55| Putus

15 3 0
                                    

Dia tidak pernah peduli tentang rasa sakitmu, jadi cukup simpan rasa sakitmu dan ceritakan rasa bahagiamu.

***

"Astaga puas banget liat Metari kaya gitu,” seru Yessy begitu senang. Gadis itu tersenyum puas, melihat ke koridor lantai satu. Memutar mutar benda pipih yang terselip dijemarinya, kembali mengulang rekaman yang baru saja ia sebarkan.

“Sorry Ta, tapi gue bahagia banget liat elo dibuli kaya gitu,” kembali Yessy berguman, menampilkan wajah sok sedih namun senyum puasnya tidak pernah pudar.

“Elo enggak punya hati nurani?” suara berat itu tersengar mengudara. Yessy langsung menoleh mendapati Angkasa berdiri tepat di belakangnya. Gadis itu menelan ludah kasar, menampilkan wajah polosnya, tersenyum manis pada Angkasa.

“Angkasa elo kenapa di sini?” tanya Yessy terdengar sangat ramah, senyum manis di sudut bibirnya tidak pernah pudar. Angkasa diam, melangkah pelan mendekat ke arahnya, pria itu menatap ke bawah, dari gedung lantai tiga ia bisa melihat semua dari atas sana. Layaknya sebuah drama teater yang bisa ia nikmati secara keseluruhan.

“Pantes elo pilih tempat ini ya,” cebik Angkasa menatap dalam manik Yessy. Gadis itu tersenyum lugu, mengusap punggung tangannya yang semakin terlihat ketakutan.

“Maksud lo apa?” tanyanya terdengar lugu. Angkasa muak mendengarnya, pria itu menatap nyalang manik Yessy, semakin membuat gadis itu gelisah.

“Gue enggak heran sih kalau elo ngelakuin ini semua ke Metari,” cetusnya pelan. Angkasa tersenyum tipis, terlihat begitu meremehkan.

“Gue enggak tau apa yang udah elo lakuin ke Baruna sampai dia mau ngasih tau elo semua rahasia Metari. Gue juga enggak pernah nyangka elo sengaja ngerekem gue sama Metari waktu kita latihan renang, lebih parahnya elo milih buat ngerekam Baruna yang dihajar habis-habisan ketimbang pergi minta bantuan--" Angkasa menjeda kalimatnya. Maju selangkah semakin mengikis jarak diantara mereka.

"Kelukan elo sampah.” Angkasa berucap tenang, senyum tipis itu masih betah tercetak.

Deru napas Yessy naik turun, mata bulatnya terlihat memerah, tidak terima Angkasa berkata seperti itu, gadis itu mengepalkan jemari kuat. Menahan emosi yang semakin tersulut.

“Elo suka sama Metari justru itu elo belain dia kan?” bentak Yessy lantang. Angkasa masih betah tersenyum.

“Enggak semua pertemanan cewek dan cowok selalu ada rasa sukanya,” balas Angkasa telak.

Pria itu lantas pergi meninggalkan Yessy. Mangabikan umpatan kasar yang terlontar. Yessy mengepalkan jemari kuat, menatap dalam kepergian Angkasa.

"Arghh," erang Yessy meluapkan perasaan yang sedari tadi ia tahan.

Langkah gadis itu cepat menuju tumpukan kursi dan meja yang ada di sudut roof top. Ditariknya kotak besar berwarna cokelat pudar. Sudut bibir Yessy menyeringai melihat foto yang masih tergulung rapi. Ditariknya foto itu perlahan jemari lentik gadis itu menarik pita merah hati yang mengikat foto itu.

Untuk kedua kalinya senyum Yessy terukir begitu puas, perlahan jemarinya mengusap pelan foto itu. Hingga siapa pun yang melihat foto itu tidak akan ragu menilai jika itu bukan sebuah foto editan. Sangking niatnya ia bahkan menyewa orang untuk mengedit foto itu.

“Gue bakal nunjukin ke elo kalau Metari enggak akan punya tempat lagi di sekolah ini,” geram Yessy terlihat menahan emosinya. Manik gadis itu terlihat memerah, menatap nyalang kepergian Angkasa yang masih tidak bisa ia terima.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang