Part 45

4K 281 25
                                    

Happy Reading
.
.

"Sudah jam berapa ini Yasinta? Sebentar lagi ujian, apa kamu tidak mau lulus?"

Yasinta berhenti melangkah mendengar suara menggema dari guru Bahasa Indonesia yang terkenal tegas. Bibir kering tanpa polesan apapun hanya bungkam tidak berniat menjawab.

"Ke sini kamu," panggil Pak Adi kesal karena Yasinta main masuk tanpa mengucap salam.

Tiga puluh menit sudah Pak Adi menjelaskan materi dan selama itu juga Yasinta baru datang. Tatapan melotot dari balik kacamata minus memberi efek kepada semua siswa XII IPS 3 untuk tidak mengeluarkan sedikitpun suara, takut.

"Tiga kali bolos di pelajaran saya kemana saja kamu?"

Lagi dan lagi tidak ada jawaban dari Yasinta, mata panda karena semalaman tidak tidur hanya menatap satu arah dimana tempatnya duduk.

"Yasinta!"

"Jangan kurang aja kamu! Saya sedang bicara dengan kamu." Pak Adi menatap Yasinta jengah.

"Jangan marahi saya." Yasinta memegang leher bagian belakang, berbicara sangat pelan.

Wajah Pak Adi memerah, membuat satu kelas menatap guru Bahasa Indonesia itu semakin takut. Pak Adi tidak bisa menahan untuk tidak marah melihat perilaku tidak sopan Yasinta.

"Kalau baju sudah kekecilan jangan dipakai lagi," omel Pak Adi melihat seragam Yasinta yang sengaja di crop. "Dimana dasi kamu? Kamu niat sekolah gak sih? Kalau kamu tidak mau dimarahi ubah kebiasaan buruk kamu!"

"Bapak berniat mengajar atau mencari-cari kesalahan saya?" tanya Yasinta sangat tidak sopan hingga Anggi yang duduk di bangkunya merasa gelisah.

"Semakin tidak sopan kamu Yasinta! Jangan karena kamu berteman dengan Alfian kamu jadi semena-mena seperti ini."

Yasinta kembali mengusap tengkuknya yang mulai berkeringat dingin, matanya semakin sayu ditambah omelan Pak Adi membuat mood Yasinta semakin buruk.

"Kamu mau tidak saya luluskan di pelajaran saya?" ancam Pak Adi.

"Kalau begitu jangan luluskan saya."

Semua di kelas itu syok mendengar ucapan Yasinta yang begitu berani. Namun, Yasinta seolah tidak peduli, sehabis mengatakan itu Yasinta langsung pergi keluar, terlebih Pak Adi juga sepertinya tidak berniat mencegah Yasinta.

•••

Yasinta membanting tas menghasilkan suara menggema di ruangan luas yang dipenuhi bangku bertingkat. Kaki jenjang terbalut kaos kaki selutut itu menekuk, kepalanya menunduk melihat lantai.

Setetes demi setetes buliran terjatuh dari pelupuk mata, isakan pilu ditahan hingga mengeluarkan suara sesegukan.

"Gue lelah." Yasinta meremas baju pada bagian dada.

"Kenapa lagi-lagi seperti ini?"

Yasinta mendongak, kedua iris berairnya menatap ring basket yang hanya berjarak lima meter dari tempatnya. Sudah tiga hari kepergian Geri, sampai saat ini Yasinta tidak tau lelaki itu pergi kemana.

"Geri!" jerit Yasinta frustasi, ia menjatuhkan lutut ke lantai tidak sanggup menopang tubuhnya.

"Dua kali lo pergi."

"Dua kali lo buat gue seperti orang gila."

Yasinta menunduk dalam meratapi kesedihan.

"Ini tempat favorit lo 'kan? Tempat biasa lo main basket."

"Gue salah apa sama lo?" tangisan Yasinta semakin mengencang. "Gue salah apa Ger?"

Dulu tempat ini terasa spesial, tempat bernostalgia. Yasinta ingat bagaimana Geri mengoper dan melempar bola ke arah ring, bagaimana dulu Geri menyeka keringat dan melambaikan tangan kepadanya, masih membekas dalam ingatan Yasinta ketika mereka sering menghabiskan waktu berdua di tempat ini.

Yasinta 2 (Dia kembali?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang