Akan sangat menyakitkan jika diceritakan.
***
Metari diam begitu juga dengan Baruna. Sudut bibir Metari tersenyum getir, buliran bening kembali jatuh membasahi pipi, secepat itu juga metari mengusap kasar dengan punggung tangan.
Kenapa disaat seperti ini Baruna harus berdiri di hadapannya?
"Sejak kapan elo disana Bar," tanya Metari pelan.
Jauh di lubuk hatinya ia masih berharap Baruna tidak melihat kejadian itu, namun mungkin itu hanya menjadi harapan. Manik cokelat madu Metari melihat tatapan teduh Baruna. Tatapan yang sebelumnya tidak pernah Metari dapatkan.
"Gak lama," balasnya datar. Sudut bibir Metari tersenyum kecut, dadanya bertambah sesak mendengar balasan Baruna. Gadis itu membuang napas berat.
"Elo denger semuanya?" Baruna hanya berdehem, menyadarai raut wajah Metari yang terlihat gusar. Gadis itu menengadah, seolah mengirup pasokan oksigen berusaha memenuhi rongga paru-parunya yang semakin terasa sesak.
"Tenang aja, gue gak bakal bilang kesiapa pun," sambung Baruna masih dengan nada datar. Sorot mata pria itu masih teduh, menatap iba pada Metari, rasa bersalah yang ia rasakan semakin bertambah, bertanya-tanya apa selama ini Metari tidak baik-baik saja. Gadis itu memilih membuang muka menatap apa saja asal bukan manik Baruna.
Ia malu sekaligus kecewa.
"Ta," panggil Baruna pelan. Metari menoleh, berusaha mengukir senyum kecil, seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
"Apa selama ini elo itu, oke but not to be oke?"
Senyum itu lantas pudar, kalimat Baruna entah kenapa terdengar menyudutkan keadaannya.
"Balikin tas gue," ketusnya. Baruna sedikit terkejut, namun langsung memberi Metari ransel cokelat itu. Gadis itu hendak pergi namun dengan cepat jemari Baruna menahan pergelanan tangannya."Mau kemana lo?"
"Kemana aja, asalkan gak ada elo," balas Metari kelewat ketus. Gadis itu masih berusaha melonggarkan cengkraman Baruna, namun pria itu semakin memperkuat cengkramannya.
"Kenapa?
"Elo mungkin bakal kasihan sama gue, mungkin elo mikir hidup gue fake, mungkin elo bakal ngerendahin gue, gue sadar elo mungkin gak bakal berusaha buat nenangin hati gue," ucap Metari pilu.
Suranya semakin lama semakin parau, diatambah buliran bening itu tidak bisa ia tahan. Sudut bibirnya tersenyum getir, tatapan Baruna semakin lama semakin teduh, sorot matanya seolah menyiratkan betapa kasihannya dia pada gadis di hadapannya itu. Metari benci itu.
"Udah lah Bar, gue gak perlu rasa kasihan dari elo, elo juga gak perlu mengerti duka gue, emang gue siapanya elo?"
"Calon pacar gue!"
Metari diam, bahkan di saat seperti ini pun Baruna berhasil memberi sedikir warna dalam hidupnya yang semakin abu. Gadis itu menghela napas berat, disaat Baruna menatapnya dengan pernuh kasihan, Metari masih berusaha terlihat tegar. Seolah tidak membiarkan Baruna menyadari sisi rapuh gadis itu.
"Makasih calon pacar, tapi gue perlu waktu sendiri," balas Metari pelan, sorot matanya menyiratkan banyak harap, pergelangannya sudah cukup sakit, namun Baruna sama sekali tidak melonggarkan cengkramannya.
Sudut bibir Baruna terdenyum kecut, menarik Metari untuk mendekat ke arahnya.
"Gue gak bakal ngebiarin elo ngerasa sendiri apa lagi ngerasa kesepian," bisiknya penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Novela Juvenil#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...