Part 41

2.5K 228 10
                                    

Di sinilah Geri, di sebuah makam yang masih terlihat baru. Di atasnya terdapat sebagian bunga yang sudah layu bercampur bunga segar yang baru Geri bawa.

Setelah Tyo menemukan makam Mamanya, Geri langsung menuju ke tempat ini.

Tidak ada air mata dan tidak ada perkataan lirih yang keluar dari bibir keringnya, Geri hanya diam tanpa melakukan apapun.

"Penyesalan itu selalu datang di akhir."

Geri tidak menoleh sedikitpun. Hanya dengan mendengar suaranya Geri sudah tau siapa yang datang.

"Kita tidak diberikan pilihan yang baik." Orang itu berjongkok di samping Geri. "Menurut lo gimana?"

"Mau marah gak bisa mengembalikan keadaan, mau menyesal juga percuma." Geri menjawab dengan nada datar. "Mau mengikhlaskan tapi masih membekas."

Geri mengusap pusara Mamanya, bibir itu dipaksa tersenyum walau pedih. Ingatanya bernelangsa ke beberapa tahun silam, dimana hidup berdua dengan Elsa menjadi momen yang tidak akan pernah Geri lupakan seumur hidup. Setiap kenangan yang tercipta tidak akan Geri dapatkan lagi. Terlebih kasih sayang Elsa.

"Lo gak marah sama gue?"

"Untuk apa?" Geri mengadah pada langit yang dipenuhi awan putih. "Semua itu percuma."

"Rev, kalau misalnya lo dikasih pilihan lo mau dilahirkan seperti apa?" tanya Geri melihat ke arah Revaldi lekat.

Revaldi meneguk ludah membasahi tenggorokan karena terik matahari yang cukup panas. "Gue ingin diberikan orang tua yang menyayangi gue apa adanya tanpa adanya kehilangan dan kekerasan."

Geri tersenyum kecil mendengar harapan Revaldi. "Kalau gue lebih memilih untuk tidak dilahirkan."

Revaldi menghembuskan nafas mendengar ucapan Geri. Mereka berdua berkutat sejenak pada pikiran masing-masing, menjeda obrolan yang mengarah pada perasaan mereka.

Bahagia. Geri sama sekali tidak pernah mengaharapkan satu kata itu lagi. Jika dulu Geri selalu ingin hidup seperti Alfian, sekarang Geri mulai membuka mata, melihat bagaimana kehidupan ini berlangsung. Geri sadar mau sekeras apapun Geri berusaha ia tidak akan pernah bisa merubah takdir.

Selembar kertas yang dipenuhi dengan coretan tidak akan kembali terlihat mulus walaupun tinta itu sudah dihapus. Sama halnya dengan Geri, luka di hatinya tidak akan pernah hilang meski sekeras apapun ia berusaha untuk melupakannya.

Geri berharap peristiwa seperti ini tidak terulang lagi, baik pada dirinya maupun orang lain. Kejutan hampir setiap saat menghantui Geri, dimana ia menjelma menjadi orang jahat, menyedihkan, dan hampir gila karena sebuah dendam.

"Bukan Ani yang merencanakan semua ini," ucap Revaldi memandang pusara Elsa sedih. "Ini rencana Kakek dan kak Andre."

"Iya," jawab Geri sekenanya.

"Apa yang akan lo lakukan?"

"Gak ada," jawab Geri sama seperti tadi, singkat.

"Lo gak mau balas mereka?"

Geri tertawa tertahan. "Untuk menciptakan dendam yang baru? Lagipula Mama gak bisa hidup lagi, untuk apa?"

Revaldi mengangguk mengerti, ia tau jika Geri berusaha untuk bersikap tenang, sorot mata Geri masih terlihat jelas ketidakrelaan melihat makan Elsa di sana, masih tidak rela jika harus berpisah selama-lamanya dengan sang Ibu.

"Rev," panggil Geri seraya memberi sebuah amplop yang sudah dilipat kecil kepada "Revaldi maafin gue."

•••

Yasinta 2 (Dia kembali?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang