Empat Puluh Tujuh

1.2K 140 6
                                    

Tak ada yang mendekat dan menyentuh Keenan. Mereka seakan menjaga jarak dua meter dari Keenan. Memperhatikan Keenan yang menutup mata dengan gurat lelah yang teramat sangat. Uti sebagai satu-satunya orang tua yang menjaga Keenan masih duduk manis di sebelah Keenan sembari menggenggam tangan lemah itu.

"Pantesan uti ngebet banget mau balik Indonesia. Perasaan uti gak tenang. Sekarang uti disini, malah Keenan drop" ujar uti.

Wanita tua yang masih cantik itu menatap empat remaja di depannya kemudian tersenyum. Uti bangkit dari duduknya mendekati Rere sebagai satu-satunya anak perempuan disana.

"Pacarnya Keenan ya?" Tanya uti, Rere menggeleng ragu. "Loh bukan? Apa uti salah orang?"

"Uti tau Rere dari mana?" Tanya Rian memberanikan diri.

"Semalam, waktu tidur sama Keenan dia nunjukin foto perempuan. Kayaknya ya kamu" jawab uti menatap Rere.

"Cantik gak, ti?" Tanya Keenan sambil menunjukkan foto Rere dengan dia.

"Siapa? Cantik kok" balas uti

"Pacarnya dia tuh, ti. Keenan mah playboy" sahut Dirga.

"Enak aja kalo ngomong. Ngawur dia, ti"

Rere menunduk malu mendengar cerita uti. Tiba-tiba ia merasa tangannya digenggam oleh uti.

"Uti selalu berharap anak cucu uti diberi panjang umur biar uti bisa lihat mereka bahagia" ujar uti.

"Aamiin"

Uti terkekeh mendengar sahutan Alfa, Reza, dan Rian bersamaan.

***

Hari berganti, kegelapan yang tadi mendominasi kini berganti dengan cahaya yang cukup terang. Pandangan Keenan masih terasa samar, yang ia yakini tempat ini adalah rumah sakit. Pikiran Keenan terbayang pada saat ia di toilet sekolah hingga dibawa ke rumah sakit. Keenan ingin tau seberapa lama ia tidur, tapi ia sendiri tidak peduli.

"Dek? Denger mama?"

Bersyukur, itulah yang ada di benak Keenan sekarang. Ia masih mendengar suara mamanya.

"Keen?"

"Sakit ma" lirih Keenan di balik masker oksigen.

Hati Nara berdenyut sakit mendengar keluhan Keenan. Wanita itu menghapus air mata yang menetes dari sudut mata sang anak.

"Sabar ya sayang" hanya itu yang mampu Nara ucapkan.

Keenan mengangguk kecil. Tangannya kini menggenggam tangan Nara, seakan ingin memberitahu mamanya akan sakit yang ia rasakan.

"Aku capek, ma" batin Keenan.

Ia tau jika mengatakan itu langsung akan membuat siapapun bersedih. Tapi salahkah jika dia mengeluh akan sakitnya.

Lama-lama Keenan juga tertidur lagi. Nara terus mengusap rambut Keenan, membuat anak itu nyaman dalam tidurnya. Tak lama setelahnya Feri datang bersama Keyvan setelah konsultasi pada dokter Haris. Melihat tangan istrinya digenggam erat oleh si bungsu Feri sedikit lega.

"Dia udah bangun?" Tanya Feri yang kini mengusap rambut Keenan.

"Udah, bentar doang. Dia bilang sakit" jawab Nara.

"Keadaan Keenan lagi gak stabil, ma. Masih perlu dirawat intensif. Syukur kemarin nggak sampai masuk ICU. Adik aku ini kuat banget" ujar Keyvan.

Keenan kembali terbangun. Mungkin karena mendengar suara papa dan kakaknya. Feri dan Keyvan menyambut dengan senyuman. Keenan selalu merasa lebih baik melihat keluarganya berkumpul meski sakitnya tidak akan berkurang.

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang