. Tatapan sinis yang Yessy lemparkan mampu membuat dirinya merasa terintimidasi. Metari masih betah diam, gadis itu menarik buku gambar yang sempat ia simpan dalam ransel cokelatnya.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu, Baruna dengan langkah gontai, melangkah menuju kelas Metari. Angkasa bilang gadis itu masih berada di kelasnya. Seragam yang terbuka semua memperlihatkan kaus hitam yang berhasil membalut tubuh kekar pria itu.

Pria itu bahkan mengunyah permen karet yang sempat Carel berikan. Lorong koridor lantai satu sudah terlihat sangat lengang, namun Baruna betah menyusuri koridor itu. Cukup penasaran apa Metari akan terkejut dengan kedatangannya. Sebelah jemarinya masih betah melempar rubik, senyum disudut bibirnya tidak pernah pudar. Kali ini pun rasanya ia ingin mendengar suara Metari yang melengking.

"Dari dulu gue juga enggak suka sama elo!" bentakan itu berhasil membuat Baruna mempercepat langkahnya.

Pria itu berhasil menghentikan langkah melihat Metari dan Yessy yang masih berada di kelas itu. Jemarinya terkepal melihat Yessy dengan leluasanya mendorong keras pundak Metari, bodohnya gadis itu sama sekali tidak berusaha untuk membela diri.

Sesaat pandangan Metari dan Baruna terkunci namun Metari memberi isyarat agar Baruna tidak sampai bersuara. Kembali gadis itu menatap lekat manik Yessy yang semakin berapi-api.

"Elo tau Ta, gue nyesel kenal sama elo, nyesel karena udah jadi temen elo dan gue nyesel banget udah pernah mau jadi temen curhat elo," kali ini pun Metari hanya betah diam, gadis itu seolah tutup teling mendengar semua keluhan Yessy.

Sudut bibirnya hanya tersenyum kecil medengar semua yang Yessy utarakan. Sedikit pun tidak terlihat raut kecewa atau pun kesal ketika Yessy mengatakan itu pada dirinya.

Sementara Baruna, mati matian menahan diri agar tidak sampai menganggu mereka.

"Elo munafik banget, sok baik cewek paling caper yang gue kenal-"

"Elo kenapa jadi kaya gini Yess?" Metari masih berusaha tenang, dia betah duduk, sedikit mendongak menatap lekat manik Yessy niatnya untuk melanjutkan gambaran jadi urung.

"Karena elo selalu aja ngerebut apa pun yang gue mau!"

Metari menghela napas dalam. "Terus mau lo apa?"

"Jauhin Baruna!" bentak Yessy keras. Gadis itu behkan menendang keras bangku membuat Metari sedikit terlonjak. Sudat bibir Yessy tersenyum kecut.

"Denger Ta, gue bakal ngerebut apa pun yang seharusnya jadi milik gue," ucap Yessy dengan penuh penekanan.

"Elo harusnya sadar diri, cewek kaya elo emang enggak pantes jadi temen gue, elo itu munafik!"

Metari menunduk, bibirnya bergetar hebat, jemari gadis itu mencengkeram kuat rok limit yang ia kenakan. Masih berusaha tenang.

"Elo berani banget nikung gue Ta," emosi Yessy meluap hebat, jemari lentiknya tergerak menampar keras pipi Metari.

Gadis itu terperanjat, buliran bening berhasil jatuh bersamaan ketika Yessy mengguratkan senyum smirk-nya.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang