Perlahan perasaan itu tumbuh tanpa bisa aku pahami
***
"Gue gak bakal mesum sama elo," hardik Baruna ketus. Gadis itu tersentak namun masih kukuh menolak ucapan Baruna. Metari memundurkan tubuhnya, takut-takut jika Baruna berbuat macam-macam.
"Elo gak percaya sama gue?" bentaknya ketus. Metari diam, membuat Baruna semakin kesal.
Kesabarannya sudah di batas ubun-ubun dan Metari terus saja menguji kesabarannya. Menyebalkan.
"Gue cuman pingin tau sebenernya punggung lo kenapa!" ucap Baruna frustrati. Metari mengerjap beberapa kali, gadis itu menggigit bibir bawah takut-takut membalas tatapan nyalang Baruna.
"Tapi gue gak mau Bar--"
"Kenapa?"
Bentakan Baruna sama sekali tidak dipedulikan. Beberapa kali Metari mencoba untuk turun dari bangkar namun Baruna terus-terusan menahan lengannya. Mereka berdua betah diam, namun sorot mata Baruna sama sekali tidak melewatkan gerakan kecil yang Metari lakukan. Ia sadar tindakannya itu berhasil membuat Metari merasa tidak nyaman. Jarak mereka yang begitu dekat berhasil membuat Metari kembali merasakan tamparan hangat dari napas Baruna. Aroma mint itu semakin tercium begitu kentara.
Metari menunduk, perasaan takut dan gugup berhasil menjadi padu. Sangking kesalnya, jemari tebal Baruna mencengkram kuat lengan gadis itu. Metari menrintih, namun betah bungkam, menahan rasa sakit dalam bisu. Jeda cukup lama sampai akhirnya Metari berani membalas tapan tajam Baruna.
"Bar lepasin gue," lirih Metari namun tidak ada jawaban. Baruna diam, masih betah melempar tatapan tajam.
Metari membuang napas pelan, menatap teduh manik Baruna. Tatapan gadis itu menyiratkan banyak luka yang tak bisa Baruna pahami.
"Gue gak bakal lepasin elo sebelum elo lepas seragam lo!" kukuh Baruna. Pria itu masih saja keras kepala.
"Oke gue bakal lepas seragam gue."
Baruna langsung melepas lengan Metari yang sedari tadi ia cengkram. Jika tadi ia terlihat menyeramkan ketika menggretak Metari, kali ini dirinya sendiri yang di buat gugup melihat Metari mulai membuka kancing bajunya. Ia membuang muka melihat apa saja asalkan tidak sampai melihat bagian dada gadis itu.
"Elo mau ngapain," gugup Baruna, ia kesal, kenapa jantungnya menjadi berdetak lebih kencang. Metari yang mendengar mendongak, menutkan alis, tidak mengerti maksud Baruna, padahal pria itu yang selalu menggretak dirinya.
Jemari Baruna mengusap kasar wajah, mulai memutar otak, bagaimana caranya agar ia bisa melihat punggung Metari tapi tidak perlu melihat bagian lain dari tubuh gadis itu.
Manik elang Baruna menatap lekat jaket jins hijau toska yang ia kenakan. Tanpa pikir panjang, pria itu melepas jaket, langsung melempar asal ke arah Metari.
"Maksud gue, elo tutupin dada lo sama jaket gue, gue bakal hadap belakang, kalau lo udah lepas seragam dan pake jaket gue, lo panggil gue,"
Jelas Baruna panjang lebar, pria itu sudah berdiri memunggungi gadis itu. Metari yang melihat tersenyum kecil, ia pikir Baruna akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Metari hanya berdehem, langsung melepas seragam dan mengenakan jaket Baruna.
"Bar," panggilnya.
"Elo udah punggungi gue?" tanyanya cepat, "kalau belum, cepet punggungi gue, gue gak mau elo mikir gue nafsu sama elo," jelasnya.
Metari yang mengerti, langsung memunggungi Baruna.
"Udah, gue udah munggungi elo."
Baruna yang mendengar mengangguk paham, pria itu berbalik perlahan. Tubuhnya langsung membeku melihat luka cambuk di punggung Metari. Deru napas Baruna memburu, dadanya terasa sesak. Emosi pria itu semakin tidak kaluan. Perasaan bersalah berhasil merutuki dirinya. Metari seolah membuat dirinya merasa menjadi manusia yang tidak berperasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Sunset
Teen Fiction#Follow dulu ya Luplup💜 Update tiap hari selasa, kamis dan sabtu. Ps: kalau gak update hari itu berarti update di hari besoknya:)# *** -Kisah cinta ini seperti mactha late, punya rasa pahit yang khas- Metari bukan gadis yang pantang menyerah, sela...