A Different Way

722 119 10
                                    

Butuh beberapa saat sebelum Levi bisa menjelaskan alasan dia kembali tanpa Eren. Dia begitu terguncang, mungkin jika Eren meninggalkannya itu sudah sangat biasa tetapi membunuh Eren untuk menghentikan feromonnya ... Levi ragu.

Hanya kau, Sayang, hanya kau!

Kata-kata itu bagaikan hantu pucat yang menggentayangi sisi tergelap pikirannya. Mengapa harus aku? Levi terus bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa harus dia yang terpilih, sebagaimana Eren terpilih sebagai Alpha Coordinate, mengapa harus dia yang bisa membunuh Eren?

Dadanya kembali bergemuruh. Seluruh dirinya, hati dan pikirannya, menentang keras gagasan itu. Apakah tidak ada cara lain? Levi tidak sanggup jika harus membunuh Eren. Bahkan membayangkan darah Eren di tangannya pun rasanya dia ingin mati lebih dulu.

Bagaimana bisa aku membunuh orang yang paling kucintai?

"Mama?" Ren menyurukan wajahnya di bahu Levi. Bocah itu semakin mirip ayahnya, sama sekali tidak menangis ketika Zeke mengobati luka di kepalanya.

Saat ini mereka berada di dalam manor. Levi duduk di lantai dekat perapian, memeluk Ren-nya yang baru pulih dari keterguncangan akibat perbuatan Rod. Jasad pria tua itu sendiri sudah dipindahkan ke ruangan khusus berdampingan dengan adik lelakinya, Uri. Historia tampaknya sangat terpukul meski dialah yang menembakan peluru kepada Rod. Bagaimana pun juga, tak ada yang mengharapkan semua berakhir seperti ini.

"Tidak apa-apa," bisikan Ren terdengar seperti Eren, Levi terkesiap mengira Eren-lah yang membisikan kata-kata penenang itu, "aku di sini, semua akan baik-baik saja."

Levi mendekap Ren lebih erat, air matanya berjatuhan di punggung bocah itu. Ren merengkuh leher ibunya dan menepuk-nepuk bahu yang bergetar di bawah wajahnya. Pola pikirnya berkembang mendahului usianya. Ren jauh lebih dewasa daripada yang anak lima tahun bisa mengerti.

"Maaf, Mama tidak bisa membawa Papamu kembali," lirihnya lalu kembali sesenggukan.

"Belum terlambat, Levi," ada keseriusan yang ganjil dalam suara Erwin, "katamu dia berlari ke arah kota, bukan?"

Levi mengangguk samar nyaris tak kentara. Teringat sosok tegap Eren yang berlari menuju jalan yang akan membawanya kembali ke pusat kota.

"Dia pasti butuh tempat yang paling tinggi untuk menyebarkan feromonnya," Erwin melanjutkan. Dia mengernyit tanda sedang berpikir, "tetapi puncak tertinggi di kota bukanlah yang tertinggi di dunia."

"Erwin, apa yang sedang kaupikirkan?"

"Penyebaran feromon Eren tidak akan efektif, setidaknya radiusnya sangat terbatas pada sejauh mana yang bisa dicapainya dari puncak itu.

Levi, feromonnya tidak akan langsung menyebar ke seluruh dunia dalam sekejap. Eren akan membutuhkan waktu setidaknya beberapa hari untuk menghabisi para targetnya. Jika kita bisa menghentikannya dalam satu atau dua hari, kau hanya perlu menyebarkan lebih sedikit feromon penyembuh dari yang seharusnya-"

"Erwin!" Levi menyergah cepat, "masalahnya bukan aku, feromonnya tidak bisa dihentikan kecuali aku membunuhnya!"

Erwin terengah dan merasa bersalah atas ucapannya. "Maaf, aku mengatakan hal yang aneh."

Ada hening panjang. "Hei, Levi." Itu suara Zeke. Tanpa kacamata, wajahnya tampak lebih keras dua kali lipat. "Apa kau akan membiarkan Eren membunuh orang-orang yang tak bersalah?"

Napas Levi tertarik tajam. "A-aku ... tidak tahu."

Hening lagi. Zeke berkata, "bagaimana kau bisa tidak tahu, hah? Aku tahu ini pilihan yang mustahil tidak akan kita sesalkan, tetapi membiarkan Eren menjadi mesin pembunuh dan diperbudak kekuatannya sendiri, apa kau akan setega itu membiarkan Eren lebih menderita?"

The Coordinate : Perfect Sword and ShieldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang