Diantara pepohonan dan semak belukar terdapat dua orang yang saling tatap dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda. Revaldi masih setia mempertahankan wajah remehnya, sedangkan Dimas memancarkan sorot mata yang berubah menjadi nyalang.Detik berganti menit terus berlalu, kaki yang menjulang di atas tanah seolah tidak terasa lelah karena belum ada pergerakan langkah dari Revaldi maupun Dimas.
"Apa arti Geri bagi lo?" tanya Revaldi.
"Kakak kelas."
"Dan mengagumi, begitu 'kan?" Revaldi mengangkat sebelah alisnya.
"Di mata orang-orang dia adalah ketua basket, pintar, dan mungkin juga tampan. Tapi Geri di mata gue adalah seorang yang penuh dengan kata kasihan," lanjut Revaldi.
Revaldi mengubah posisi tubuhnya dengan menyandar pada pohon, atensi mata Revaldi kini beralih melihat sepatu berwarna putih yang sedikit ternodai tanah pada bagian permukaan atas sepatu.
"Kisah percintaan, keluarga, dan teman gak ada yang berjalan mulus. Dari dulu hubungan Geri dengan Yasinta sudah bermasalah, dibenci Kakeknya, dan teman yang mengkhianatinya mungkin." Revaldi menghela napas.
"Dibalik itu, ada Alfian yang merasa bersalah terhadap Geri. Alfian yang berani berkorban apapun untuk Geri hanya karena Kakeknya yang lebih memperhatikan Alfian, padahal gue pikir dia gak perlu sampai segitunya terhadap Geri." Revaldi berjalan menghampiri Dimas yang masih setia mendengarkan Revaldi bercerita dengan seksama. "Maka dari itu, gue dorong Geri agar Alfian tidak jatuh sendiri."
Rahang Dimas mengeras, emosinya meluap. Dimas sendiri tidak tau harus bersikap seperti apa tentang hidup Geri yang jauh dari kata baik-baik saja. Namun, Dimas merasa tidak bisa mentolerir alasan Revaldi mendorong Geri.
"Harusnya lo menghentikan Kak Anggun untuk tidak mendorong Kak Alfian, bukan malah melakukan hal yang sama kepada Kak Geri," geram Dimas.
"Terus lo sendiri melakukan apa? Cuma bisa bersembunyi tanpa melakukan apapun, lalu menyalahkan orang?" Revaldi menarik kerah baju Dimas dan mendekat tepat di samping telinga Dimas. "Ikut gue kalau mau menyelamatkan mereka," bisik Revaldi.
Revaldi berjalan terlebih dahulu tanpa mempedulikan Dimas yang masih mematung di tempat. Tanah yang miring membuat Revaldi harus berhati-hati dalam melangkah dan berpegangan apapun pada sekitarnya agar tidak terjatuh.
"Mereka hanyut, gak mungkin kita berdua bisa menyelamatkan mereka tanpa bantuan!" teriak Dimas di belakang Revaldi.
Langkah Revaldi tidak terhenti, seolah ucapan Dimas hanya angin lewat yang tidak begitu penting.
Dimas berdecak di belakang Revaldi, walau begitu Dimas tetap berjalan mengikuti Revaldi ke pinggir sungai. Selain itu, Dimas juga penasaran apa yang akan dilakukan Kakak kelasnya itu untuk menyelamatkan Geri dan Alfian.
"Dimas rahasiakan apa yang terjadi pada hari ini," ujar Revaldi tanpa menoleh pada Dimas.
"Enak aja, niat gue 'kan mau melaporkan lo ke polisi," celetuk Dimas tidak terima.
Seculas rasa khawatir mulai Revaldi rasakan. Bukan karena Dimas yang ingin melaporkannya, tapi seiring langkahnya mendekati pinggir sungai, ritme detak jantung Revaldi berdetak semakin kencang.
Please, batin Revaldi berharap.
Ketika mata Revaldi melihat dua orang yang sedang berbaring di tanah dengan sekujur tubuh yang basah, langsung saja Revaldi berlari menghampiri keduanya.
"Kalian baik-baik saja saja 'kan?" Revaldi menjatuhkan lututnya di tanah tepat di depan Geri dan Alfian yang sedang terengah-engah.
"G-gimana bisa?" tanya Dimas tidak percaya, padahal ia yakin sekali jika Geri dan Alfian akan hanyut terbawa air sungai, sekalipun keduanya bisa berenang tapi itu sangat mustahil bisa menjangkau ke pinggiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasinta 2 (Dia kembali?)
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Ini squel dari Yasinta. Jadi, sebelum baca yang ini, baca cerita Yasinta dulu ya. Harus senang atau sedih? Yasinta masih bimbang untuk memilih salah satunya. Dia kembali atau hanya rupanya saja yang sama? Yang...