Geri membuka pintu dengan tidak sabaran hingga menimbulkan gebrakan cukup kuat dari pintu kayu yang terbentur tembok. Kaki jenjang yang terbalut sepatu kets menyusuri setiap penjuru rumah yang tidak terlalu besar. Rumah yang hanya menyisakan debu tipis serta tidak adanya perabotan sama sekali seperti tidak ada penghuninya, membuat Geri mendesah kecewa.Rumah yang dimaksud Anggun hanyalah rumah kosong, nyatanya tidak ada Elsa di sana. Rasa nyeri kembali melingkupi hati Geri, ia bahkan tidak bisa bersikap tenang menerima kenyataan jika Elsa belum juga ditemukan.
Geri meninju tembok kusam yang catnya sudah memudar sebagai pelampiasan emosi, rasanya Geri sedang berada di jalan buntu, ia bahkan sebelumnya sudah mendatangi rumah Anggun, tetapi gadis itu tidak ditemukan di sana.
"Kemungkinan Tante Elsa sudah pergi dari sini sebelumnya," ujar Alfian menyandarkan punggungnya pada tembok.
"Apa Mama sedang baik-baik saja sekarang?" Geri memejamkan mata mencoba menetralisir denyut jantung yang berdetak cepat.
"Mungkin," jawab Alfian ragu. Ia tidak bermaksud membuat Geri semakin gusar, hanya saja ketika masuk ke rumah ini Alfian merasakan sesuatu telah terjadi.
Alfian cepat memahami keadaan, matanya melirik bercak kemerahan yang sudah memudar melekat pada dinding bagian bawah tempatnya bersandar saat ini. Ia berusaha menutupinya dari Geri, takut Geri semakin cemas.
Alfian mencelos mengingat Tante dan sahabatnya yang berada di rumah ini sebelumnya. Bukan tidak mungkin telah terjadi sesuatu yang mengerikan kepada mereka berdua.
"Kenapa semua ini terjadi?" tangan Geri kembali memukul tembok.
"Gue sudah bejanji pada Papa untuk melindungi Mama, bagaimana jika gue gak bisa menepati janji itu?" lirih Geri terlihat putus asa.
Alfian memilih berdiam diri tidak menjawab ucapan Geri, ia sendiri memang khawatir, tapi Alfian tau lebih khawatir Geri saat ini.
"Sekarang kita harus kemana?" Geri menggigit lidahnya pelan, matanya sudah berair tetapi tidak sampai menangis.
Daripada Geri yang panik memikirkan keselamatan Mamanya, Alfian lebih bersikap untuk tenang. Mata Alfian menelusuri setiap sudut dari ruangan yang mereka tempati sekarang, memang terlihat berdebu tetapi tidak terdapat sawang atau sarang laba-laba di sana. Apalagi sesuatu menarik perhatian Alfian ketika pertama datang, di halaman depan rumah ini terdapat tanah hitam yang bercecer, melihat itu Alfian langsung tau jika itu tanah dari pot bunga yang tidak sengaja tumpah.
Tante Elsa sebelumnya memang tinggal di sini, batin Alfian sangat yakin.
Lalu darah ini milik siapa? Alfian kembali melirik dinding yang ternoda oleh darah yang telah mengering. Tante Elsa atau Revaldi?
Gue yakin Revaldi memang ke sini sebelumnya, Alfian terus membatin tanpa sadar Geri yang telah berdiri di depannya.
"Ada apa?" tanya Geri.
Alfian terkesiap langsung menggeleng, tubuhnya secara otomatis menggeser menutupi darah di dinding itu dari Geri.
"Kita harus kemana?"
Alfian menahan napas sebentar seraya menatap manik Geri. "Gak ada pilihan lain selain ke rumah Ani."
Mimik wajah Geri menggambarkan kata setuju menanggapi Alfian. Ia dengan tergesa-gesar keluar dari rumah itu, namun terhalang karena Alfian lebih dahulu mencekal tangannya.
"Sebentar lagi maghrib, kita istirahat dan makan dulu."
"Gak bisa kita harus pergi sekarang."
"Gue mengerti Ger, tapi lo juga harus mengerti kondisi fisik lo, kita ke sana butuh persiapan kalau lo baru datang sudah tumbang percuma Ger, kita belum makan dari pagi sebaiknya kita cari makan dulu." Alfian mencoba membuat Geri mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta 2 (Dia kembali?)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Ini squel dari Yasinta. Jadi, sebelum baca yang ini, baca cerita Yasinta dulu ya. Harus senang atau sedih? Yasinta masih bimbang untuk memilih salah satunya. Dia kembali atau hanya rupanya saja yang sama? Yang...