A Hopeless Time

907 146 28
                                    

"Berapa lama kita harus menunggu?" tanya Levi pada dirinya sendiri. Ini sudah hampir dua hari sejak Eren menghilang.

Levi sedang berdiri di dekat jendela sambil memeluk Rivaille, mengusap rambut bocah itu yang diwarisi darinya dengan penuh kasih. Sesekali bocah itu akan menggumam lemah, "Papa?"

Di luar, hujan salju sedang deras-derasnya, mencorengi muka bumi seperti tumpukan tepung berskala besar. "Tak lama lagi kita bertemu Papa, ya, Sayang?" kata Levi pelan.

Duduk di ranjang, Ren termenung mengamati ibu dan adiknya dengan sendu. Bocah yang satu ini memang tidak serapuh Rivaille, dia sangat mandiri dan berani, Levi mengira dia sepenuhnya mewarisi Eren dari semua aspek baik fisik maupun sifatnya yang kadang juga agak sembrono. Levi susah payah menelan rasa getir di tenggorokannya.

Aku akan meninggalkanmu sebelum kau terbangun, itu adalah kalimat perpisahan yang diucapkan pria paling dicintainya secara langsung. Levi ingat setiap detik yang mereka ambil seluruhnya. Di sungai yang memantulkan cahaya bintang dan kabin kecil yang hangat itu, Levi merasakan dengan sangat jelas sentuhan panas Eren di tubuhnya. Bibir Eren pada bibirnya, waktu seakan terhenti sepanjang mereka memadu kasih di ranjang putih.

Lengan-lengan kecil Rivaille memanjat ke lehernya dan menggantung di sana. Dia masih saja merintihkan sang Papa. Levi berjengit ketika menyadari kening bocah itu terasa panas menyentuh kulit lehernya. Dengan sigap Levi memeriksa suhu tubuhnya, "astaga, kau demam, Sayang?"

Ren tersentak panik hingga punggungnya menegak kaku.

Andai kau tahu betapa anak-anak kita merindukanmu, Eren. Bahkan Rivaille pun sampai terserang demam dan tak mau makan karena selalu memikirkanmu.

"Ren, tolong jaga adikmu, Mama segera kembali," Levi membaringkan Rivaille di ranjang lalu melesat ke dapur dan menjerang air.

Levi hendak mencapai pintu kamar ketika Mikasa muncul dari arah depan. "Untuk apa air hangat dan handuk itu?"

"Rivaille demam, aku akan mengompresnya."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Levi bergegas masuk lalu membasahi handuk dan meletakannya di kening Rivaille. Kondisi Rivaille tampaknya lebih menyesakan bagi Ren daripada dirinya. Anak sulungnya itu benar-benar cemas melihat adiknya menggigil dan mengigau memanggil ayahnya.

"Papa ..."

Levi mengalihkan seluruh perhatiannya pada bocah duplikat Eren tersebut. Ren tampak enggan melepaskan tangan mungil adiknya. Levi mengangkat tangan ke pucuk kepala coklat kayu itu dan mengelusnya. Ren kecilnya begitu tampan, sama sekali tidak mewarisi garis mana pun darinya sebagaimana Rivaille hanya mewarisi dirinya saja.

"Papa di mana? Rivaille pasti sangat merindukannya."

Mata hijau itu berkaca-kaca. Levi kesulitan menggerakan bibirnya memberi jawaban karena sesungguhnya dia memang tidak tahu di mana Eren berada, dia bagaikan lenyap ditelan bumi.

"Mama berjanji akan menemukan Papa, jangan menangis, ya?"

Levi mendaratkan ciuman lembut di kedua pipinya yang tembam dan basah oleh air mata, Ren mulai berhenti terisak perlahan.

Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu di luar rumah dan seseorang mengetuk pintu kamar. Levi beranjak ke pintu dan membukanya. Itu adalah Mikasa yang hendak memberitahukan kedatangan kepala Keluarga Tybur yang ingin menemuinya. Levi mengernyit sedetik sebelum teringat siapa itu keluarga Tybur.

"Aku menyusul sebentar lagi," sahutnya lalu berpaling ke arah Ren, "jaga adikmu!"

Beberapa hari lalu Angel mengatakan dia telah mengabari Keluarga Tybur dan mereka akan datang menemuinya. Sesuai yang dijelaskan Angel dan catatan Klan Ackerman, Tybur adalah salah satu keluarga prajurit setia kerajaan bersama Klan Ackerman dan keluarga Aaltonen, terutama kepada Omega Sempurna. Dengan ingatan mereka yang nyaris sempurna, Keluarga Tybur menjadi juru arsip yang juga memiliki catatan paling lengkap di perpustakaan besar mereka yang katanya tersembunyi di suatu tempat.

The Coordinate : Perfect Sword and ShieldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang