A Bounded Savior

689 123 13
                                    

Pada hari Ren menghilang, badai salju sedang ganas-ganasnya.

Pagi sebelum bocah itu dikabarkan menghilang, dia sedang berbelanja bersama Carla di salah satu pusat perbelanjaan. Ren sempat berpamitan ke toilet dan Carla menunggunya di salah satu toko roti sekalian membeli beberapa kue. Akan tetapi, sampai satu jam menunggu bocah itu tidak kembali juga.

Carla yang panik bergegas mencarinya berkeliling dengan menenteng beberapa kantong belanja, namun bocah itu benar-benar hilang tak terketemukan. Bahkan setelah Carla meminta bantuan petugas di pusat informasi masih tidak juga membuahkan hasil.

"Aku sungguh minta maaf, Levi," Carla mengatakannya lebih dari sepuluh kali, dia benar-benar dirundung rasa bersalahnya. "Karena aku membiarkannya pergi sendirian."

Sementara itu, Levi hampir tidak bisa menahan isak tangisnya. Dia meringkuk di sofa dengan wajah terbenam di antara lutut dan dada. Bahunya terlihat bergetar, sesekali juga terdengar Levi sesenggukan. Setiap kali orang mengajaknya bicara tak pernah disahutnya. Itu sebabnya Carla tidak bisa melawan serangan rasa bersalah yang mengerubungi hatinya.

Levi terus menggumamkan nama anaknya, "Ren ..."

Erwin masih di sana. Duduk terpaku menatap Levi yang tak kunjung berhenti menangis. Matanya sendu dan dipenuhi kekhawatiran. "Kau tahu, dia begitu mirip ayahnya," celetuknya, "sangat pemberani dan pantang menyerah.

Aku yakin, Ren tidak akan menyerah untuk pulang kepadamu. Ren akan baik-baik saja. Bahkan jika ada orang yang mengganggunya, dia pasti akan membuat orang itu kesusahan. Kau tahu, dia adalah anak lelaki Eren Jaeger."

Usai mengatakannya, isakan itu perlahan mereda. Levi mematung dan masih dalam posisi meringkuk namun bahunya sedikit melemas tak setegang sebelumnya. Apa dia mendengar perkataan Erwin? Tampaknya begitu karena tak lama setelahnya, Levi mengangkat kepalanya dan menyugar rambut ke belakang dengan jemari.

Mata dan hidungnya bersemu merah, air mata berceceran di kedua belah pipinya. "Aku akan mencarinya."

"Reiner dan yang lain sedang mencarinya," kata Erwin.

"Tapi aku harus mencarinya sendiri!" bentaknya.

"Sekarang ini badai salju, Levi."

Carla terperanjat. Tak pernah menyangka Levi bisa sangat menakutkan bila terjadi sesuatu pada anak-anaknya. Tangannya terulur untuk meremas bahu Levi dengan sikap menenangkan. "Erwin benar, terlalu berbahaya di luar."

"Apa Ibu tidak mencemaskan Eren sekarang?" Levi berusaha melembutkan suaranya yang parau, "aku tak bisa tidak mencemaskan Ren di luar sana sementara aku duduk nyaman di sini, Ibu pasti mengerti, kan?"

"Tentu, Sayang, Ibu mengerti. Ibu sangat tahu perasaanmu, kita sama-sama kehilangan anak kita," Carla sama terpuruknya dengan Levi.

Mereka tertimpa nasib yang sama. Meski dia menunjukan sikap ceria di hadapan Ren dan Rivaille sebelumnya, sesungguhnya ada kesedihan yang menggenang di lubuk hati Carla selama ini. Sebagai seorang ibu, Carla juga sedang digerus gelombang kesedihan karena Eren yang entah ada di mana sekarang. Sebagaimana Levi menangisi Ren. Bedanya, Carla masih memiliki Grisha di sisinya yang mendampingi.

"Tapi kau masih memiliki Rivaille," Grisha berkata, dia baru saja selesai mengganti perban di lengan Rivaille dan kini tangan bocah itu berada dalam genggamannya, "maksudku, wajar jika kau mengkhawatirkan Ren tapi kau tidak boleh lupa, masih ada satu anak lagi yang membutuhkanmu."

"Mama?"

Dalam sekejap Levi langsung menemukan sebentuk rupa yang menyalin wajahnya. Kata-kata Grisha bagaikan tamparan yang dilayangkan ke mukanya. Dia hampir lupa ada Rivaille di sisinya. Grisha mendorong Rivaille kepada Levi sampai bocah itu tersuruk dalam pelukan ibunya.

The Coordinate : Perfect Sword and ShieldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang