Keenan menggeliat dari tidurnya. Ia mulai membuka mata, yang pertama dia lihat adalah langit-langit dan dinding serba putih. Baiklah, dia lupa apa yang terjadi. Tapi yang pasti dia tidur di rumah sakit.
"eh sudah bangun kamu?"
Keenan sontak menoleh ke samping. Vanya sedang asik bermain tablet pc di sofa. Ia lalu melihat sekeliling yang sepi dan beralih pada kedua tangannya. Syukurlah dia tidak diinfus. Vanya mendekati Keenan.
"capek banget ya? sampek ketiduran lama banget" kata Vanya.
"aku tidur apa pingsan dok? aku nggak inget apa-apa" Vanya terkikik mendengar pertanyaan Keenan.
"ketiduran. Pemeriksaannya lama tadi dan kayaknya kamu udah gak betah jadi tidur deh. Tapi lumayan kamu tidur hampir tiga jam" jelas Vanya.
Keenan melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih, sudah malam ternyata.
"mau ganti baju? dibantuin gak?"
"emang boleh pulang?"
"iya boleh. Tapi besok kalo masih pusing jangan sekolah dulu ya? besok juga kesini lagi, nunggu telpon dari saya. Hasilnya keluar besok"
"yaudah dokter keluar dulu, aku mau ganti baju"
Vanya mengangguk. Ia meletakkan kaos dan celana yang tadi disiapkan Keyvan di samping Keenan lalu keluar. Di dalam, Keenan melepas baju pasien secara perlahan karena jujur saja ia masih merasakan ngilu pada tulang dan persendiannya.
Sudah selesai dengan celana, kini Keenan sudah akan menggunakan kaos. Tapi ia mendengar pintu terbuka yang membuat dia gelagapan.
"belum selesai jangan dibuka!" seru Keenan karena mengira itu adalah dokter Vanya.
"apa sih? ini gue" dengus Keyvan.
"gue kira dokter Vanya" ucap Keenan. "shh" ia mendesis saat mengangkat tangannya dan memakai kaos.
"kenapa?" tanya Keyvan.
"ngilu semua" jawab Keenan.
"habis ini pulang, makan, minum obat terus istirahat. Udah ditunggu mama sama papa di depan. Kuat jalan gak? mau kursi roda atau gendong?"
"gue kuat jalan"
Keyvan membiarkan Keenan berjalan sendiri sedangkan dia hanya berjaga di samping. Takut-takut jika Keenan ambruk. Nara sudah berdiri di lobby sedangkan Feri menyiapkan mobil. Nara mengusap rambut kusut Keenan.
"capek ya? nanti mau makan apa?" tanya Nara.
"terserah mama" jawab Keenan seadanya.
Keenan hanya mendarkan kepalanya di jendela mobil. Antara dia mengantuk dan pusing. Tubuhnya banar-benar tidak karuan sekarang hingga membuat dia sendiri bingung apa yang dirasakan.
"kenapa tadi gak telpon papa kalo sakit?" tegur Feri.
"tadi itu biasa aja. Aku minum obat, soalnya kalo kerasa terus aku minum obat itu sakitnya reda. Ini tadi nggak, kan aku bingung"
"kali lain apapun yang kamu rasain langsung bilang"
"iya. Tadi juga keburu ada Dirga. Jadi aku merasa ada nylametin aku"
Feri tidak lagi menjawab, memilih fokus menyetir dan sesekali memperhatikan si bungsu dari spion mobil.
***
Keyvan sudah selesai dengan tugasnya. Ia mengganti pakaian dokternya dengan pakaian yang lebih santai. Mengemasi barang-barang yang akan dia bawa pulang. Keyvan berjalan sendirian sambil menyapa pasien dan keluarga pasien yang mungkin ia kenal. Tapi, ia terdiam saat berpapasan dengan sesesorang. Keyvan menghentikan langkahnya.
"boleh titip ini buat Keenan? saya dengar tadi dia sakit lagi. Musim hujan dan udaranya sedang dingin. Ini teh madu dan lemon, teh herbal. Saya harap bisa bantu jaga kesehatan Keenan"
Keyvan menerima jar yang diberikan oleh orang itu dengan diam. Haruskah ia pergi atau bagaimana?
Akhirnya Keyvan dan orang itu duduk di salah satu kursi taman rumah sakit yang sepi. Berharap tidak ada yang melihat mereka berdua. Keyvan dan Megan.
"kamu hebat ya? bisa bikin adik saya luluh" ucap Keyvan sambil tersenyum hambar.
Jika dipikir-pikir Keenan memang selalu luluh pada Megan. Tak segan-segan pula bersikap manis pada perempuan itu meski dia tau kakaknya dan perempuan itu bukan lagi menjadi sepasang kekasih.
"Keenan masih sayang kamu, saya pikir dia juga nurut sama kamu. Saya tau kamu beberapa kali jenguk Keenan waktu dia sakit kemarin"
"aku gak bisa jauhin dia, maaf. Keenan udah kayak adik aku sendiri" akhirnya Megan bersuara. "maaf kalo kedekatan aku sama Keenan buat kamu gak nyaman, Key"
"saya gak mas-"
"Key, bisa gak sih kita balik kayak dulu lagi? kita temenan, bukan kayak orang asing gini, Key"
Megan mulai menunjukkan emosinya. matanya berkaca-kaca. Sebenarnya ia juga tidak sanggup terus seperti ini bersama Keyvan. Ia ingin kembali seperti dulu, sebagai seorang teman. Tapi apa salah jika Megan berharap lebih?
"aku tau, besar kesalahan aku ke kamu. Aku ninggalin kamu gitu aja di masa sulit kamu. Saat kamu merasa terpuruk dengan keadaan adik kamu, aku justru pergi ninggalin kamu dan kembali sama orang lain. Aku tau aku salah, Key. Dan sampai kapanpun keadaan juga gak akan berubah"
Keyvan seakan menahan nafas saat Megan menangis dihadapannya. Keyvan benci dihadapkan dengan situasi seperti ini. Ingin sekali Keyvan merengkuh mantan kekasihnya itu. Tapi apa daya, dia tidak bisa.
"ini bukan kemauan aku, Key. Ini karena janji konyol yang papa buat sama orangtua Revan"
"Revan? tunangan kamu?"
Kalimat tanya yang terdengar sebagai sindiran dari Keyvan membuat Megan jatuh lebih dalam lagi di lubang penyesalan.
Sial memang nasibnya. Orangtua Megan adalah sahabat baik orangtua Revan. Tanpa Megan tau ternyata kedua pihak itu telah menjodohkan mereka. Mungkin Revan tau tentang hal ini. Sunggu Megan sangat membenci lelaki bermuka dua macam Revan. Tapi Megan tidak bisa meyakinkan orangtuanya bahwa Revan bukanlah lelaki baik seperti yang mereka lihat.
"kamu gak perlu menyesal" ucap Keyvan membuyarkan pikiran Megan. "saya juga salah. Saya gak bisa meyakinkan orangtua kamu kalo saya lebih pantas buat kamu. Mereka benci sama saya, jadi alangkah baiknya kita harus pisah"
"ok, aku ngerti maksud kamu Key. Kita emang harus pisah. Tapi apa harus juga kita kayak gini? aku nggak setahun dua tahun sama kamu, Key. Kita udah barengan lebih dari lima tahun. Kalo emang kita gak bisa bersatu lagi, apa salahnya kita berteman?"
"nggak bisa, Megan. Maaf"
"kenapa? adik kamu masih bisa nerima aku kenapa kamu nggak?"
"saya gak bisa karena saya adalah saya bukan Keenan!"
Megan mendongak saat Keyvan berdiri dari duduknya. Ia melihat Keyvan juga nampak berkaca-kaca.
"saya gak bisa terus lihat kamu di dekat saya, apalagi menjadi seorang teman. Lebih baik kita saling berjauhan. Bersikap seolah-olah kita tidak saling kenal. Karena saya takut, kamu milik orang lain sedangkan saya masih cinta sama kamu. Saya berusaha, masih berusaha melupakan kamu. Jadi tolong, kamu ngerti"
Keyvan beranjak meninggalkan Megan sendirian di kursi taman. Bahkan dia melupakan jar teh herbal yang diberikan Megan untuk Keenan.
Keyvan meruntuki dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak meninggalkan seorang perempuan seperti itu. Ia merasa menjadi lelaki terbodoh dan tidak berguna. Keenan benar tentang Keyvan yang masih mencintai Megan. Keenan benar, seharusnya Keyvan memperjuangkan Megan dengan berusaha meyakinkan orangtua Megan. Tapi Keyvan tidak bisa.
"gue gak bisa, Ken. Gue gak bisa. Sakit banget rasanya" isak Keyvan sambil meremas pakaiannya hingga kusut.
*
*
*tbc