"Sialan."
Laki-laki yang sempat mengaku sebagai Geral itu, memukul setir mobil. Dengan Lihai ia memutar balikkan mobilnya menuju tempat seorang gadis yang ia tinggalkan tadi.
Laju mobil yang sengaja diinjak pedal gas agar melaju dengan cepat membuat cipratan air hujan yang menggenang di aspal terciprat ke atas. Rahang Geri mengeras, arah matanya menatap seorang gadis dari jarak beberapa meter di depan sana yang masih dalam posisi tetap sama sebelum ia tinggalkan tadi.
Mobil yang telah berhenti di dekat gadis yang sudah basah kuyub terkena tetesan air dari langit, langsung membuat Geri menghampirinya. Terdengar decakan keras dari Geri, tanpa sadar ia mengepalkan tangan.
"Kenapa gak meneduh? Kenapa masih diam di sini? Kenapa membiarkan diri lo kedinginan?" Geri berdiri di hadapan Yasinta.
Yasinta mengusap area matanya pelan, menyingkirkan air hujan yang menggangu penglihatan. "Kenapa kembali? Kenapa tadi lo pergi kalau bakal kembali lagi? Lo selalu buat gue bingung Ger, kalau memang lo nyuruh gue buat jangan muncul di hadapan lo lagi, ya lo juga gak usah datang menampakkan diri lo di depan gue, kalau lo masih terus memikirkan gue jangan pernah bilang sesuatu yang seakan gak senang kalau gue ada di dekat lo."
Yasinta berusaha untuk bangkit, rasa perih di kening yang masih mengeluarkan darah walau tidak banyak sebisa mungkin Yasinta tahan. Yasinta menatap mata Geri, seakan menuntut laki-laki itu untuk bersikap lebih tegas dalam ucapannya.
"Ger, dari dulu lo selalu buat gue heran, perkataan lo sama sekali gak sesuai dengan perbuatan lo," ujar Yasinta.
"Lo gak mau gue ada di sini? Baik Yas, gue akan pergi." Geri mengangguk, ia tersenyum kecut lalu berbalik badan.
"Geri," jerit Yasinta, telapak tangannya terkepal. "kalau lo pergi, gue akan benar-benar memantapkan hati untuk tidak mencintai lo lagi."
Suara Yasinta bagai angin lalu untuk Geri. Seperti tidak mendengar apapun, Geri dengan santainya berjalan menjauhi Yasinta.
Gertakan gigi mungkin tersamarkan dengan air hujan, tapi ekspresi geram Yasinta bisa dilihat dari wajahnya sekarang. Sorot matanya tiba-tiba berubah tajam, bercampur dengan emosi yang mulai meluap hanya karena satu orang.
"Jadi itu pilihan lo? Pergi Ger, jangan pernah kembali. Waktu akan buat kenangan kita tenggelam dan gue yakin bisa melupakan lo." Yasinta mengepalkan tangan, menahan rasa sesak setelah ngucapkan kalimat itu.
Langkah Geri langsung terhenti, ia kembali menatap wajah Yasinta. "Dasar cewek plin-plan. Tadi lo bilang akan berjuang, tapi sekarang lo nyuruh gue pergi."
"Iya gue cewek plin-plan, masalah buat lo?" tanya Yasinta dingin.
"Kita memang gak cocok bersama. Mungkin lebih baik kita saling menjauh. Dan gue ingatin ke lo jangan sekalipun lo sebar identitas gue ke siapapun, apalagi bilang kalau gue masih hidup."
"Kenapa? Bukan cuma gue yang tau kalau lo adalah Geri. Terus memangnya lo berhak nyuruh-nyuruh gue? Besok gue akan kasih tau satu sekolah kalau ternyata seorang Geri Geraldi gak mati," ujar Yasinta seraya tertawa pelan.
Geri menyeringai, ia berjalan mendekat ke arah Yasinta. Tatapan matanya dalam dan menusuk, membuat Yasinta sempat merinding sesaat. Geri menyampirkan kedua tangannya di bahu Yasinta. "Bilang apa lo?"
"Budek ya? Gue akan bilang kesatu sekolah kalau lo masih hidup," ulang Yasinta.
"Yakin?"
"WAAA." Yasinta langsung mengalungkan tangannya ke leher Geri, kala lelaki itu tiba-tiba mengangkat tubuh Yasinta dan membopongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta 2 (Dia kembali?)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Ini squel dari Yasinta. Jadi, sebelum baca yang ini, baca cerita Yasinta dulu ya. Harus senang atau sedih? Yasinta masih bimbang untuk memilih salah satunya. Dia kembali atau hanya rupanya saja yang sama? Yang...