Cahaya sinar matahari menelusuk ke indra penglihatan melalui jendela yang tirainya terbuka lebar, lelaki yang sedang terbaring dengan sedikit linglung memperhatikan di sekitarnya memastikan ia sedang berada dimana.Geri bangkit dengan rasa pusing di kepala, ada perasaan kesal bercampur lega saat mengetahui dirinya sedang berada dimana sekarang. Mata Geri sedikit menyipit ketika melihat figura seorang di dinding atas tempat tidur, tangan yang semula memegang kepala kini berangsur-angsur pindah ke dada.
Bingkai foto cukup besar memperlihatkan seorang laki-laki memakai baju berompi hitam tersenyum lebar. Geri ikut tersenyum dengan sejuta kesedihan.
"Pa, aku janji akan menemukan Mama." Geri meremat bajunya sambil memejamkan mata.
"Papa yang tenang di sana, di sini aku gak akan membiarkan Mama menderita lagi."
"Geri janji, Pa."
Payah, kata itu yang Geri deskripsikan pada dirinya sendiri. Geri merasa tidak berguna saat dihadapkan pada foto Papanya, seharusnya Geri bisa menggantikan posisi sang Papa untuk menjaga Elsa. Namun, yang Geri lakukan hanya terus membuat masalah.
Seandainya gue terus ada di samping Mama, seandainya gue gak menghilang begitu saja, seandainya gue bisa diandalkan, mungkin semua ini gak akan terjadi, batin Geri pedih.
"Anak Papa ini merindukan Papa." Geri mengulurkan tangan kanannya ke atas seolah dapat menggapai bingkai foto tersebut. Geri tersenyum lebar nan tulus, ia mengamati figura Papanya beberapa detik lalu setelahnya Geri melangkah mendekati pintu.
Selangkah demi selangkah Geri berjalan tanpa alas kaki menuju kamar di sebelah tempatnya tadi, sesekali Geri memegangi kepalanya pusing karena efek obat bius yang diberikan kepadanya.
Sudut mata Geri memperhatikan kanan-kiri sembari mencari sosok yang sangat ingin ia temui dan menanyakan alasan mengapa ia dibawa ke sana, namun rumah tersebut nampak sepi.
Geri segera menekan knop pintu ke bawah, dan munculah Alfian yang sedang duduk di tempat tidur dengan menunduk memandangi lantai keramik berwarna putih.
"Alfian," panggil Geri.
"Kakek dimana?" tanya Alfian seraya mendongak ke arah Geri.
Geri menggangkat bahu sambil berjalan mendekati Alfian. "Lo gak apa-apa?"
Alfian menggeleng sebagai jawaban, wajah Alfian terlihat tidak biasa. Wajah itu terkesan sedikit judes dari biasanya, dan bibir Alfian melengkung ke bawah sambil kembali menunduk dengan meremas jemari satu sama lain.
"Gue akan pergi, kalau lo gak enak badan istirahat di sini aja," ujar Geri mencoba memahami kondisi Alfian. Lagipula, Geri tidak bisa berlama-lama di sana, ia harus segera mencari Mamanya dan Revaldi.
"Tidak ada yang boleh pergi dari sini," ujar Tyo yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu memandangi Geri dan Alfian.
"Gak ada alasan buat saya di sini." Geri balik memandang Tyo.
"Kenapa? Kamu cucu saya, saya berhak mengatur kamu apakah kamu boleh pergi atau tidak." Tyo melangkah mendekat ke arah Geri dan Alfian. "Kamu gak boleh kemana-mana, Geri."
"Mama saya lebih berharga daripada Kakek," ujar Geri pedas yang langsung mendapat pelototan tajam Dari Tyo. "Saya akan mencari Mama!"
Alfian melirik sekilas perdebatan antara Geri dan Tyo, senyum sinis menukik dari bibir Alfian namun tetap tidak ada pergerakan dari tempatnya. Alfian dapat melihat mata Geri bergetar menahan amarah yang akan keluar lebih dari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta 2 (Dia kembali?)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Ini squel dari Yasinta. Jadi, sebelum baca yang ini, baca cerita Yasinta dulu ya. Harus senang atau sedih? Yasinta masih bimbang untuk memilih salah satunya. Dia kembali atau hanya rupanya saja yang sama? Yang...