Tiga Puluh Tujuh

1.6K 176 9
                                    

Keenan menegakkan tubuhnya. Senyum lebar tergambar di bibir pucatnya begitu pintu ruang rawatnya terbuka. Pasti orang yang dia tunggu sadah datang.

"loh, bang Andre?"

Keenan terkejut melihat justru kepala Andre muncul dengan cengiran kuda di wajah tampannya.

"boleh masuk gak nih?" tanya Andre.

"kalo gue bilang gak boleh, emang lo mau pulang?" balas Keenan.

"ya pulang lah, nantang?"

"eh nggak nggak. Masuk sini, gue kesepian"

Andre tersenyum penuh kemenangan. Keenan tadinya berdecak sebal kini kembali berbinar melihat sosok di belakang Andre. Rere, gadis itu tersenyum tak kalah lebar. Senang rasanya bisa bertemu dengan Keenan.

"kok kalian barengan?" tanya Keenan.

"iya tadi gak sengaja ketemu di sekolah. Ternyata kak Andre mau kesini" jelas Rere.

"tadi gak sengaja nyenggol Rere sampe hpnya jatuh" sambung Andre.

"hah?! Terus Rere gak papa? bilang sama gue lo diapain sama kakel bangsad ini?"

"ngomong lo, ya? makin biadab lo sama gue"

"eh udah dong" Rere menengahi adu mulut antara Keenan dan Andre. "gue gak papa. Cuma kesenggol doang, hpnya juga aman"

"jangan macem-macem sama Rere, gue bilangan bokapnya lu gabisa daftar univ manapun" ancam Keenan pada Andre membuat Rere tertawa.

Andre hanya berkacak pinggang. Mereka hanyut dalam candaan. Walaupun yang ada Andre seakan menjadi orang ketiga atau 'obat nyamuk' lebih tepatnya. Andre sendiri heran mengapa Keenan dan Rere tidak pacaran saja.

Di sisi lain, Keenan diam-diam memerhatikan Andre yang sesekali menatap Rere. Tatapan yang berbeda, Keenan bisa merasakan itu karena dia termasuk orang yang peka. Yang Keenan rasakan sekarang adalah kecemburuan karena ia merasa ada yang lain dari tatapan Andre.

"aw.. shhh" Keenan tiba-tiba mendesis sakit di bagian dadanya.

"kenapa?"

"sakit?"

Rere dan Andre secara bersamaan khawatir. Keenan yang tadi dalam posisi duduk kini memilih berbaring dengan tangan yang masih mencengkram piyama di bagian dada.

"Ken?" panggil Andre.

"sakit... banget" keluh Keenan yang sudah tak tahan.

Andre tak berpikir panjang lagi, ia menekan tombol darurat yang membuat tak sampai dua menit dokter Haris masuk. Andre menarik Rere untuk memberi ruang dokter dan dua perawat yang satu di antaranya adalah suster Lisa menangani Keenan.

Keduanya melihat langsung bagaimana mereka memasangkan oxigen mask dan menyuntikkan sesuatu ke infus Keenan, hingga membuat anak itu berangsur tenang dan mulai menutup mata.

"Keenan kecapekan. Seharian ini dia gak bisa diem di kamar" ujar dokter Haris pada kedua remaja di depannya.

"tapi dia gak papa kan, dok?" tanya Rere.

"biarin istirahat dulu ya? tapi bisa titip Keenan sampe mamanya datang? biar ada yang jagain disini"

Andre mengangguk menyanggupi permintaan dokter Haris.

"ok, kalo gitu saya tinggal"

Sepeninggal dokter Haris dan dua perawat tadi, Andre dan Rere kembali mendekat. Keenan sudah terlelap, memang ada gurat kelelahan yang jelas.

"sayang banget ya sama Keenan?" tanya Andre.

Rere tak langsung menjawab. Ia menunduk lalu menangguk kecil. Andre tau, Rere menitihkan air mata.

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang