Nyatanya kamu tidak pernah sesendiri itu.
***
Siang ini di jam istirahat, tepatnya di kantin lantai tingga Metari dan juga semua geng ABCD tengah menikmati mie ayam pesanan mereka.
Baruna yang mentraktir katanya sebagai pajak jadian. Awalnya Metari tidak mau, namun Baruna memaksa gadis itu. Katanya sebagai hiburan kecil untuk menepik rasa sedih yang Metari alami.
Sedari tadi Metari terlihat lebih pendiam, gadis itu bahkan hanya tersenyum kecil mendengar guyonan Carel. Lelucon yang menurutnya lucu bahkan tidak mampu lagi membuat dirinya terbahak, tertawa saja tidak. Metari hanya diam, memaksa tersenyum meski hatinya bertambah perih. Yang ia pikirkan hanya surat yang sempat dia baca kemarin malam.
"Asek bener, pas jadian acaranya makan-makan, kalau udah putus acaranya harus minum-minum ini Bar," kelakar Carel berteos ria pada Deffan. Pria itu tampak begitu menikmati mie ayam yang tinggal setengah.
"Elo yang bayar ya Rel, elo kan anak sultan," balas Baruna begitu santainya. Carel yang mendengar langsung mendengus, pria itu tersenyum kecut, menikmati kembali mie ayamnya.
"Bangkrut gue Bar," kalakar Carel terdengar malas.
Baruna beralih melihat Metari, Gadis itu betah diam, menatap dalam mie ayam yang bahkan belum sempat dia sentuh. Perlahan jemari Baruna tergerak menyentuh pucuk jemari Metari. Gadis itu tersentak kecil, menatap Baruna dengan tatapan penuh tanya.
"Mie ayam kalau diliatin terus bisa buat elo kenyang?" katanya terdengar dingin. Metari diam, enggan menanggapi. Jemarinya langsung tergerak memakan mie ayam itu.
"Elo kenapa Ta, kaya lebih pendiam gitu?" Metari menoleh cepat, membalas tatapan Deffan.
Pria yang paling memiliki tingka kepekaan yang tinggi berhasil menyadari sikap Metari yang tidak seperti biasanya. Carel dan Angkasa kompal menoleh menatap dalam lekuk wajah Metari. Menyadari mata gadis itu terlihat sembab ditambah wajah yang terlihat sedikit pucat.
"Elo kenapa Ta?" gumaman Angkasa membuat Metari mendongak. Pasalnya Angkasa duduk tepat di depan Metari membuat gadis itu bisa mendengar gumamannya.
Metari mengerjap, tersenyum lebar seolah gadis itu tampak baik-baik saja.
"Gue enggak pa-pa, cuman lagi lemas aja," balasnya terdengar gemetar.
Ponsel Metari berdenting, cepat-cepat gadis itu merogo saku rok mencari benda pipih yang terselip di dalam sana.
[Kak Lanang]
Mama sama papa mau cerai kenapa elo enggak ngasih tau gue bangsat!Bibir Metari bergetar hebat, membaca pesan yang Lanang kirimkan. Gadis itu menelan ludah kasar menyadari notif pesan dari Lanang kembali ia terima.
[Kak Lanang]
Apa gue harus denger berita itu dari laki-laki brengsek itu?
Elo sama bangsatnya sama dia!
Enggak punya otak lo bangsat!Sama sekali Metari tidak menjawab, gadis itu menutup asal ponsel, bangkit berdiri pergi meninggalkan mereka-tanpa sepatah kata pun. Teriakan Baruna menyuruhnya untuk berhenti tidak Metari dengarkan. Gadis itu terus berlari menerobos kermumunan.
"Bar, bilang Metari kenapa?" pertanyan Angkasa terdengar sedikit memojokan Baruna.
Menaruh sedikit curiga pada kembarannya. Untuk pertama kalinya Angkasa melihat Metari seperti tadi, lebih pendiam dan terlihat begitu murung. Terlebih Metari dan Baruna baru saja berpacaran, bukankah untuk orang yang baru saja menjalin hubungan sepecial harusnya terlihat lebih bahagia, namun keadaan itu seolah berbanding terbalik dengan apa yang Metari rasakan.
"Cewek lo kenapa Bar?" kali ini Deffan yang bersuara. Baruna masih diam, betah menatap punggung Metari yang semakin menjauh.
"Baru pacaran udah berantem?" celetukan Carel mampu membuat Baruna menoleh cepat. Pria itu menatap datar, bangkit berdiri dengan helaan napas berat.
"Gue mau nyusul dia dulu," katanya tanpa basa-basi lebih lama.
***
Baruna tahu kemana Metari pergi, pria itu tengah berjalan menyusuri koridor yang tampak ramai. Kedua jemarinya sudah membawa caramel machiato yang sempat ia beli di kanti tadi. Sudut bibir pria itu tersenyum samar, ketika langkah kakinya mulai dekat dengan gudang belakang. Pintu yang tertutup rapat, perlahan ia buka. Metari duduk memeluki lutunya, menahan isak yang memaksa mengudara, gadis itu sadar jika seseorang datang namun ia enggan hanya sekadar membalikan punggung.
Derap langkah Baruna perlahan mendekati gadis itu, kembali dia duduk di samping Metari.
"Mau? Gue beli khusus buat pacar gue," katanya mulai memecah keheningan. Metari diam, gadis itu enggan menjawab, buliran bening di pelupuk matanya jatuh kembali tanpa bisa dia tahan. Gadis itu memilih mengalihkan pandang, melihat apa saja asal bukan manik Baruna.
"Seriusan, elo enggan mau jawab gue, nantik caremel machiato yang manis ini gue habisin loh,"Baruna mulai berggurau dengan kalimat yang sedikit garing. Metari masih diam, masih betah memunggungi Baruna. Pria itu membuang napas panjang, menancapkan sedotan pada ice caramel machiato itu.
"Kalau sedih itu jangan di tahan Ta, gak pa-pa, nangis aja, gue siap dengerin tangisan elo," Lagi-lagi Baruna berceletuk. Pria itu membuang napas kasar tersadar Metari hanya diam, seolah benar-benar mengabikan dirinya. Hembusan napas Baruna terdengar berat. Jemari tebal pria itu menarik Metari dalam pelukannya, membirkan gadis itu memeluk dirinya sesuka hati.
"Kenapa lagi Ta?" tanyanya pelan. Jemari tabal Baruna mengusap pelan pucuk kepala Metari, memberikan sedikit kehangatan untuk menenangkan gadis itu.
Metari sesenggukan menumpahkan semua tangis yang berhasil membuat dirinya merasa sesaak. Untuk kali kesekian Metari menangis sesenggukan di hadapan Baruna, memeluk pria itu begitu kuat.
"Keluarin semuanya Ta, elo juga perlu menikmati rasa sakit," katanya yang langsung berahasil membuat Metari melupakan semua emosi yang tertahan. Gadis itu sesenggukan, tersedu sampai rasanya air mata gadis itu sudah tidak bisa mengalir keluar. Napasnya memburu hebat, perlahan melepas pelukan Baruna.
"Udah lebih tenang?" tanya Baruna pelan. Metari menganguk singkat. Perlahan jemari Baruna terjulur mengusap pelan sisa air mata di pipi gadis itu.
Sudut bibir Metari tersenyum kecut, jemari lentik gadis itu mengusap seragam Baruna yang basah.
"Seragam kamu jadi basah Bar, maaf ya,"
"Enggak pa-pa, gue cuman enggak mau aja pacar gue sedih lagi, udah ya Ta, elo punya gue, kapan pun itu gue bakal ada di samping elo. Elo enggak sesendiri itu Ta," terangnya tulus. Metari yang mendengar mengangguk pelan, mengukir senyum yang paling manis yang ia punya.
***
Halo
Apa kabar LuplupBtw masih betah ya baca cerita ini. Maaf banget post ga sesui hari :(
Bte gimana perasaan kalian oas baca part ini?
Tinggalkan jejak ya agar aku lebih kenal kalian.
Purple love jangan lupa ya💜
Terimakasih:)
23.06.2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Teen Fiction#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...