"Biasakan melakukan sesuatu bukan untuk imbalan, tapi nikmatin setiap prosesnya. Menang kalah dalam pertandingan itu biasa, gak usah terlalu ambisius untuk menang, yang harus kalian lakukan adalah kuasai pertandingan."
Dari pinggir lapangan, Yasinta terpaku sejenak melihat Revaldi berbicara tegas di depan adik kelas yang sebentar lagi akan mengikuti pertandingan basket. Baru kali ini, Yasinta melihat sosok lain dari Revaldi, sorot mata dari kekasih Anggi itu tajam, berdiri tegak dengan bola basket di tangan kanan, sembari memberi instruksi. Jiwa kepemimpinan memang sudah melekat kepada lelaki itu.
"Kak." Seorang laki-laki berpipi tembam mengangkat tangan. "Proses itu 'kan gak gampang, kalau kita kalah proses apa yang mau dinikmati? Bukannya kita harus berambisi untuk menang supaya kinerja tim makin maksimal?"
"Siapa nama lo?" tanya Revaldi.
"Ical, Kak."
"Oke Ical. Sejak awal gue bilang jangan terlalu berharap untuk menang, kalaupun kalah gak akan terlalu kecewa. Lo juga tau jika proses itu gak mudah, sebelum lo mencapai titik tertinggi pun, semua harus melalui proses. Proses itu istilahnya usaha, jadi nikmatin usaha lo sendiri, dengan begitu lo belajar bagaimana menghargai kerja keras," jelas Revaldi.
"Kalau kita udah berusaha semaksimal mungkin, terus gak menang pasti kita semua akan kecewa, bahkan Kakak sendiripun kecewa. Semua orang di sini pasti berharap untuk menang," sanggah ical lagi.
Revaldi mendrible bola sebentar, lalu melempar bola tersebut ke arah ring. "Kalau kita terpaku untuk menang, segala macam cara akan dilakukan demi menang, walau itu pakai cara licik sekalipun. Kalau lo masuk club basket cuma untuk menang, mending keluar aja dari sekarang. Karena, gue lebih suka sama orang yang lebih menghargai usaha ketimbang angka."
Ical diam tidak menjawab Revaldi lagi, kepalanya mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Siapa di sini yang kecewa kalau kalah? Angkat tangan!" suara Revaldi kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Tidak ada yang menanggapi Revaldi, semua anak basket diam tidak berani menatap mata Revaldi yang berapi-api. "Bodoh kalau ada yang berpikir seperti itu. Kalau kalian kalah itu artinya kalian belum layak."
Yasinta meringis mendengar ucapan Revaldi. Revaldi sangat berbeda saat berhadapan dengan club basket dan Anggi. Jika sedang bersama Anggi, Revaldi lebih manis dan romantis, seperti tidak mampu untuk lebih dari melempar tatapan tajam.
Andai saja Geri yang berdiri di sana, menggantikan Revaldi pasti saat ini pandangan Yasinta tidak akan berkedip seperti Anggi di sebelahnya yang tidak pernah berpaling dari Revaldi. Sejujurnya, Yasinta sangat rindu melihat Geri yang menaklukan benda bulat berwarna oren yang biasa dilempar ke ring, Yasinta rindu dengan sosok yang menyeka keringat di tengah lapangan sambil melambai ke arahnya, Yasinta rindu dengan Geri yang masih menjadi bagian dari SMA Bina Mulya.
Bolehkah Yasinta berkata jika hidupnya semakin kacau? Bukan hanya dirinya, tapi orang di sekitar Yasinta pasti merasakan hal yang sama. Sekeras apapun Yasinta mencoba untuk bersabar, menjalani hari seperti biasa, namun hari-hari Yasinta terus berjalan berat.
Sampai kapan waktu mengembalikan keadaan? batin Yasinta.
"Are you okay?" Putri menepuk pundak Yasinta pelan.
Yasinta tersenyum lalu mengangguk. Melihat Putri, Yasinta tersadar jika Putri lebih merasa kehilangan Geri saat ini. Yasinta tau jika Geri masih hidup, sedangkan Putri sampai detik ini sama sekali tidak bisa melepas rindu terhadap Geri. Itu artinya, Yasinta lebih beruntung daripada Putri.
"Kalau gak enak badan pulang aja, gue juga males di sini," bisik Putri.
Bukan tanpa alasan Yasinta dan Putri berada di sana, jawabannya adalah Anggi yang bersikeras mengajak mereka untuk menemaninya. Apalagi dengan alasan jaga-jaga karena setelah absen dua hari Revaldi baru hari ini kembali ke Sekolah lagi. Yasinta tidak keberatan, anggap saja ini sebagai permintaan maaf karena tidak menjenguk Revaldi. untung saja cidera di kepalanya tidak terlalu parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta 2 (Dia kembali?)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Ini squel dari Yasinta. Jadi, sebelum baca yang ini, baca cerita Yasinta dulu ya. Harus senang atau sedih? Yasinta masih bimbang untuk memilih salah satunya. Dia kembali atau hanya rupanya saja yang sama? Yang...