Lima Puluh Lima

689 55 6
                                    

"Halo Key" sapa perempuan itu.

"Hai" jawab singkat Keyvan.

"Gak nyangka kamu bisa-"

"Kesini dan hadir di pernikahan adik kamu?" Potong Keyvan. "Saya harus berterima kasih ke kamu, Bu Ayla yang terhormat. Kamu buka jalan yang lebih baik buat saya dan Megan"

"Siapa Key? Perempuan ini?" Tanya Ayla, kakak Megan. Ayla bahkan menatap Vanya dari bawah ke atas hingga ke bawah lagi dengan begitu angkuh.

"Dia punya nama dan gak penting untuk kamu tau. Cukup hubungan saya dan Megan yang berakhir. Jangan lagi saya dengar Megan kenapa-napa karena kamu. Karena saya pastikan, Revan dan saya yang akan berhadapan sama kamu"

"Key... udah" lirih Vanya berusaha melerai. "Saya ada shift jam 10 nanti, bisa anterin saya pulang?" Tanya Vanya pada Keyvan lebih pada maksud ingin melerai.

"Iya, saya anter kamu" jawab Keyvan kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Ayla yang berkaca-kaca dan menahan amarah serta tangis secara bersamaan.

Sesampainya di parkiran, belum ada yang bersuara baik Keyvan maupun Vanya. Keyvan masih berusaha mengontrol emosinya sedangkan Vanya terlalu terkejut dengan peristiwa yang baru terjadi. Sadar akan keberadaan Vanya di sampingnya, Keyvan berdehem memecah keheningan.

"Ehem, maaf tadi-"

"Iya, gak masalah"

Kini keduanya merasa canggung. Hanya sedikit mereka berbicara selama perjalanan hingga sampai di rumah Vanya.

"Makasih" kata Vanya.

"Nggak, saya yang makasih. Kamu mau dateng sama saya" balas Keyvan.

Setelahnya Vanya keluar dari mobil. Keyvan masih tertahan memastikan Vanya benar-benar masuk ke rumah. Dalam benaknya terus berteriak untuk melakukan apa yang harusnya dilakukan. Namun entah kenapa keraguan muncul begitu besar. Atau mungkin itu bukan keraguan melainkan rasa takut.

***

Masih pukul 9.30 PM sebelum shift Vanya berlangsung. Perempuan itu merapikan pakaiannya dengan sedikit berkaca di kaca mobil. Tangannya sudah bertengger tas dan jas putih khas dokter. Rambutnya iya ikat tinggi dan rapi.

"Dokter Vanya"

Vanya yang hendak melangkah dikejutkan oleh panggilan seseorang yang Vanya yakin seharusnya ia tidak disini sekarang.

"Dokter Key ngapain disini? Gak lagi tugas dadakan kan?" Tanya Vanya. "Bajumu... belum juga ganti. Kamu belum pulang?"

Pertanyaan beruntun Vanya membuat Keyvan mengulum senyum tipis.

"Ada waktu tiga puluh menit. Saya mau bicara sama kamu" kata Keyvan.

"Tentang apa?"

"Saya gak mau basa-basi. Saya... kamu..." Keyvan menarik nafas dalam. "Kamu bersedia jadi calon istri saya?"

"Hah? Tunggu, tunggu. Dokter Key, kamu latihan ngelamar perempuan atau gimana?"

Keyvan menggaruk tengkuknya. Meruntuki dirinya yang tidak mampu menyampaikan maksud hatinya dengan benar. Seperti ia sudah lupa bagaimana bersikap romantis.

"Maunya saya lamar kamu" ucap Keyvan.

"Kamu becanda, dok?" Tanya Vanya masih sanksi dengan ucapan Keyvan.

"Apa saya kelihatan becanda?" Balas Keyvan yang dijawab oleh gelengan kepala Vanya. "Saya serius-"

"Dokter Key, saya harap kamu ngerti ini. Tolong pikirkan baik-baik ucapan kamu. Apa benar yang kamu katakan ke saya adalah jujur? Atau hanya sebatas obat untuk kamu berpaling dari masa lalu kamu. Maaf saya egois tapi saya juga gak mau saya sendiri yang terlalu berharap hingga sakit hati"

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang