Keenan melihat kakaknya baru saja datang, tak ada semangat yang tampak sedikitpun. Keenan sudah akan mengajak kakaknya itu bicara, namun urung karena takut menganggu. Nara juga yang baru saja keluar dari dapur membawa segelas susu untuk Keenan, melihat si sulung berjalan ke kamar dalam diam.
"kakak kok gak salam sih?" tegur si mama.
"eh iya ma, maaf" sesal Keyvan dengan menghentikan langkahnya lalu menghampiri mama dan adiknya di ruang keluarga.
"ada adik kamu disini juga kamu diem aja. Kenapa?" tanya Nara.
"lagi capek banget. Sampek gak liat Keenan disini, maaf ya cil"
"apaan coba manggil cil, emang gue kancil?" sungut Keenan.
"kan kan... kelakuan kayak bocil lu. Udahlah, capek. Mau istirahat dulu ya ma?"
"iya. Mau dibikinin apa? biar mama anter ke kamar"
"gak usah ma, makasih. Nanti Key bikin sendiri aja kalo pengen"
Keyvan mencium kening mamanya lalu mengusap pucuk kepala Keenan.
"istirahat juga, jangan tidur malem-malem"
"yoi bro"
***
Malamnya Keenan tidak bisa tidur. Nafasnya tersenggal dan berat. Bahkan ia sudah merubah posisinya menjadi setengah duduk agar mempermudah pernafasannya. Tapi tetap saja tidak bisa.
Keenan dengan malas beranjak dari kasur menuju meja belajar dimana obat-obatan dan segelas air tertata rapi. Ia menelan beberapa pil untuk meredakan sakitnya juga berharap bisa bernafas dengan lancar setelah ini.
"akh... ini kenapa sih? udah dong, kasihan mama sama papa ngurusin gue mulu" gerutu Keenan sambil mengurut dadanya pelan.
Kalau sudah begini Keenan butuh pertolongan. Dengan langkah yang berat ia keluar kamar menuju kamar kakaknya yang ada di sebelah. Aneh, kamar Keyvan dibiarkan tak tertutup. Padahal biasanya Keyvan akan mengunci pintu saat tidur.
Keenan tidak langsung masuk. Ia mengintip dari celah pintu. Keyvan sedang duduk di lantai sambil bersandar di tepian kasur. Ini sudah pukul dua dini hari, tapi kakaknya belum tidur. Tak berapa lama perhatian Keenan kembali tertuju pada Keyvan yang tampak menunduk dan bahunya bergetar. Keyvan sedang menangis dalam diam.
Keenan kembali membawa tubuhnya ke kamar. Menutup pintu hingga menimbulkan suara yang mungkin terdengar oleh Keyvan meskipun tidak begitu keras lalu menguncinya. Tubuh Keenan merosot bersandar pada pintu.
"maafin gue kak" lirih Keenan.
Bibir pucatnya mendesis merasakan sakit yang kini menghantam kepalanya. Baru saja reda sakit yang mendera bagian dadanya, ia kembali diserang di bagian lain. Keenan menjambak rambutnya sendiri dan mati-matian berusaha menahan erangannya.
"Keen?"
Keenan menegang mendengar suara ketukan pintu disusul dengan suara Keyvan yang memanggilnya.
"dek? lo belum tidur ya?" tanya Keyvan dari luar. "dek?!"
"i-iya kak, sorry gue kebangun tadi ambil minum" balas Keenan tentu saja dengan suara yang tercekat karena menahan sakit dan tangis secara bersamaan.
"lo kenapa? buka pintunya!"
"gue gak papa, tadi ambil minum. Udah gue ngantuk, mau lanjut tidur"
"buka dulu pintunya!"
"gue ngantuk kak!"
Dari luar, Keyvan menghela nafas. Ia tau Keenan sedang tidak baik-baik saja di dalam sana. Keyvan memilih duduk bersandar di dinding sebelah pintu kamar Keenan. Berharap adiknya membuka pintu agar ia bisa tau Keenan baik-baik saja.