Lima Puluh Satu

1K 104 21
                                    

Minggu pukul delapan pagi, Keenan sudah dikebumikan. Tidak menunggu begitu lama karena semua sudah berkumpul. Mereka menganggap itu adalah firasat sebelum anak itu benar-benar meninggalkan dunia fana dan kembali bertemu dengan pemilik semesta. Orangtuanya, kakak, dan seluruh keluarga besarnya masih berkumpul mengelilingi gundukan tanah yang masih basah penuh akan taburan bunga.

Seluruh sahabat dan teman dekat juga enggan beranjak. Kacamata hitam tak luput menutupi netra mereka. Keenan tak ingin ditangisi, mereka sadar itu. Namun sangat manusiawi jika rasa kehilangan begitu besar tumbuh dalam benak mereka.

"Tante" Nara mendongak.

Megan datang bersama Revan. Seakan ingin mengadu atas kepergian si bungsu, Nara memeluk Megan. Tangis wanita itu kembali pecah dalam dekapan Megan.

"Tante sabar ya. Aku gak tau harus bilang apa ke tante. Aku tau ini sakit banget untuk tante dan semuanya" ujar Megan.

Nara hanya mengangguk dengan pelukannya pada Megan yang menguat. Dibalik kacamata hitamnya pun Revan juga tidak sanggup membendung linangan air mata. Ia memilih menepuk pundak Keyvan yang masih berjongkok menatap nisan sang adik. Keyvan beranjak, berdiri menatap Revan.

"Saya turut berduka" ucap Revan.

"Terima kasih. Maaf adik saya pernah buat salah ke kamu" balas Keyvan.

"Saya percaya adik kamu luar biasa. Dia sangat baik. Kamu tidak perlu minta maaf"

"Key" Megan beralih.

Mata bening Keyvan memerah. Kembali berair setelah tadi telah mengering. Menatap manik Megan seakan ingin mengadu ia telah kehilangan separuh raganya. Megan menatap Revan sejenak sebelum lelaki yang berstatus tunangannya itu mengangguk.

Revan mundur dua langkah memberikan ruang untuk Megan dan Keyvan. Seketika Megan merengkuh Keyvan dan saat itu juga Keyvan menumpahkan air matanya. Tersendu di bahu yang pernah menjadi sandarannya selama bertahun-tahun. Megan semakin erat memeluk Keyvan sembari mengusap punggung lebar mantan kekasihnya itu.

"Keluarin Key... gak papa" bisik Megan.

"Adik aku pergi, adik aku sendirian" racau Keyvan.

Siapapun yang mendengar racauan Keyvan kembali terenyuh. Hati mereka berdenyut sakit melihat seorang kakak yang kehilangan adiknya.

"Key, kamu percaya kan Tuhan maha baik? Adik kamu udah berjuang. Dia sakit, Key. Tuhan udah hentikan rasa sakitnya. Kamu kuat, aku yakin itu. Kakak Keenan bukan lelaki yang gampang nyerah"

Dapat Megan rasakan Keyvan mengangguk dalam dekapannya. Megan menatap Revan yang tersenyum padanya. Tidak ada sorot kecemburuan justru yang Megan temukan adalah tatapan bangga dari Revan.

Megan masih memeluk Keyvan sambil menatap Revan. Dalam benaknya terbesit rasa aneh yang ia sendiri tidak mampu memaknai itu. Megan tidak lagi merasa ada kupu-kupu yang berterbangan di dadanya saat berdekatan dengan Keyvan, justru ia salah tingkah melihat Revan yang tersenyum bangga padanya.

Sepeninggal keluarga Keyvan dan pelayat lain, tinggal para sahabat dekat yang masih enggan beranjak dari gundukan tanah coklat yang masih basah. Rere tampak begitu tegar namun rapuh dalam rangkulan Silfia dan Nana. Dirga yang terus mengusap nisan saudara terbaiknya, Rian pula tak melepas genggamannya di pundak Dirga. Di sisi lain Alfa dan Reza berjongkok sembari menunduk merapal doa. Yang terakhir adalah Andre, berusaha bersembunyi di balik topeng tegasnya. Namun rasanya itu tidak bisa membodohi Vano yang jelas-jelas tau kakaknya sedang ada apa titik hancur.

"Keenan gak ngomong apa-apa gitu ke lo? Terakhir lo ketemu dia?" Tanya Silfia pada Rere yang hanya dibalas gelengan.

"Keenan cuma bicara ke gue" intrupsi Andre.

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang