"Kalau kondisinya membaik sore ini, besok Rivaille bisa pulang," Hange menguap lebar setelah menyelesaikan kalimatnya. Wajahnya yang kusut menunjukan bahwa dia melewatkan waktu tidurnya semalam.
Levi mengangguk samar, dia cukup lega mendengar kabar baik mengenai kesehatan Rivaille. Butuh sehari penuh membujuk bocah itu supaya makan dan suhu tubuhnya sudah turun ke normal secara berangsur-angsur. Sekarang Levi bisa berpikir dengan leluasa bagaimana caranya menemukan dan membawa Eren pulang untuk melunasi janjinya kepada Rivaille dan Ren.
"Oh ya, Levi, seseorang ingin bertemu kalian. Jadi, besok kita akan berangkat ke Hamburg."
"Siapa?" tanya Levi penasaran, siapa yang ingin bertemu dengannya? Akhir-akhir ini dia telah bertemu banyak orang. Angel, Corina, Kenny, Jean, Mikasa, Willy, Lara, sekarang siapa lagi?
Selain itu, mengapa dia harus kembali ke Hamburg? Dia tidak lupa bahwa tujuannya meninggalkan Hamburg dulu adalah untuk menjauhi Eren. Tetapi sekarang rasanya sungguh ironis bagaimana hatinya kini malah berharap akan menemukan Eren di sana.
Levi menganggapnya lelucon terburuk dan menggelikan, sebuah pelarian yang malah menuntunnya pada alasan yang mendasari rencana berujung bencana itu.
Eren ...
"Kau tidak mengenalnya, tapi dia cukup tahu tentangmu," jemari kurus Hange bergerak mendorong kacamatanya ke arah mata, "mungkin kita bisa mendapatkan petunjuk mengenai Eren."
"Semoga saja," Levi menyahut dalam suara lirih serupa embusan angin.
"Aku akan mengurus pasien yang lain, kalau lapar pergilah ke kantin atau minta pada pamanmu itu," Hange berceletuk jenaka, "tadinya kupikir dia itu ayahmu."
Sudut kanan bibir Levi terangkat sedikit, senyumnya getir dan masam sekaligus. "Dia tak pernah berniat jadi ayah bagi siapa pun."
Koridor panjang dan sepi itu menggemakan helaan napas Hange, "yeah, sebaiknya kau tidak mengabaikan perhatian pria tua itu. Kau pasti akan membutuhkannya untuk mengantarmu ke altar suatu hari nanti."
"Kau ini berisik sekali, diamlah!"
Hange terkekeh. Keletihan di wajahnya lenyap begitu saja ketika dia mengeluarkan tawa dari dadanya. Muka Levi yang memerah padam karena rasa malu benar-benar menggelitiknya hingga nyaris menyemburkan semua udara dari paru-paru.
"Daripada itu, sebaiknya kau menjenguk Rivaille. Sampai jumpa."
Levi mengangguk dan Hange melambaikan tangan sekilas sebelum mereka berbalik ke arah yang berlawanan. Cahaya siang hari menembus kaca jendela besar sepanjang lorong itu, seolah menuntun langkahnya agar tidak salah berpijak. Levi mencoba fokus namun rasa penasarannya semakin berjolak tinggi.
Siapa yang akan kami temui?
Dia tahu bahwa jawabannya tak akan muncul begitu saja. Mereka harus pergi besok jika ingin melihatnya namun siapa yang bisa menahan rasa keingintahuan manusia?
Tangan rampingnya terulur mendorong pintu dan disambut aroma disinfektan yang agak menyengat. Levi melangkah masuk lantas menghampiri ranjang di mana putra kecilnya sudah terjaga dari mimpi buruk.
Levi bergidik, mengingat mimpi-mimpinya sendiri penuh dengan warna hitam, pohon cahaya, lautan kabut keperakan, orang-orang aneh, dan Eren yang selalu berada jauh tersembunyi di dalam kabut-kabut itu. Levi hanya tidur selama 3-4 jam, lalu terjaga dengan titikan air memenuhi pelupuk matanya.
"Mama." Itu adalah kata kedua Rivaille setelah 'Papa' yang tidak tergantikan dan selalu keluar melewati mulut mungilnya ketika demam.
Rivaille menjulurkan kedua lengannya dengan masih berbaring di ranjang. Levi tersenyum tipis lantas meraih bocah itu ke dadanya. Ren sedang makan siang bersama Jean dan Kenny di luar, hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Levi duduk di pinggir ranjang membelakangi jendela.
"Sayang, kau mau makan?" tawarnya.
Bocah itu menggeleng lemah. Levi mencium sisi kepalanya, sementara si objek hanya menyandarkan pipi tembam di bahunya. "Papa."
Levi mendesah berat mendengarnya. Sekarang Rivaille hanya memiliki tiga kata yang senantiasa digunakannya. Papa, Mama, Ren. Namun yang paling dominan adalah 'Papa'. Ini sangat meresahkan Levi, khawatir kepergian Eren berdampak buruk bagi kedua anaknya.
Eren, mari kita bertaruh. Kali ini akulah yang akan menang!
~¤~
Keesokan harinya, mereka berangkat ke Hamburg seperti parade mobil off-road. Levi menumpangi mobil bersama Kenny serta Ren dan Rivaille. Jean dan Mikasa berada di rombongan Hange dan asistennya, Moblit. Lalu Angel dan Corina dengan membawa Tybur bersaudara.
Levi sudah menahan pertanyaan tentang ke mana mereka akan pergi sejak meninggalkan Garmisch-Partenkirchen. Mobil Hange di depannya memandu dan mengambil rute lain yang tercepat sehingga mereka bisa mencapai Hamburg kurang dari 6 jam.
Akan tetapi, Hange justru membawa mereka ke sebuah hotel mewah yang cukup terkenal di Hamburg. Levi langsung mengernyit dan memandangi bangunan itu dengan bingung. Mereka bukan ingin berlibur, kan?
"Hange, ini konyol! Apa yang akan kita semua lakukan di hotel?" Levi memuntahkan kekesalannya.
Alih-alih merasa takut, Hange tertawa renyah dan menepuk bahunya. "Moblit dan aku butuh sedikit bersantai setelah rutinitas di rumah sakit."
Levi menatapnya sengit. "Apa katamu?"
"Hanya bercanda," Hange Zoe berputar dan bergerak menuju pintu masuk lalu berhenti di lobi, "semuanya kecuali Levi bisa beristirahat di kamar. Tenang saja, tak ada tagihan nanti."
"Hange ... jangan bermain-main sekarang!"
"Hei, aku tidak berdusta! Si Monyet Pirang itu berbaik hati memberi kita akomodasi gratis, daripada itu, harusnya dia sudah ada di sini," kata Hange, pandangannya berkeliaran ke sekeliling mencari sesuatu atau lebih tepatnya seseorang.
Dengan bergaya selayaknya pemandu tur, Hange Zoe memberi instruksi mengenai apa yang bisa mereka lakukan di sana. Kemudian Hange berpaling pada Levi yang masih menggendong Rivaille dan menggandeng Ren di sebelahnya setelah yang lain membubarkan diri menuju kamar masing-masing.
"Ikut aku!"
Levi mengikuti langkahnya dengan rasa penasaran yang menggumpal di kepalanya. Mereka naik ke lantai tertinggi menggunakan lift. Kotak baja itu seakan menelan mereka sementara melesat naik tanpa terasa sampai bunyi berdenting terdengar menandakan sudah tiba di tujuan. Lalu Hange memimpinnya menyusuri lorong sepi menuju pintu kayu bergaya Avant-Garde.
Ketika pintu itu dibuka, Levi melihat sebuah ruangan besar yang tertata rapi dan klinis. Dalam hati Levi menjeritkan ketakjuban betapa bersihnya tempat itu sebelum matanya menangkap sosok pirang namun bukan Erwin yang berdiri di dekat jendela. Pria itu berbalik, Levi menemukan mata biru kehijauan yang terkesan memancarkan humor sekaligus ketenangan dan bercambang tipis sepanjang garis rahang dan dagunya.
"Ah, kawan lama, Zeke Jaeger! Sekarang kau lihat? Aku membawa Omega Sempurna di hadapanmu!"
Pandangan pria bernama Zeke Jaeger itu seolah melucuti dirinya. Levi merasa risih diperhatikan terus-menerus namun ada sesuatu lain yang juga ikut terpancar melalui mata di balik lensa kacamata bundar itu. Seperti campuran rasa penasaran, kagum, sesal, dan kekhawatiran, menimbulkan kesan tenggelam dengan memualkan.
Levi terpaku. Ren semakin mengeratkan tangannya. Rivaille mulai gemetar takut.
"Halo, Levi Ackerman."
***
Jangan lupa untuk menabur bintang dan komentar setiap usai membaca!
See y'all next chapter ♡\(^-^)/♡
Jepara, 23 Maret 2021
With love,中原志季
Nakahara Shiki
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coordinate : Perfect Sword and Shield
Random[Fanfiction of Shingeki no Kyojin by Isayama Hajime. Mainship : Eren Jaeger x Levi Ackerman] Start : January 26th, 2021 End : April 6th, 2021 Alpha dan Omega Sempurna diturunkan sebagai pengendali konflik antarras di dunia. Mereka diberkati anugerah...