Dua Puluh Dua

2.3K 216 8
                                    

Silfia tersenyum usil melihat Keenan sedang duduk sendirian di depan minimarket di dekat sekolah mereka. Padahal sekolah sudah bubar sekitar satu jam lalu tapi Keenan masih berada di sekitar sana. Silfia sendiri baru saja selesai rapat kepanitiaan dan bertemu Keenan merupakan bonus terbaik untuk dia.

"Keenan!" seru Silfia berniat mengagetkan Keenan dan sukses.

Keenan mengelus dadanya yang berdebar karena terkejut. Ia lalu mengendus kesal karena kedatangan Silfia. Gadis itu dengan percaya dirinya menarik kursi di samping Keenan, bahkan menggeser agar lebih dekat.

"ngapain masih disini?" tanya Silfia.

"gak papa" jawab Keenan.

Merasa diacuhkan oleh Keenan, Silfia tersenyum kecut. Dibalik sifatnya yang terkesan kenak-kanakan, Silfia tetaplah seorang seorang remaja yang merasakan bagaimana mencintai tanpa dicintai.

"bisa gak sih lo lirik gue, Ken?" tanya Silfia.

Keenan menaikkan sebelah alisnya saat mendengar pertanyaan Silfia. Gadis itu terlihat serius bicara dengannya.

"gue kenal lo jauh sebelum dia, tapi kenapa lo gak bisa lihat gue. Anggap gue ada di samping lo, gak bisa Ken?"

"lo ngomongin siapa? dia siapa?"

Silfia kembali tersenyum kecut. Keenan pura-pura bodoh atau bagaimana.

"lo suka Renata kan?"

Satu kalimat tanya dari Silfia hanya membuat Keenan terdiam. Bagaimana ia menjawab sedangkan perasaan yang sesungguhnya Keenan juga belum menemukan jawaban. Entah dia benar-benar menyukai Rere atau tidak. Tapi jika memang benar, apakah akan sampai hati Keenan mengatakan itu pada Silfia sedangkan dia tau gadis itu tergila-gila padanya. Memang benar Keenan tidak menyukai Silfia yang selalu bersikap seenaknya dan membuat dia tidak nyaman, tapi Keenan juga tidak akan setega itu. Bagaimanapun Silfia adalah seorang perempuan. Ia tidak bisa menyakiti seorang perempuan.

"bisa gak sih Ken, perlakuin gue kayak lo ke Rere? gue cemburu liat sikap lo ke dia" ujar Silfia.

"terus? gue gak pernah nyuruh lo buat suka ke gue yang akhirnya lo sendiri yang kesiksa. Jadi alangkah baiknya lo berhenti"

"gue gak bisa, gue beneran suka sama lo. Gue cinta sama lo. Terserah lo mau anggap gue gimana karena gue cewek yang gak tau diri, gak tau malu karena ungkapin perasaan ini ke lo. Gue pengen lo tau kalo perasaan gue ini serius"

"sorry, Sil"

Tidak ingin semakin runyam, Keenan memilih pergi. Tapi dia terhenti melihat Dirga yang sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya dan Silfia. Dirga hanya menatapnya datar.

"pulang sama gue" ucap Dirga langsung masuk ke mobil.

Keenan menghela nafas, firasatnya buruk. Ia merasa Dirga mendengar pembicaraannya dengan Silfia.

Saat di mobil, Dirga tidak banyak bicara dan fokus menyetir. Keenan menyandarkan tubuhnya meski ia sendiri merasa tidak nyaman. Tulang dan sendinya terasa ngilu. Belum lagi kepalanya sedikit pusing, dadanya juga terasa sesak. Padahal tadi dia pergi ke minimarket membeli air untuk minum obat. Biasanya obat itu akan bereaksi cukup cepat, tapi sekarang justru terasa lambat.

"kalo lo suka, kenapa ngedeketin Rere ke gue? gebet aja coba, gue yakin dia bakal klepek-klepek" ujar Dirga sedikit bercanda.

Meski sebenarnya Dirga terkejut, tapi ia mampu menyembunyikan keterkejutannya. Ia juga ingin marah pada Keenan yang tidak terus terang, tapi ia urungkan melihat keadaan si sepupu yang terlihat kurang baik.

"kalo dia baper gimana?" sahut Keenan.

"ya tanggung jawablah. Dipacar kek"

"kalo gue mati-"

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang