Dua Belas

2.5K 192 7
                                    

Andre dengan langkah pasti memasuki kelas XI IPS 1 diikuti satu orang di belakangnya yang berusaha menghentikan Andre.

"Vano!" Suara Andre memenuhi ruang kelas.

Matanya menyalang menunjukkan amarah yang meluap-luap. Beberapa siswa yang ada di kelas mundur karena takut kakak kelas mereka masuk dengan berteriak dan seakan siap menerkam kapan saja.

Yang merasa dipanggil berdiri dari duduknya. Memasang tampang acuh bahkan terlihat muak dengan orang yang memanggilnya. Vano mendekat pada Andre dan sengaja membanting kursi yang tadi ia duduki.

"apa?" tanya Vano.

"bangsat lo!"

bugh

Satu bogem mentah mendarat mulus di pipi putih Vano hingga membuat anak itu terhuyung ke belakang. Andre menarik kerah seragam Vano.

"gara-gara lo, Keenan belum sadar di rumah sakit!" Andre mengatakan itu tepat di depan wajah Vano.

Vano tersenyum miring. "heh? gak salah lo? dia sekarat bukan gara-gara gue. Dia sendiri penyakitan! gak guna!"

"Jaga mulut lo, anjing! kalo sampai Keenan kenapa-napa, lo orang pertama yang gue cari!"

bugh

"Dre, udah!" cegah Bayu, sahabat Andre. "lo ketua osis, gak baik dilihat murid lain kayak gini" bisik Bayu sambil menarik Andre menjauh dari tubuh Vano yang tersungkur.

Andre menghempaskan pegangan Bayu. "gue nggak peduli! mau gue dilengserin gara-gara ini, gue nggak peduli! tuh anak harus dikasih pelajaran!"

Andre kembali akan menyerang Vano tapi tertahan oleh Bayu. Vano sudah berdiri dan masih menatap Andre dengan kesan menantang kakak kelasnya itu.

"udah Dre! Dia adik lo!" sentak Bayu.

Andre diam. Dia lupa. Iya dia memang lupa status seseorang yang dihajarnya sekarang.

"adik? gue gak punya brengsek kayak dia, Bay"

Vano tersenyum kecut mendengar ucapan Andre. Entah bagaimana perasaannya sekarang. Marah, sedih, atau sakit. Vano tidak bisa mendeskripsikan itu.

"gue juga gak mau punya kakak kayak lo. Adik lo cuma Keenan, iya kan?" ucap Vano.

"kalo lo marah sama gue, serang gue secara langsung. Jangan orang lain" balas Andre.

"segitu pentingnya Keenan buat lo"

"lo ngusik orang yang gak ada hubungannya sama masalah kita. Lo pengecut kalo lo terus ganggu Keenan"

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Andre keluar dari kelas Vano. Bayu hanya menghembuskan nafas gusar. Belum sampai pintu, Vano menghentikan langkah Andre dengan kalimatnya.

"Gue gak minta lahir kayak gini"

Andre berhenti sejenak, mengepalkan erat tangannya dan menutup mata. Hatinya berdenyut sakit mendengar itu. Tanpa menoleh lagi, Andre benar-benar pergi meninggalkan ruang kelas XI IPS 1.

Andre memilih ruang ganti di aula olahraga sebagai tempat menyendiri. Ia tidak benar-benar sendiri, ada Bayu disana. Baru datang membawa sebotol air mineral dingin yang ia sodorkan pada sahabatnya.

"maaf, gue nggak sengaja ngomong itu. Gue gak tau lagi gimana cara hentiin lo. Gue cuma takut lo menyesal nantinya" sesal Bayu. "maaf Dre. Lo bebas sekarang mau hukum gue, lo mau pukul gue silakan. Akan gue terima"

"Bay"

"sorry, sebagai sahabat gue harusnya jaga rahasia lo, bukan malah ngebongkar apalagi dengan cara kayak gini"

"Bayu"

"hm?"

"makasih. Kalo lo nggak hentiin gue, mungkin sekarang gue udah jadi pembunuh"

Bayu menatap sahabatnya tak percaya. Harusnya Andre juga marah padanya karena rahasia yang dijaga Andre selama ini dengan mudahnya terbongkar karena dia. Bayu semakin menunduk dalam.

"gue bingung harus nerima dia apa nggak. Gue marah sama papa yang udah nglakuin hal hina kayak gitu. Gue pikir lagi itu, Vano gak salah disini. Gue cuma pengen lindungin dia dengan cara gue rahasiain ini. Gue marah karena gue gak mau dia nyakitin orang lain. Apalagi yang disakitin Keenan, dia udah sakit dan semakin menderita. Tapi Vano juga menderita...

















karena papa"

***

Dirga melihat Rere berjalan ke gerbang sekolah sendiri. Sejak kejadian malam itu Rere menarik diri dari apapun yang berhubungan dengan Keenan. Termasuk jika Reza dan Alfa melontarkan candaan untuknya, Rere tidak merespon. Dirga menyesal dibuatnya.

Padahal malam itu Rere sangat khawatir pada Keenan, bahkan tidak ingin pulang sebelum melihat Keenan. Namun hari berikutnya, seakan gadis itu benar-benar tidak mau memiliki hubungan apapun dengan Keenan.

"lo kenapa sih?" tanya Alfa yang saat itu berjalan dengan Dirga ke parkiran. "liatin Renata terus"

"gue pengen minta maaf ke dia" kata Dirga.

"ha? emang lo habis ngapain?"

"tau ah, bingung gue"

Alfa mengendikan bahu melihat tingkah temannya yang terkesan aneh. Dirga tidak menceritakan apapun memang. Ia hanya bilang Keenan sedang sakit, tidak menceritakan tentang malam itu saat Rere menolong sepupunya. Tentang malam itu saat Dirga tanpa sadar menyalahkan Rere.

"Dirga!" suara cempreng Silfia mengintrupsi. "gimana Keenan? mau ke rumah sakit ya lo?"

Alfa yang juga disana terlihat jengah. Ia memutar bola matanya malas menghadapi gadis genit ini.

"nggak. Gue mau pulang" balas Dirga lalu beranjak.

"hm padahal gue mau bareng. Yaudah gue berangkat sendiri aja" Dirga kembali menoleh mendengar monolog Silfia.

"jangan ke rumah sakit sekarang, keadaannya gak memungkinkan. Orangtua Ken lagi repot ngurusin ini itu. Gue gak mau lo datang kesana malah bikin rusuh" tegur Dirga.

"gue cuma mau jenguk, lo alay banget sih"

"gue bilang jangan ya jangan! kalo lo tetep pergi, silakan. Tapi ucapkan salam perpisahan sama Keenan karena gue bakal nutup semua akses lo deket sama Keenan"

Dirga melenggang begitu saja meninggalkan Silfia yang berdecak sebal dengan sikap Dirga yang dianggap berlebihan.

Disisi lain, Nara mengusap perlahan tangan Keenan. Dua hari berlalu putranya belum kunjung membuka mata. Nara takut, tak henti-hentinya ia memanjatkan doa dalam tangisnya. Feri sengaja pergi ke rumah sakit saat istirahat makan siang. Ia membawa tiga kotak makan untuknya dan sang istri juga Keyvan.

"Nara, ayo makan dulu" rayu Feri.

"kamu makan aja mas, aku nggak lapar" tolak Nara.

"kamu jangan gini dong. Kasihan Keenan nanti kalo bangun liat kamu belum makan. Kamu tau kan anak kamu itu peka banget. Makan yuk"

Nara menghela nafas. Suaminya benar, Keenan tidak akan suka melihat siapapun yang menjaganya tampak lelah. Ia akan terus menyalahkan dirinya jika melihat siapapun itu terutama orangtuanya kelelahan.

"ma, pa" Keyvan baru saja datang.

"eh kakak, ayo makan dulu kak" ajak Feri lalu membuka satu kotak yang tersisa.

Keyvan mengangguk. Ia menghampiri Keenan lebih dulu, mengecup singkat kening adiknya dan berbisik.

"ayo bangun Ken"

Keyvan ikut duduk di samping papanya lalu menyantap makanan yang tersedia. Meski sebenarnya ia sedang tidak nafsu makan, setidaknya ia harus memiliki tenaga untuk menjaga Keenan. Keyvan harus bisa diandalkan Feri dan Nara.

"ma..."

*
*
*

tbc

Bahagia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang