Part 13

2.1K 266 14
                                    


"Memangnya gue bilang akan bercerita?" sambil memandang Yasinta, Geri meremas tisu yang diambilnya dari atas meja makan, sebagai pelampiasan ketidaksetujuan atas situasi sekarang ini. "Kalian gak bisa maksa gue untuk mengatakan semuanya? Lagipula pertanyaan Yasinta ada sangkut pautnya dengan Dandi dan Alfian 'kan? Kenapa gak tanya ke mereka aja."

"Gue ingin mendengar langsung dari mulut lo." Yasinta menunduk tidak berani menatap mata Geri.

"Oke kalau itu mau lo," jawab Geri.

Geri bangun dari duduknya dan beranjak ke tempat Alfian. Kedua tangan Geri bertumpu pada pundak di belakang Alfian. Mungkin saat ini Yasinta, Dandi, ataupun Riki menyangka Alfian sudah baik-baik saja, sinar matanya tidak sesedih atau sesayu tadi. Tapi, Geri bisa merasakan jika Alfian lebih terpuruk ketimbang tadi. Sweater biru muda yang dipakai Alfian, tercetak jelas dari sentuhan Geri jika itu basah akibat keringat.

"Gue yang salah," bisik Geri.

Beberapa kerutan tercetak jelas di dahi Alfian. Jujur saja, Alfian tidak begitu mengerti apa maksud Geri, apalagi nada bicara Geri yang sedikit bergetar.

Geri menarik nafas panjang. menahannya sebentar lalu dihembuskan secara perlahan. Seandainya Geri bisa memutar waktu, pasti ia memilih tidak akan ikut bersama Dandi untuk mencari Alfian, maka ia tidak akan sampai minap di rumah Dandi dan menghadapi situasi ini. Karena, jujur itu butuh keberanian yang tidak sedikit. Tapi, mau tak mau Geri harus menceritakan semuanya.

"Sebelum menemui Alfian, gue terlebih dahulu bertemu Dandi. Tapi, sebelum gue bercerita, gue ingin memberitahu kalian satu hal." Geri menepuk bahu Alfian pelan, tujuannya tidak lain yaitu untuk menghapus keringat pada bahu sepupunya. "Balas dendam," lanjut Geri penuh penekanan.

Hanya mendengar kalimat terakhir yang Geri ucapkan, membuat suasana bertambah semakin tidak enak. Alfian yang ingin memasukan suapan nasi ke dalam mulut tiba-tiba terhenti. Yasinta menjadi semakin tidak berani untuk melihat Geri, wajahnya hanya fokus memperhatikan kaki tanpa alas di bawah meja. Lalu, Riki menyipitkan matanya menatap Geri dengan tanda tanya besar di kepala, mulutnya enggan membuka suara. Sedangkan Dandi, lelaki itu tidak bergerak sama sekali, tangannya di lipat di dada penasaran menunggu kalimat Geri selanjutnya bersamaan dengan seringai yang bertahan hanya beberapa detik tanpa mereka sadari.

"Tidak seperti Alfian, saat bertemu dandi dia tau siapa gue sebenarnya." Kali ini Geri melangkah mendekat pada Dandi. "Orang yang selalu memberi informasi tentang kalian atau bisa dibilang mata-mata."

Riki menuangkan segelas air putih pada Yasinta. Biar bagaimanpun juga, Yasinta yang paling terguncang di sini. "Minum dulu, Yas."

"Makasih." Yasinta memaksakan senyum.

Riki kembali memperhatikan Geri, ada sesuatu yang membuat Riki merasakan kasihan sekaligus geram melihat Geri yang seperti itu.

Kenapa lo bertingkah seperti bukan Geri yang gue kenal, batin Riki.

"Tepat satu bulan dari berita kematian gue, gue menemui Alfian." Geri tersenyum hambar, fokusnya menatap tisu yang berada di tengah-tengah meja makan yang tampak lapang, karena hanya meja di depan Alfian yang tersaji makanan dari Yasinta, dan satu gelas air dan tekok di depan Yasinta. "Sebuah pertemuan yang gue sengaja."

••

Geri menunggu tidak sabaran seorang yang sejak sepuluh menit yang lalu memasuki tako bunga. Matanya terus memperhatikan orang-orang yang keluar dari pintu kaca yang tepat di atasnya bertuliskan 'Aurora florist'.

Sebuah rencana yang telah Geri pikirkan matang-matang, rasanya tidak sabar sebentar lagi ingin menemui seorang yang cukup dekat dalam hidupnya. Setelah beberapa saat, mata Geri mengkap sosok yang mengenakan kaos kuning dan celana jeans hitam sobek bagian lutut, sudut bibir Geri terangkat ke atas, akhirnya yang ditunggu-tunggu keluar juga.

Yasinta 2 (Dia kembali?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang