24| Gengsi

31 11 75
                                    

Kecewa itu emang sakit, tapi ada kalanya elo harus menikmati rasa sakit itu, agar elo tau gimana cara menghargai perasaan orang lain.


***

Baruna membuka paper bag itu, bedecak kesal melihat isinya. Pria itu lantas membuang napas kasar menatap lekat punggung Metari yang sudah lenyap di ujung koridor.

Elo beneran beliin gue machiato Ta, batinnya. Baruna kembali membuang napas pelan, perasaan bersalah kembali merutuki hati.

"Bar dia itu siapa?" desak Dita berhasil membuat bulu tengkuk Baruna meremang. Ditepisnya cepat jemari gadis itu membuat Dita mendengus kesal.

"Calon pacar gue. Elo jangan pernah berani ganggu dia atau elo berurusan sama gue,"

"Ih kok lo gitu," balasnya tidak terima. Baruna langusng menarik dompet kulit cokelatnya mengambil tiga lembar uang seratusan. Jemarinya menarik cepat tangan Dita menyerahkan uang itu.

"Nih uang buat beli make up," ucap Baruna cepat.

"Thank you Bar," ucap Dita cepat langsung pergi meninggalkan Baruna.

Kembali Baruna membuka paper bag itu tadi ia sempat melihat sticky note berwarna merah hati menyala. Jemari tebalnya terjulur menarik sticky note itu.

Happy Sunset:
Sunset itu sesaat tapi selalu ditunggu.
Elo itu kaya sunset. Perhatian kecil yang elo kasih itu selalu buat gue nyaman.
Moment indah bersama elo emang sesaat tapi begitu membekas.
Elo adalah alasan gue untuk tetap tersenyum.
Thank you My Happy Sunset

Baruna menatap dalam tulisan Metari, membaca dengan gerakan mata pelan. Jemari Baruna memijit pangkal hidungnya. Menatap dalam kalimat terakhir. Alasan untuk tetap tersenyum yang ada Baruna selalu mematahkan hatinya. Kalimat hiperbola itu kini kembali membuat dirinya semakin merasa bersalah. Dengan langkah lebarnya Baruna melangkah begitu cepat hendak pergi ke kelas Metari.

***

Niat Baruna ke kelas Metari hanya untuk meminta maaf dan mengajak gadis itu minum ice caramel macchiato bersama. Ia pikir Metari sangat terluka nyatanya tidak, gadis itu bahkan terlihat biasa saja, senyum di sudut bibirnya tidak pernah pudar, ditambah Angkasa yang betah duduk di samping dirinya, di sana juga ada Carel. Suhu tubuh Baruna memanas, bertanya apa dirinya kenapa Angkasa dan Metari terlihat sangat dekat. Tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke kelas. Mata Baruna menatap lurus Metari, namun gadis itu membalas dengan tersenyum tulus.

Metari menyapa lebih dulu tapi tidak Baruna hiraukan. Carel dan Angkasa juga ikut menyap namun Baruna tidak menanggapi mereka. Metari pikir Baruna akan ikut bergabung dengan mereka namun tidak, pria itu memilih duduk di samping Yessy, bahkan ia sempat mengusir Flora untuk pindah, namun Flora memilih menarik kursi dan duduk di samping Yessy. Metari kelu di tempatnya, betah diam menatap punggung Baruna dan Yessy yang berada di depan bangku Metari.

Carel dan Angkasa tidak percaya, selama ini Baruna selalu mengatakan jika jangan sampai Metari tahu dirinya dan Yessy pernah dekat, atau Yessy akan marah pada Baruna. Lalu kenapa sekarang Baruna seolah terang-terangan dengan Metari. Banyak tanya yang muncul dalam kepala Angkasa dan juga Carel. Mereka bergantian menatap Baruna dan Metari.

"Abang elo kenapa sih Sa? Hobby banget nyakitin Meta," bisik Carel pelan. Angkasa diam maniknya hanya terfokus pada Metari yang menatap sendu ke arah mereka.

"Bar di belakang aku ada Metari," gugup Yessy saat Baruna semakin menghapus jarak diantara mereka.

"Yaudah biarin aja dia tau, lagi pula dia bukan pacar gue," ucap Baruna keras-keras, ia yakin Metari mendengar kalimatnya.

Happy Sunset Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang